Surabaya (ANTARA) - Kementerian perhubungan memberikan kewenangan layanan kapal pandu dan penundaan kepada Pelindo III melalui anak perusahaannya PT Pelindo Marine Service (PMS) di tiga selat, yakni Selat Malaka, Selat Philip serta Selat Singapura, sebagai bagian mendukung kedaulatan NKRI.

Kasubdit Pemanduan dan Penundaan Kapal Direktorat Kepelabuhanan, Kemenhub, Agus Arifianto di Surabaya, Selasa mengatakan pemberian kewenangan tersebut bagian dari tugas pemerintah untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran di lokasi pandu luar biasa, yakni Selat Malaka, Singapura dan Philip.

Dengan pemberian kewenangan, kata dia, kapal-kapal yang melintas di tiga selat tersebut dapat menggunakan sarana bantu atau SDM pandu Pelindo III melalui anak perusahaannya PT PMS.

"Ini penting karena di lokasi pandu luar biasa itu pasarnya cukup potensial, dan sayang apabila tidak bisa dimanfaatkan. Saya harap Pelindo III bisa mewarnai demi NKRI dan untuk bersaing dengan Malaysia dan Singapura yang sudah melakukan pemanduan di lokasi itu," kata Agus.

Direktur Utama PT PMS, Eko Hariyadi Budiyanto mengatakan pemberian kewenangan ini sebuah kepercayaan dari pemerintah kepada BUMN khususnya Pelindo III, yang memang telah berpengalaman dalam melaksanakan tugas pemanduan dan penundaan kapal.

Eko mengakui, kegiatan pemanduan dan penudaan kapal di tiga selat itu memilik potensi besar, dan pasar yang bagus bagi BUMN untuk ambil bagian, sebab 60 persen wilayahnya adalah NKRI, sehingga menjadi tantangan bagi BUMN untuk bersaing dengan perusahaan asing.

"Kami ingin menunjukkan eksistensi kepada masyarakat maritim dunia, bahwa Indonesia juga mampu bersaing mengelola Selat Malaka," kata Eko.

Sementara Pengamat Kemaritiman Saut Gurning menilai kewenangan ini perlu dimaksimalkan Pelindo III secara aktif, sebab total pasar di wilayah cukup besar yakni mencapai 80 ribu layanan pandu, namun sekitar 70 persen masih pergi ke Singapura.

Ia mengatakan daya saing Indonesia di tiga selat itu masih di bawah Malaysia dan Singapura. Namun demikian, perusahaan BUMN bukan berarti tidak mampu, dan bisa dimaksimalkan, karena masih ada kapal Indonesia melintasi di wilayah itu yang bisa dimanfaatkan.

"Kita harus memulai, dan pemberian kewenangan ini harus menjadi langkah bagus untuk bisa ambil bagian di wilayah itu, sebab nilai dari 80 ribu layanan pandu itu sekitar Rp40-45 tirliun, dan ini pasar yang bagus untuk terus ditingkatkan," katanya.