Potensi biomassa pengganti batu bara capai 20.925 ton
27 Februari 2020 13:59 WIB
Ilustrasi: Tablet yang merupakan bentuk padat dari jerami siap diolah menjadi pupuk organik di pabrik Aifangmu Biomass Co Ltd (ANTARA/M. Irfan Ilmie)
Jakarta (ANTARA) - Pemanfaatan energi baru terbarukan terus ditingkatkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan mengembangkan potensi biomassa yang dimiliki sebagai pengganti batu bara mencapai hingga 20.925 ton per harı.
Salah satu yang didorong dalam RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional) 2019-2038 yakni melalui metode co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi (campuran) batu bara.
"Ada dua bahan baku yang jadi campuran metode co-firing, yakni sampah dan limbah/hasil hutan berupa kayu, ini dicampurkan 1 persen hingga 5 persen. Kalau diakumulasikan potensinya cukup menjanjikan," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Kamis.
Sampah sebagai bahan baku pellet saat ini memiliki volume sebesar 20.925 ton per hari yang terkonsentrasi di 15 tempat pengelolahan sampah kota, yakni DKI Jakarta (7.000 ton/hari), Kota Bekasi (1.500 ton/hari), Kabupaten Bekasi (450 ton/hari), Batam (760 ton/hari), Semarang (950 ton/hari), Surabaya (1.700 ton/hari) Kota Tangerang (1.200 ton/hari), Denpasar dan Badung (1.155 ton/hari).
Selanjutnya, ada Depok, Kota dan Kabupaten Bogor (1.500 ton/hari), Makasar (1.000 ton/hari), Bandung (1.630 ton/hari), Surakarta (550 ton/hari), Malang (800 ton/hari), Regional Jogja (440 ton/hari) dan Balikpapan (290 ton/hari).
"Nilai kalori pengelolahan sampah yang dihasilkan sekitar 2.900 - 3.400 Cal/gr," tambah Agung.
Sementara untuk hasil hutan jenis kayu jika diekuivalensikan dengan besaran listrik yang dihasilkan, total potensi kayu untuk dijadikan jadi wood pellet sebesar 1.335 Mega Watt electrical (MWe). Potensi tersebut tersebar di Sumatera (1.212 MWe), Kalimantan (44 MWe), Jawa, Madura dan Bali (14 MWe), Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (19 MWe), Sulawesi (21 MWe), Maluku (4 MWe) dan Papua (21 MWe) dengan nilai kalori sebesar 3.300 - 4.400 Cal/gr.
Sementara itu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menginisiasi aksi korporasi melalui metode co-firing menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan 1 persen co-firing di PLTU di Indonesia, maka dibutuhkan biomassa sebanyak 17.470 ton per hari atau 5 juta ton wood pellet ton per tahun, ekuivalen dengan 738 ribu ton per tahun pellet sampah.
"Kalau melihat sumber jumlah sampah tadi terbilang cukup, tinggal manajemen pengelolaannya lagi yang ditingkatkan," kata Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani.
Baca juga: Ini kata Arcandra tentang sampah dan pembangkit listrik
Salah satu yang didorong dalam RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional) 2019-2038 yakni melalui metode co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi (campuran) batu bara.
"Ada dua bahan baku yang jadi campuran metode co-firing, yakni sampah dan limbah/hasil hutan berupa kayu, ini dicampurkan 1 persen hingga 5 persen. Kalau diakumulasikan potensinya cukup menjanjikan," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Kamis.
Sampah sebagai bahan baku pellet saat ini memiliki volume sebesar 20.925 ton per hari yang terkonsentrasi di 15 tempat pengelolahan sampah kota, yakni DKI Jakarta (7.000 ton/hari), Kota Bekasi (1.500 ton/hari), Kabupaten Bekasi (450 ton/hari), Batam (760 ton/hari), Semarang (950 ton/hari), Surabaya (1.700 ton/hari) Kota Tangerang (1.200 ton/hari), Denpasar dan Badung (1.155 ton/hari).
Selanjutnya, ada Depok, Kota dan Kabupaten Bogor (1.500 ton/hari), Makasar (1.000 ton/hari), Bandung (1.630 ton/hari), Surakarta (550 ton/hari), Malang (800 ton/hari), Regional Jogja (440 ton/hari) dan Balikpapan (290 ton/hari).
"Nilai kalori pengelolahan sampah yang dihasilkan sekitar 2.900 - 3.400 Cal/gr," tambah Agung.
Sementara untuk hasil hutan jenis kayu jika diekuivalensikan dengan besaran listrik yang dihasilkan, total potensi kayu untuk dijadikan jadi wood pellet sebesar 1.335 Mega Watt electrical (MWe). Potensi tersebut tersebar di Sumatera (1.212 MWe), Kalimantan (44 MWe), Jawa, Madura dan Bali (14 MWe), Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (19 MWe), Sulawesi (21 MWe), Maluku (4 MWe) dan Papua (21 MWe) dengan nilai kalori sebesar 3.300 - 4.400 Cal/gr.
Sementara itu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menginisiasi aksi korporasi melalui metode co-firing menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan 1 persen co-firing di PLTU di Indonesia, maka dibutuhkan biomassa sebanyak 17.470 ton per hari atau 5 juta ton wood pellet ton per tahun, ekuivalen dengan 738 ribu ton per tahun pellet sampah.
"Kalau melihat sumber jumlah sampah tadi terbilang cukup, tinggal manajemen pengelolaannya lagi yang ditingkatkan," kata Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani.
Baca juga: Ini kata Arcandra tentang sampah dan pembangkit listrik
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: