Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin kembali memanggil istri dan anak dari mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada 2011-2016.

Keduanya diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS). Istri Nurhadi adalah Tin Zuraida yang merupakan Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kemenpan RB sedangkan anak Nurhadi, yakni Rizqi Aulia Rahmi, swasta.

"Keduanya diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HS terkait tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung pada 2011-2016," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Baca juga: MAKI datangi KPK bawa iPhone 11 dan laporan aset diduga milik Nurhadi

Selain itu, KPK juga memanggil Lusi Indriati, istri dari tersangka HS. Lusi diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk suaminya itu.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Nurhadi, yakni karyawan swasta masing-masing Andi Darma dan Ferdy Ardian.

Sebelumnya, istri Nurhadi tak memenuhi panggilan KPK pada Selasa (11/2) tanpa keterangan. Sedangkan Rizqi juga tak memenuhi panggilan KPK pada Kamis (13/2) tanpa keterangan.

Baca juga: Pimpinan KPK optimistis Nurhadi dapat ditangkap

Baca juga: Nurhadi jadi tersangka, MA: Sudah bukan aparatur MA


Untuk diketahui, Hiendra dan Nurhadi bersama Rezky Herbiyono, swasta atau menantu Nurhadi telah ditetapkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO). KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka.

Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Sebelumnya, Nurhadi juga terlibat dalam perkara lain yang ditangani KPK yaitu penerimaan suap sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).