Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan menginginkan nilai keekonomian komoditas rumput laut yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah, dapat benar-benar dioptimalkan dan ditingkatkan daya saing produknya secara global.

"Meski budidaya rumput laut melimpah, tetapi nilai keekonomiannya tidak semaksimal yang seharusnya bisa diperoleh," kata Sekretaris Ditjen Perikanan Budidaya KKP, Gemi Triastutik, dalam peluncuran Program Kerja Sama Pemerintah Indonesia dan Australia tentang Perbaikan Produksi Bibit Rumput Laut yang digelar di Kantor KKP Jakarta, Jumat.

Menurut dia, saat ini masih banyak komoditas rumput laut yang diekspor secara mentah, padahal seharusnya dapat dikembangkan sehingga lebih memiliki nilai tambah.

Baca juga: KKP: Sumba Timur percontohan industrialisasi rumput laut nasional


Selain itu, ia juga mengingatkan mengenai banyaknya industri yang bisa terkait dengan proses dan hasil hilirisasi rumput laut antara lain industri farmasi dan kosmetik.

Mengenai jumlah produksi rumput laut, Gemi memaparkan bahwa produksi rumput laut pada tahun 2018 mencapai hingga sekitar 10 juta ton, atau sekitar 65 persen dari nilai produksi budidaya nasional.

Ia mengemukakan pula bahwa FAO pada tahun 2018 juga menyebutkan bahwa Indonesia adalah produsen rumput laut terbesar kedua di dunia setelah Republik Rakyat China.

Kolaborasi antara RI-Australia itu diformalkan melalui penandatanganan komitmen kerja sama antara KKP, Australia-Indonesia Partnership for Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (PRISMA), dan Yayasan Kalimanjari.

Baca juga: Ekspor rumput laut Nunukan ke China terhambat virus corona


Dalam acara tersebut, Konselor Kedubes Australia, Robert Brink menyampaikan bahwa Pemerintah Australia senang dapat mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan sektor rumput laut nasional.

"Selain mendorong produksi rumput laut nasional, upaya ini juga diharapkan membantu meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut Indonesia melalui penyediaan bibit rumput laut yang berkualitas, jalur distribusinya dan tata niaga secara lebih luas," katanya.

Sementara itu, CEO PRISMA Goetz Ebbeke mengutarakan harapannya agar pihaknya dapat mendukung KKP dalam mencapai target output dan produksi melalui rekomendasi pemutakhiran perangkat dan basis data, meningkatkan kolaborasi dengan memfasilitasi koordinasi antarpihak, serta merancang kerangka kerja yang melibatkan peran sektor swasta untuk keberlanjutan sistem pasar rumput laut.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Nunukan Dian Kusumanto menyatakan pengiriman atau ekspor rumput laut dari Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tujuan China mengalami hambatan sejak awal 2020 akibat merebaknya virus corona yang melanda negara itu.

Baca juga: Dirjen KKP: 840.000 hektare belum termanfaatkan untuk rumput laut


"Memang faktor virus corona sampai sekarang tidak ada pengiriman rumput laut ke China. Pastilah ada pengaruhnya," sebut Dian di Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (10/2).

Dian juga menambahkan bahwa selama merebaknya virus corona ini, maka berpotensi tidak ada permintaan rumput laut dari pengusaha negara itu.

Padahal, lanjut Dian, sebelum adanya virus corona tersebut biasa ada permintaan setiap bulan dari China sebab memang pada awal dimulainya ekspor rumput laut pertama kali ke negara itu.

Ia mengakui harga rumput laut di Kabupaten Nunukan tidak bisa stabil karena banyak dipengaruhi oleh nilai ekspor ke negara lain utamanya Republik Rakyat China dan Korea Selatan yang menjadi negara tujuan ekspor.

Baca juga: KKP targetkan produksi 10,99 juta ton rumput laut pada 2020