Presiden diminta dihadirkan di MK untuk perkara revisi UU KPK
19 Februari 2020 17:40 WIB
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kedua kiri) bersama Hakim Konstitusi Aswanto (kiri), Arief Hidayat (kedua kanan) dan Wahiduddin Adams (kanan) memimpin sidang uji formil UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/2/2020). Sidang uji formil atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemohon yaitu ahli hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Jakarta (ANTARA) - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, Saut Situmorang, dan sejumlah pegiat antikorupsi meminta Mahkamah Konstitusi menghadirkan Presiden Joko Widodo untuk memberikan keterangan terkait perkara uji formil revisi UU KPK.
"Apakah memungkinkan perkara nomor 79 meminta Mahkamah menghadirkan presiden di ruangan ini karena banyak persoalan yang saya rasa tidak bisa dijawab perwakilan dan harus dijawab Presiden langsung," ujar kuasa mantan pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi, Kurnia Ramadhana, dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
Dalam kesempatan tersebut, ahli yang dihadirkan pemohon, akademisi hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar pun menuturkan menteri tidak dapat mendaku sebagai presiden, apalagi dalam tahapan persetujuan rancangan undang-undang.
Baca juga: Agus Rahardjo dkk hadirkan 2 akademisi hukum sebagai ahli
Ia mengaku ragu Presiden Jokowi mengetahui hal-hal yang terjadi dalam proses pembahasan hingga pengesahan karena diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Makanya menurut saya, dipanggil, didengar keterangannya apa sebab musabab Presiden tidak menandatangani. Harusnya ada penjelasan itu, apa karena tidak setuju isinya, atau kalau, misalnya, aspirasi masyarakat menolak tidak menandatangani?" ujar Zainal.
Menanggapi permintaan tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menuturkan keputusan mengundang Presiden Jokowi ke dalam sidang akan ditentukan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH).
Baca juga: Hakim konstitusi soroti Agus Rahardjo dkk mengaku bagian eksekutif
"Yang diminta hadir sebenarnya Presiden, tetapi sudah dikuasakan. Menurut undang-undang bisa memberi kuasa kepada menterinya. Usulan tambahan kuasa pemohon akan dirapatkan lagi dalam RPH nanti, lihat urgensinya," tutur anwar Usman.
Ada pun pemohon dalam permohonannya mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Baca juga: Agus Rahardjo dkk masih kesulitan dapatkan bukti rapat DPR
"Apakah memungkinkan perkara nomor 79 meminta Mahkamah menghadirkan presiden di ruangan ini karena banyak persoalan yang saya rasa tidak bisa dijawab perwakilan dan harus dijawab Presiden langsung," ujar kuasa mantan pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi, Kurnia Ramadhana, dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
Dalam kesempatan tersebut, ahli yang dihadirkan pemohon, akademisi hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar pun menuturkan menteri tidak dapat mendaku sebagai presiden, apalagi dalam tahapan persetujuan rancangan undang-undang.
Baca juga: Agus Rahardjo dkk hadirkan 2 akademisi hukum sebagai ahli
Ia mengaku ragu Presiden Jokowi mengetahui hal-hal yang terjadi dalam proses pembahasan hingga pengesahan karena diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Makanya menurut saya, dipanggil, didengar keterangannya apa sebab musabab Presiden tidak menandatangani. Harusnya ada penjelasan itu, apa karena tidak setuju isinya, atau kalau, misalnya, aspirasi masyarakat menolak tidak menandatangani?" ujar Zainal.
Menanggapi permintaan tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menuturkan keputusan mengundang Presiden Jokowi ke dalam sidang akan ditentukan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH).
Baca juga: Hakim konstitusi soroti Agus Rahardjo dkk mengaku bagian eksekutif
"Yang diminta hadir sebenarnya Presiden, tetapi sudah dikuasakan. Menurut undang-undang bisa memberi kuasa kepada menterinya. Usulan tambahan kuasa pemohon akan dirapatkan lagi dalam RPH nanti, lihat urgensinya," tutur anwar Usman.
Ada pun pemohon dalam permohonannya mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Baca juga: Agus Rahardjo dkk masih kesulitan dapatkan bukti rapat DPR
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020
Tags: