Komisi I panggil Dewas TVRI, pertanyakan hasil audit BPK
26 Februari 2020 23:39 WIB
Arsip-Ketua Dewan Pengawas (Dewas) TVRI Arief Hidayat Thamrin saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum di Ruang Rapat Komisi I DPR RI Kompleks Parlemen RI Senayan Jakarta, Selasa (21/1/2020). ANTARA/Abdu Faisal/am.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan Komisi I DPR segera memanggil Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi LPP TVRI untuk mempertanyakan hasil audit kinerja lembaga tersebut yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada DPR.
"Tentu, mungkin setelah reses," kata Teuku Rifky, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia enggan mengomentari terkait hasil audit kinerja LPP TVRI yang disampaikan BPK, karena harus mempelajari dahulu laporan tersebut.
Baca juga: BPK: Dewas TVRI harus buat aturan sesuai UU dan PP
Namun, menurut dia, Komisi I DPR RI telah meminta Dewas TVRI untuk menunda proses rekrutmen Direktur Utama TVRI sampai pihaknya mempelajari hasil audit kinerja dari BPK tersebut.
"Kami sudah meminta Dewas TVRI untuk menunda proses rekrutmen Dirut TVRI sampai Komisi I DPR mempelajari hasil audit BPK tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, BPK RI menyampaikan hasil audit kinerja LPP TVRI kepada DPR RI dan menemukan enam temuan yang harus ditindaklanjuti, yaitu:
1) Dewas mempunyai tugas mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi. Syarat pemberhentian sesuai pasal 24 ayat (4): Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewas. Namun dalam praktiknya, Dewas menambahkan syarat pemberhentian Dewan Direksi melalui hasil penilaian kinerja (tidak memuaskan/tidak lulus). Berdasarkan pemeriksaan, penilaian kinerja kepada Dewan Direksi cenderung subjektif. Atas indikator-indikator yang pencapaian kinerjanya 100 persen, Dewas menilai bervariasi dan tanpa rumusan yang jelas. Selain itu, Dewas LPP TVRI menambahkan 10 indikator penilaian yang tidak tercantum dalam kontrak manajemen.
2) Di pasal 18 ayat (1) Dewas adalah jabatan non eselon. Jabatan Dewas tidak diatur dalam regulasi apa pun selain PP 13/2005 dan PP 12/2005. Namun, Dewas LPP TVRI menafsirkan sendiri bahwa jabatan non eselon adalah Pejabat Negara setingkat Menteri, Ketua/Anggota KPK dan BPK. Selain mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp5 juta/bulan sesuai Perpres No.73/2008 dan Perpres No.101/2017, Dewas menggunakan kendaraan dinas setara eselon I dan tiket penerbangan kelas bisnis.
Baca juga: Komisi I minta Dewas TVRI hentikan proses seleksi calon Dirut
3. Pasal 42: "Pembinaan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan TVRI dilakukan oleh Direktur yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku". Dalam praktiknya, LPP TVRI tidak memiliki Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) secara mandiri. Meskipun sebagai institusi pemerintah yang mandiri, yaitu Direktur Utama LPP TVRI sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang, namun PPK LPP TVRI adalah Menteri Kominfo. Hal ini mengakibatkan LPP TVRI tidak dapat melakukan pemenuhan kebutuhan PNS secara mandiri untuk mengantisipasi semakin banyaknya PNS memasuki usia pensiun.
4. Ketentuan dalam Keputusan Dewas LPP TVRI Nomor 2 Tahun 2018 tidak sesuai dengan PP Nomor 13 Tahun 2005. Dalam keputusan tersebut, Dewas LPP TVRI menambahkan ketentuan yang tidak diatur dalam PP 13/2005, antara lain:
a) Mengangkat tenaga ahli dan/atau membentuk komite untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewas. Padahal sebelumnya Dewas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh sekretariat yang secara administratif berada di bawah Dewan Direksi.
b) Mengajukan pertanyaan, mengakses data dan informasi, pemantauan tempat kerja, serta sarana dan prasarana. Hal ini menimbulkan tumpang tindih dengan tugas pengawasan yang menjadi tugas Satuan Pengawasan Intern.
c) Menetapkan besaran gaji dan tunjangan bagi Dewan Direksi. Padahal penghasilan Dewan Direksi LPP TVRI ditetapkan dengan Surat Menteri Keuangan Nomor 566/MK.02/2017.
Baca juga: Dewas: Pemilihan Dirut PAW Helmy Yahya sudah koordinasi dengan KASN
5. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 16 "Wewenang Dewan Direksi yang memerlukan persetujuan Dewas", antara lain melakukan perjalanan dinas, adapun rinciannya pada pasal 38 dan 39:
a) Perjalanan dinas dalam negeri maupun luar negeri Direktur Utama memerlukan persetujuan Dewas disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
b) Perjalanan dinas dalam negeri Anggota Dewan Direksi memerlukan persetujuan Direktur Utama disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
c) Perjalanan dinas luar negeri Dewan Direksi memerlukan persetujuan Dewas disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
6. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 pasal 46 ayat (8): "Anggota Dewan Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila tidak dapat memenuhi kontrak manajemen. Padahal di aturan sebelumnya syarat pemberhentian Dewan Direksi jika hanya: Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewan Direksi.
