RUU Ketahanan Keluarga dinilai kurang perhatikan fenomena sosial
25 Februari 2020 11:48 WIB
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay dalam rapat kerja Komisi IX bersama Menteri Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (6/11/2019). (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai naskah Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga secara konseptual kurang memperhatikan fenomena sosial karena tidak melibatkan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia.
"Ada banyak organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang tidak dilibatkan atau diajak bicara ketika RUU tersebut dirancang," kata Saleh saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan organisasi-organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia banyak yang memiliki sayap-sayap organisasi perempuan yang sudah memiliki pengalaman lama.
Apalagi, organisasi sayap perempuan dari organisasi kemasyarakatan dan keagamaan itu memang lebih banyak bergerak di bidang penguatan ketahanan keluarga.
Baca juga: Lestari Moerdijat: RUU Ketahanan Keluarga terlalu masuk ruang privat
Baca juga: Polemik RUU Ketahanan Keluarga, FPKS: jangan sinis dulu
Baca juga: Anggota FPAN: RUU Ketahanan Keluarga terlalu masuk urusan pribadi
"Kalau ingin memperkuat ketahanan keluarga, organisasi-organisasi itu harus dilibatkan secara aktif, termasuk bila ada rencana membuat undang-undang. Mereka yang perlu diajak berdiskusi terlebih dahulu," tuturnya.
Saleh mengatakan belum masuk pada pembahasan substansi saja RUU Ketahanan Keluarga sudah menimbulkan polemik dan kontroversi di masyarakat.
"Tidak hanya itu, saya dengar sudah ada beberapa fraksi yang menarik diri dari pembahasan RUU tersebut," ujar Wakil Ketua Fraksi PAN DPR itu.
Saleh mengatakan juga mendengar bahwa pemerintah tidak terlalu gembira dengan naskah RUU Ketahanan Keluarga yang sudah ada.
"Meskipun pembicaraan dengan pemerintah belum dilaksanakan, penolakan dari pemerintah juga perlu didengar dan dipertimbangkan," katanya.
Menurut Saleh, polemik dan kontroversi terkait beberapa materi yang ada dalam RUU Ketahanan Keluarga perlu menjadi perhatian utama sehingga pembahasan tingkat lanjut, bila memang dilanjutkan, akan menjadi lebih mudah.
Apalagi, saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Pembahasan RUU Ketahanan Keluarga juga perlu menyelaraskan dengan Undang-Undang tersebut.*
Baca juga: Pemerintah kaji urgensi RUU ketahanan keluarga
Baca juga: Fraksi Gerindra panggil kader pengusul RUU Ketahanan Keluarga
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga dinilai legitimasi perempuan "tiyang wingking"
"Ada banyak organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang tidak dilibatkan atau diajak bicara ketika RUU tersebut dirancang," kata Saleh saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan organisasi-organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia banyak yang memiliki sayap-sayap organisasi perempuan yang sudah memiliki pengalaman lama.
Apalagi, organisasi sayap perempuan dari organisasi kemasyarakatan dan keagamaan itu memang lebih banyak bergerak di bidang penguatan ketahanan keluarga.
Baca juga: Lestari Moerdijat: RUU Ketahanan Keluarga terlalu masuk ruang privat
Baca juga: Polemik RUU Ketahanan Keluarga, FPKS: jangan sinis dulu
Baca juga: Anggota FPAN: RUU Ketahanan Keluarga terlalu masuk urusan pribadi
"Kalau ingin memperkuat ketahanan keluarga, organisasi-organisasi itu harus dilibatkan secara aktif, termasuk bila ada rencana membuat undang-undang. Mereka yang perlu diajak berdiskusi terlebih dahulu," tuturnya.
Saleh mengatakan belum masuk pada pembahasan substansi saja RUU Ketahanan Keluarga sudah menimbulkan polemik dan kontroversi di masyarakat.
"Tidak hanya itu, saya dengar sudah ada beberapa fraksi yang menarik diri dari pembahasan RUU tersebut," ujar Wakil Ketua Fraksi PAN DPR itu.
Saleh mengatakan juga mendengar bahwa pemerintah tidak terlalu gembira dengan naskah RUU Ketahanan Keluarga yang sudah ada.
"Meskipun pembicaraan dengan pemerintah belum dilaksanakan, penolakan dari pemerintah juga perlu didengar dan dipertimbangkan," katanya.
Menurut Saleh, polemik dan kontroversi terkait beberapa materi yang ada dalam RUU Ketahanan Keluarga perlu menjadi perhatian utama sehingga pembahasan tingkat lanjut, bila memang dilanjutkan, akan menjadi lebih mudah.
Apalagi, saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Pembahasan RUU Ketahanan Keluarga juga perlu menyelaraskan dengan Undang-Undang tersebut.*
Baca juga: Pemerintah kaji urgensi RUU ketahanan keluarga
Baca juga: Fraksi Gerindra panggil kader pengusul RUU Ketahanan Keluarga
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga dinilai legitimasi perempuan "tiyang wingking"
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: