Jakarta (ANTARA) - Pihak kepolisian terus melakukan pengembangan pascapenggerebekan klinik aborsi ilegal di Jalan Paseban No.61, Jakarta Pusat, dan menemukan jika klinik itu diiklankan secara daring menggunakan nama samaran oleh operatornya.

Dalam penggerebekan itu polisi turut meringkus tiga orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka yakni yakni MM yang berperan sebagai dokter yang melakukan aborsi, RM sebagai bidan, dan S sebagai staf administrasi klinik.

"Caranya adalah ketiga tersangka menggunakan media sosial, menggunakan nama kliniknya masing-masing," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Senin.

Dijelaskan Yusri, salah satu tersangka yang berinisial RM memasang iklan pelayanan aborsi dengan nama Klinik Amora dengan alamat di Jalan Radan Saleh, Senen, Jakarta Pusat.

Baca juga: Polisi temukan janin di septic tank klinik aborsi ilegal di Paseban

Baca juga: Polisi telusuri dokter kirim pasien ke klinik aborsi ilegal di Paseban

Baca juga: Klinik aborsi ilegal di Paseban diduga buang janin ke septik tank


"Tetapi pada saat pasien datang, pasien akan berhubungan dengan bidan ini (RM) melalui nomor WhatsApp yang sudah disampaikan melalui media sosial yang ada. Ketemu dia di tempat alamat yang ditujukan bidan ini, dari sana kemudian di antar ke Klinik Paseban untuk dilakukan tindakan," ujar Yusri.

Sub Direktorat 3 Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menggerbek sebuah klinik aborsi ilegal yang beralamat di di Jalan Paseban Raya No.61, Paseban, Senen, Jakarta Pusat pada 10 Februari 2020.

Tersangka MM diketahui berprofesi sebagai dokter, MM dahulu dokter yang berstatus sebagai pegawai negeri di Riau, namun dipecat karena masalah disiplin, RM berperan sebagai bidan dan juga residivis dalam kasus serupa, sedangkan S juga resividis dalam kasus yang sama.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka itu saat ini ditahan di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan lebih intensif.

Mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 83 juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 Ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 jo Pasal 75 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55, 56 KUHP.

Ancaman hukuman akibat tindakan mereka di atas 10 tahun penjara.