Menristek: Litbang harus jadi kebutuhan swasta
26 Februari 2020 19:37 WIB
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro kepada wartawan di sela Peluncuran Pendanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), di Jakarta, Rabu. (ANTARA/Martha Herlinawati S)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) harus disadari sebagai kebutuhan oleh sektor swasta sehingga mereka berinvestasi lebih di bidang litbang untuk memajukan bisnis dan meningkatkan daya saing inovasi bangsa.
Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang menuturkan Korea Selatan dapat menjadi negara yang maju karena berbasis inovasi, dan kegiatan penelitian dan pengembangan di negara itu banyak ditopang oleh swasta bukan pemerintah.
"Jadi mereka (Korea Selatan) menjadikan research and development (penelitian dan pengembangan) sebagai suatu kebutuhan, beda dengan kita yang terutama di sektor swasta melihat itu sebagai suatu luxury suatu kemewahan yang seolah-olah kalau saya tidak ingin (melakukan litbang) ya tidak usah saja," kata Bambang kepada wartawan, Jakarta, Rabu.
Menristek Bambang menuturkan seharusnya pendanaan riset dan pengembangan didominasi oleh sektor swasta, dan itu yang harus didorong terjadi di Indonesia sehingga penelitian dan pengembangan di Indonesia benar-benar bisa maju dan menghasilkan produk-produk inovasi unggul untuk mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa.
Baca juga: Wapres: Sumber dana riset besar, tetapi jumlah peneliti sedikit
Baca juga: Menristek: Orientasi riset di Indonesia sekadar penyerapan anggaran
Menurut Menristek Bambang, sektor swasta di Korea Selatan sudah memahami bahwa penelitian dan pengembangan bukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) tetapi justru bagian utama (mainstream) dari kegiatan mereka.
"Mereka kalau mau perusahaannya lebih besar, kalau mau untungnya lebih besar, kalau usahanya mau kompetitif, mau tidak mau harus 'invest' (berinvestasi) cukup signifikan di research and development (penelitian dan pengembangan).
"Di Korea, mahal atau tidak (litbang) mereka butuh research and development kalau mereka mau survive (bertahan)," ujarnya.
Penelitian dan pengembangan sebagai inti utama kegiatan perusahaan atau swasta tidak hanya dilakukan Korea Selatan tapi juga dilakukan Jepang di masa lalu dan masa sekarang.
Begitu juga dengan negara-negara maju bertumpu pada kekuatan penelitian dan pengembangan.
"Inovasi hanya bisa berkembang karena sektor swasta menjadi penggerak dan pemerintah yang memfasilitasi atau yang membantu dengan regulasi," tuturnya.
Sementara di Indonesia, pendanaan penelitian dan pengembangan masih didominasi oleh pemerintah dengan porsi 80 persen. Sedangkan sektor swasta hanya berperan 20 persen.
Untuk itu, perusahaan swasta di Indonesia harus menyadari penelitian da pengembangan menjadi bagian utama dari inti bisnisnya dan mulai menjadikannya suatu kebiasaan atau kebutuhan di perusahaannya.
Menristek Bambang sebelumnya menuturkan orientasi penelitian di Indonesia saat ini hanya demi kepentingan penyerapan anggaran, sehingga kualitas hasil penelitian masih kurang. Hal ini dikarenakan kegiatan penelitian dan pengembangan masih didominasi oleh pendanaan dari pemerintah.
Padahal ekosistem riset dan inovasi akan makin bertumbuh dan berkembang jika mayoritas pendanaan penelitian dan pengembangan datang dari sektor swasta.
Industri swasta lebih mengerti akan kebutuhan pasar; sehingga jika pendanaan riset berasal dari sektor swasta, maka penelitian yang dihasilkan akan lebih tepat guna bagi kebutuhan masyarakat.
"Swasta yang tahu apa yang menjadi kebutuhan di market, bukan pemerintah. Kalau pemerintah yang sibuk riset, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran yang tidak berujung pangkal, yang tidak jelas apa fokus risetnya," ujarnya.
Baca juga: Anggaran riset dan pengabdian masyarakat 2020 capai Rp1,46 triliun
Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang menuturkan Korea Selatan dapat menjadi negara yang maju karena berbasis inovasi, dan kegiatan penelitian dan pengembangan di negara itu banyak ditopang oleh swasta bukan pemerintah.
"Jadi mereka (Korea Selatan) menjadikan research and development (penelitian dan pengembangan) sebagai suatu kebutuhan, beda dengan kita yang terutama di sektor swasta melihat itu sebagai suatu luxury suatu kemewahan yang seolah-olah kalau saya tidak ingin (melakukan litbang) ya tidak usah saja," kata Bambang kepada wartawan, Jakarta, Rabu.
Menristek Bambang menuturkan seharusnya pendanaan riset dan pengembangan didominasi oleh sektor swasta, dan itu yang harus didorong terjadi di Indonesia sehingga penelitian dan pengembangan di Indonesia benar-benar bisa maju dan menghasilkan produk-produk inovasi unggul untuk mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa.
Baca juga: Wapres: Sumber dana riset besar, tetapi jumlah peneliti sedikit
Baca juga: Menristek: Orientasi riset di Indonesia sekadar penyerapan anggaran
Menurut Menristek Bambang, sektor swasta di Korea Selatan sudah memahami bahwa penelitian dan pengembangan bukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) tetapi justru bagian utama (mainstream) dari kegiatan mereka.
"Mereka kalau mau perusahaannya lebih besar, kalau mau untungnya lebih besar, kalau usahanya mau kompetitif, mau tidak mau harus 'invest' (berinvestasi) cukup signifikan di research and development (penelitian dan pengembangan).
"Di Korea, mahal atau tidak (litbang) mereka butuh research and development kalau mereka mau survive (bertahan)," ujarnya.
Penelitian dan pengembangan sebagai inti utama kegiatan perusahaan atau swasta tidak hanya dilakukan Korea Selatan tapi juga dilakukan Jepang di masa lalu dan masa sekarang.
Begitu juga dengan negara-negara maju bertumpu pada kekuatan penelitian dan pengembangan.
"Inovasi hanya bisa berkembang karena sektor swasta menjadi penggerak dan pemerintah yang memfasilitasi atau yang membantu dengan regulasi," tuturnya.
Sementara di Indonesia, pendanaan penelitian dan pengembangan masih didominasi oleh pemerintah dengan porsi 80 persen. Sedangkan sektor swasta hanya berperan 20 persen.
Untuk itu, perusahaan swasta di Indonesia harus menyadari penelitian da pengembangan menjadi bagian utama dari inti bisnisnya dan mulai menjadikannya suatu kebiasaan atau kebutuhan di perusahaannya.
Menristek Bambang sebelumnya menuturkan orientasi penelitian di Indonesia saat ini hanya demi kepentingan penyerapan anggaran, sehingga kualitas hasil penelitian masih kurang. Hal ini dikarenakan kegiatan penelitian dan pengembangan masih didominasi oleh pendanaan dari pemerintah.
Padahal ekosistem riset dan inovasi akan makin bertumbuh dan berkembang jika mayoritas pendanaan penelitian dan pengembangan datang dari sektor swasta.
Industri swasta lebih mengerti akan kebutuhan pasar; sehingga jika pendanaan riset berasal dari sektor swasta, maka penelitian yang dihasilkan akan lebih tepat guna bagi kebutuhan masyarakat.
"Swasta yang tahu apa yang menjadi kebutuhan di market, bukan pemerintah. Kalau pemerintah yang sibuk riset, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran yang tidak berujung pangkal, yang tidak jelas apa fokus risetnya," ujarnya.
Baca juga: Anggaran riset dan pengabdian masyarakat 2020 capai Rp1,46 triliun
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: