Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) memeriksa mantan Direktur Utama PT Patut Patuh Patju (BUMD Lombok Barat) Lalu Azril Sopandi terkait kasus korupsi pengelolaan pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC).

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan, di Mataram, Kamis, mengatakan Lalu Azril diperiksa sebagai saksi untuk Manajer Keuangan PT Patut Patuh Patju (Tripat) Abdurrazak yang ditetapkan sebagai tersangka tambahan.

"Lalu Azril diperiksa sebagai saksi untuk Razak," kata Dedi.

Dia menjelaskan bahwa pemeriksaannya dilaksanakan dalam dua hari berturut-turut terhitung sejak Senin (17/2) lalu. Untuk pemeriksaan Selasa (18/2), Lalu Azril memberikan keterangan lanjutan ke hadapan penyidik jaksa.

Perihal materi pemeriksaannya, Dedi enggan menjelaskan karena hal tersebut masuk dalam materi penyidikan. Namun dia memastikan, pemeriksaan Lalu Azril ini merupakan bagian dari tahap penyidikan tersangka tambahan, Abdurrazak.

Lalu Azril merupakan tersangka pertama dalam kasus ini yang berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.

Namun, berkas perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan. Rencananya, berkas perkara Lalu Azril akan dilimpahkan bersama dengan milik tersangka tambahan.

"Jadi berkasnya ini displit, biar nanti pas persidangan, sama-sama diperiksa sebagai saksi. Lalu Azril sebagai saksi Razak, begitu juga sebaliknya," ujar Dedi.
Baca juga: Kejati NTB tahan tersangka baru kasus pengelolaan LCC

PT Tripat sebagai BUMD Lombok Barat mengeluarkan anggaran penyertaan modal pengelolaan LCC senilai Rp1,7 miliar. Dari penyertaan itu, sebanyak Rp400 juta diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Namun perihal persoalan ruislag Gedung Dinas Pertanian Lombok Barat belum terungkap dan masih mengendap di penyidikan jaksa.

Dalam hal ini, PT Bliss yang menjadi pihak ketiga memberikan uang Rp2,7 miliar ke PT Tripat untuk pembangunan Gedung Dinas Pertanian Lombok Barat yang berdiri di atas lahan LCC.

Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), muncul kerugian negara Rp600 juta. Jumlah kerugian negara itu dihitung dari item pembangunannya.