"Tentu, mungkin setelah reses," kata Teuku Rifky, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia enggan mengomentari terkait hasil audit kinerja LPP TVRI yang disampaikan BPK, karena harus mempelajari dahulu laporan tersebut.
Baca juga: BPK: Dewas TVRI harus buat aturan sesuai UU dan PP
Namun, menurut dia, Komisi I DPR RI telah meminta Dewas TVRI untuk menunda proses rekrutmen Direktur Utama TVRI sampai pihaknya mempelajari hasil audit kinerja dari BPK tersebut.
"Kami sudah meminta Dewas TVRI untuk menunda proses rekrutmen Dirut TVRI sampai Komisi I DPR mempelajari hasil audit BPK tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, BPK RI menyampaikan hasil audit kinerja LPP TVRI kepada DPR RI dan menemukan enam temuan yang harus ditindaklanjuti, yaitu:
1) Dewas mempunyai tugas mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi. Syarat pemberhentian sesuai pasal 24 ayat (4): Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewas. Namun dalam praktiknya, Dewas menambahkan syarat pemberhentian Dewan Direksi melalui hasil penilaian kinerja (tidak memuaskan/tidak lulus). Berdasarkan pemeriksaan, penilaian kinerja kepada Dewan Direksi cenderung subjektif. Atas indikator-indikator yang pencapaian kinerjanya 100 persen, Dewas menilai bervariasi dan tanpa rumusan yang jelas. Selain itu, Dewas LPP TVRI menambahkan 10 indikator penilaian yang tidak tercantum dalam kontrak manajemen.
2) Di pasal 18 ayat (1) Dewas adalah jabatan non eselon. Jabatan Dewas tidak diatur dalam regulasi apa pun selain PP 13/2005 dan PP 12/2005. Namun, Dewas LPP TVRI menafsirkan sendiri bahwa jabatan non eselon adalah Pejabat Negara setingkat Menteri, Ketua/Anggota KPK dan BPK. Selain mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp5 juta/bulan sesuai Perpres No.73/2008 dan Perpres No.101/2017, Dewas menggunakan kendaraan dinas setara eselon I dan tiket penerbangan kelas bisnis.
Baca juga: Komisi I minta Dewas TVRI hentikan proses seleksi calon Dirut
3. Pasal 42: "Pembinaan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan TVRI dilakukan oleh Direktur yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku". Dalam praktiknya, LPP TVRI tidak memiliki Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) secara mandiri. Meskipun sebagai institusi pemerintah yang mandiri, yaitu Direktur Utama LPP TVRI sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang, namun PPK LPP TVRI adalah Menteri Kominfo. Hal ini mengakibatkan LPP TVRI tidak dapat melakukan pemenuhan kebutuhan PNS secara mandiri untuk mengantisipasi semakin banyaknya PNS memasuki usia pensiun.
4. Ketentuan dalam Keputusan Dewas LPP TVRI Nomor 2 Tahun 2018 tidak sesuai dengan PP Nomor 13 Tahun 2005. Dalam keputusan tersebut, Dewas LPP TVRI menambahkan ketentuan yang tidak diatur dalam PP 13/2005, antara lain:
a) Mengangkat tenaga ahli dan/atau membentuk komite untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewas. Padahal sebelumnya Dewas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh sekretariat yang secara administratif berada di bawah Dewan Direksi.
b) Mengajukan pertanyaan, mengakses data dan informasi, pemantauan tempat kerja, serta sarana dan prasarana. Hal ini menimbulkan tumpang tindih dengan tugas pengawasan yang menjadi tugas Satuan Pengawasan Intern.
c) Menetapkan besaran gaji dan tunjangan bagi Dewan Direksi. Padahal penghasilan Dewan Direksi LPP TVRI ditetapkan dengan Surat Menteri Keuangan Nomor 566/MK.02/2017.
Baca juga: Dewas: Pemilihan Dirut PAW Helmy Yahya sudah koordinasi dengan KASN
5. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 16 "Wewenang Dewan Direksi yang memerlukan persetujuan Dewas", antara lain melakukan perjalanan dinas, adapun rinciannya pada pasal 38 dan 39:
a) Perjalanan dinas dalam negeri maupun luar negeri Direktur Utama memerlukan persetujuan Dewas disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
b) Perjalanan dinas dalam negeri Anggota Dewan Direksi memerlukan persetujuan Direktur Utama disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
c) Perjalanan dinas luar negeri Dewan Direksi memerlukan persetujuan Dewas disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
6. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 pasal 46 ayat (8): "Anggota Dewan Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila tidak dapat memenuhi kontrak manajemen. Padahal di aturan sebelumnya syarat pemberhentian Dewan Direksi jika hanya: Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewan Direksi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: