Jakarta (ANTARA) - Pegawai honorer guru dan perawat mengajukan permohonan pengujian UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) ke Mahkamah Konstitusi karena UU ASN tidak mengatur status dan kedudukan tenaga honorer.

Kuasa hukum Mahmudin dkk, Hechrin Purba, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, mendalilkan UU ASN hanya merumuskan dua jenis hubungan kerja, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu.

Baca juga: Kemenpan RB: Guru honorer, dosen, tenaga kesehatan prioritas CPNS PPPK

Baca juga: Kemenpan RB luruskan persepsi isu penghapusan tenaga honorer

Baca juga: Kemenpan-RB akan gelar konferensi pers soal isu hapus honorer Senin


Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU ASN mengatur PPPK tidak serta merta diangkat menjadi CPNS, melainkan harus mengikuti proses seleksi terlebih dahulu.

"Para pemohon selaku tenaga honorer tidak dapat mengikuti seleksi CPNS karena terbentur persyaratan. Selain itu, UU ASN tidak mengatur suatu sistem peralihan dari aturan sebelumnya tentang proses pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS,” kata Hechrin Purba.

Untuk itu, menurut pemohon, Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU ASN menimbulkan tindakan diskriminasi serta hilangnya jaminan pemenuhan HAM tenaga honorer.

Sebelumnya pada UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja pegawai kontrak diterapkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan.

Sedangkan UU ASN yang tidak memberikan batasan waktu mengenai berapa lama seseorang dikontrak sebagai PPPK dalam suatu instansi pemerintah disebut pemohon menyebabkan banyak tenaga honorer berada di posisinya tanpa kejelasan cukup lama.