Tinggi angka kasus corona di Singapura disebut wujud langkah proaktif
19 Februari 2020 20:04 WIB
Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar tengah) bersama Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kesehatan RI Acep Somantri (kanan) dalam diskusi Diplomatic Forum yang digelar oleh RRI di Jakarta pada Rabu (19/2/2020). (ANTARA/Suwanti)
Jakarta (ANTARA) - Tingginya kasus positif infeksi virus corona di Singapura tidak berarti bahwa wabah penyakit tersebut telah menyebar luas di negara itu melainkan wujud langkah proaktif pemerintah, demikian pernyataan Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar pada Rabu di Jakarta.
"Justru berarti bahwa kami (pemerintah Singapura, red) telah melakukan langkah yang sangat telaten, hati-hati, dan juga efektif dalam hal penelusuran kontak penyakit ini, juga secara proaktif melihat kemungkinan penyebarannya di masyarakat," ujar Nayar dalam diskusi Diplomatic Forum yang digelar RRI.
Per tanggal 18 Februari, Singapura mengonfirmasi negaranya menangani 81 kasus positif infeksi virus bernama resmi COVID-19 itu sejak kasus pertama muncul di sana pada 23 Januari, dengan 29 pasien di antaranya berhasil pulih.
"Dibanding menunggu masyarakat mendatangi rumah sakit dan melaporkan gejala infeksi yang mungkin dialami, pihak berwenang kami justru menelusuri siapa saja yang berkontak dengan seorang yang telah terinfeksi, kemudian melakukan pengujian terhadap mereka," kata Nayar menjelaskan.
Singapura sendiri menaruh perhatian pada dua hal ekstrem yang mungkin terjadi di tengah situasi wabah penyakit ini, yaitu menggampangkan keadaan dan panik, yang diklaim hingga sekarang tidak terjadi di negara itu berkat upaya pencegahan.
"Kami sempat mengalami wabah SARS pada 2003. Dan sejak saat itu, kami menempatkan sejumlah langkah dan tindakan yang memastikan bahwa pelajaran dari penanganan SARS akan membantu kami menghadapi situasi wabah kali ini," ujar Nayar.
Menurut dia, situasi wabah SARS dan COVID-19 hampir serupa namun berbeda dalam hal ancaman terhadap masyarakat, "setidaknya dari yang dipelajari hingga saat ini, corona tidak seberbahaya SARS."
Komentar Nayar didukung oleh Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kesehatan RI Acep Somantri yang menyebut bahwa tidak perlu panik dengan keadaan wabah saat ini, mengingat penyebarannya di 27 negara di luar China--yang merupakan pusat wabah bermula--hanya terhitung satu persen saja.
"Tidak ada alasan untuk panik atau takut, karena sistem telah disiapkan pada tempatnya, ada pula jejaring yang bukan hanya dalam tingkat nasional namun juga internasional, sehingga kita bisa bekerja bersama dan bersolidaritas," kata Acep dalam acara yang sama.
Dia menambahkan bahwa berdasarkan data hingga saat ini, tingkat keparahan dari COVID-19 hanya 2,6 persen, terpaut jauh jika dibandingkan dengan SARS dalam angka sekitar 10 persen dan MERS CoV yang mencapai 34-35 persen.
Baca juga: Dubes Singapura tegaskan beri pelayanan sama buat semua pasien corona
Baca juga: Hadapi virus corona, Singapura tetap sambut wisatawan Indonesia
Baca juga: Virus meningkat seiring resesi yang membayangi Singapura dan Jepang
"Justru berarti bahwa kami (pemerintah Singapura, red) telah melakukan langkah yang sangat telaten, hati-hati, dan juga efektif dalam hal penelusuran kontak penyakit ini, juga secara proaktif melihat kemungkinan penyebarannya di masyarakat," ujar Nayar dalam diskusi Diplomatic Forum yang digelar RRI.
Per tanggal 18 Februari, Singapura mengonfirmasi negaranya menangani 81 kasus positif infeksi virus bernama resmi COVID-19 itu sejak kasus pertama muncul di sana pada 23 Januari, dengan 29 pasien di antaranya berhasil pulih.
"Dibanding menunggu masyarakat mendatangi rumah sakit dan melaporkan gejala infeksi yang mungkin dialami, pihak berwenang kami justru menelusuri siapa saja yang berkontak dengan seorang yang telah terinfeksi, kemudian melakukan pengujian terhadap mereka," kata Nayar menjelaskan.
Singapura sendiri menaruh perhatian pada dua hal ekstrem yang mungkin terjadi di tengah situasi wabah penyakit ini, yaitu menggampangkan keadaan dan panik, yang diklaim hingga sekarang tidak terjadi di negara itu berkat upaya pencegahan.
"Kami sempat mengalami wabah SARS pada 2003. Dan sejak saat itu, kami menempatkan sejumlah langkah dan tindakan yang memastikan bahwa pelajaran dari penanganan SARS akan membantu kami menghadapi situasi wabah kali ini," ujar Nayar.
Menurut dia, situasi wabah SARS dan COVID-19 hampir serupa namun berbeda dalam hal ancaman terhadap masyarakat, "setidaknya dari yang dipelajari hingga saat ini, corona tidak seberbahaya SARS."
Komentar Nayar didukung oleh Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kesehatan RI Acep Somantri yang menyebut bahwa tidak perlu panik dengan keadaan wabah saat ini, mengingat penyebarannya di 27 negara di luar China--yang merupakan pusat wabah bermula--hanya terhitung satu persen saja.
"Tidak ada alasan untuk panik atau takut, karena sistem telah disiapkan pada tempatnya, ada pula jejaring yang bukan hanya dalam tingkat nasional namun juga internasional, sehingga kita bisa bekerja bersama dan bersolidaritas," kata Acep dalam acara yang sama.
Dia menambahkan bahwa berdasarkan data hingga saat ini, tingkat keparahan dari COVID-19 hanya 2,6 persen, terpaut jauh jika dibandingkan dengan SARS dalam angka sekitar 10 persen dan MERS CoV yang mencapai 34-35 persen.
Baca juga: Dubes Singapura tegaskan beri pelayanan sama buat semua pasien corona
Baca juga: Hadapi virus corona, Singapura tetap sambut wisatawan Indonesia
Baca juga: Virus meningkat seiring resesi yang membayangi Singapura dan Jepang
Pewarta: Suwanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020
Tags: