Waspadai potensi cuaca ekstrem penyebab banjir di DIY, sebut BMKG
22 Februari 2020 14:16 WIB
ARSIP FOTO - Petugas melakukan pemeriksaan penguapan air di Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (24/6/2019). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/ama.
Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai kilat dan petir serta angin kencang dengan durasi yang panjang dan dapat mengakibatkan longsor, banjir dan banjir bandang di daerah Yogyakarta.
"Kondisi cuaca ekstrem tersebut dipicu oleh pertumbuhan awan-awan konvektif (awan cumulonimbus) secara intensif. Kejadian banjir bandang umumnya dipicu oleh hujan dengan intensitas lebat atau hujan berdurasi panjang, yang terjadi di hulu sungai," kata Kepala Stasiun Klimatologi Sleman Yogyakarta Reni Kraningtyas dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
BMKG memperingatkan agar masyarakat untuk selalu waspada dengan tanda-tanda yang bisa menunjuk akan terjadi banjir bandang. Salah satu pertandanya adalah ketika terlihat awan hitam tebal ke arah hulu sungai, meski cuaca di kawasan hilir cerah atau tidak hujan.
Sebelumnya, BMKG telah memprakirakan bahwa puncak musim hujan dan cuaca ekstrem akan terjadi dari Februari sampai dengan Maret 2020. Mereka memperingatkan masyarakat untuk terus memantau cuaca dan menyesuaikan aktivitas yang ada.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga mengatakan puncak musim hujan dapat memungkinkan hujan ekstrem yang terjadi karena dua faktor yaitu curah hujan tinggi dan berlangsung lama.
Matahari, kata Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, sekarang sudah mendekati ke arah utara tapi masih berada di kawasan belahan selatan, jadi puncak pembentukan awan masih berada di selatan sehingga mengakibatkan hujan bisa sering mengguyur.
Menurut dia, masalah yang dihadapi sekarang adalah daya dukung lingkungan yang menurun akan mengakibatkan dengan curah hujan yang tidak terlalu ekstrem pun bisa menimbulkan genangan, apalagi bila terjadi hujan ekstrem.
Baca juga: BPBD DIY: jumlah korban meninggal hanyut di Sleman menjadi 7 orang
Baca juga: Korban meninggal terseret banjir jadi lima orang, sebut Polda DIY
Baca juga: BPBD Sleman: Enam siswa meninggal dunia terseret Sungai Sempor
"Kondisi cuaca ekstrem tersebut dipicu oleh pertumbuhan awan-awan konvektif (awan cumulonimbus) secara intensif. Kejadian banjir bandang umumnya dipicu oleh hujan dengan intensitas lebat atau hujan berdurasi panjang, yang terjadi di hulu sungai," kata Kepala Stasiun Klimatologi Sleman Yogyakarta Reni Kraningtyas dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
BMKG memperingatkan agar masyarakat untuk selalu waspada dengan tanda-tanda yang bisa menunjuk akan terjadi banjir bandang. Salah satu pertandanya adalah ketika terlihat awan hitam tebal ke arah hulu sungai, meski cuaca di kawasan hilir cerah atau tidak hujan.
Sebelumnya, BMKG telah memprakirakan bahwa puncak musim hujan dan cuaca ekstrem akan terjadi dari Februari sampai dengan Maret 2020. Mereka memperingatkan masyarakat untuk terus memantau cuaca dan menyesuaikan aktivitas yang ada.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga mengatakan puncak musim hujan dapat memungkinkan hujan ekstrem yang terjadi karena dua faktor yaitu curah hujan tinggi dan berlangsung lama.
Matahari, kata Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, sekarang sudah mendekati ke arah utara tapi masih berada di kawasan belahan selatan, jadi puncak pembentukan awan masih berada di selatan sehingga mengakibatkan hujan bisa sering mengguyur.
Menurut dia, masalah yang dihadapi sekarang adalah daya dukung lingkungan yang menurun akan mengakibatkan dengan curah hujan yang tidak terlalu ekstrem pun bisa menimbulkan genangan, apalagi bila terjadi hujan ekstrem.
Baca juga: BPBD DIY: jumlah korban meninggal hanyut di Sleman menjadi 7 orang
Baca juga: Korban meninggal terseret banjir jadi lima orang, sebut Polda DIY
Baca juga: BPBD Sleman: Enam siswa meninggal dunia terseret Sungai Sempor
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: