BNNP Bali cegah peredaran narkotika jenis "mushroom" melalui desa adat
15 Februari 2020 14:35 WIB
Dokumentasi Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Eko Daniyanto (kedua kanan), bersama jajaran merilis barang bukti narkoba jenis baru, 'magic mushroom,' di Direktorat Tindak Pidana Nakoba, Cawang, Jakarta, Kamis (26/10/2017). Polisi menangkap satu tersangka di Lembang, Bandung, dengan barang bukti 51 kilogram 'magic mushroom' yang terbuat dari jamur kotoran sapi yang mengandung "psilosina." Narkotika jenis ini termasuk dalam golongan I. ANTARA /Galih Pradipta
Denpasar (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNNP) Bali mencegah peredaran narkotika jenis "mushroom" (jamur) melalui peran desa adat alias desa pakraman di Bali.
"Untuk mushroom kita belum pernah melakukan penindakan karena psikotropikanya memang lebih kuat. Mushroom masuk dalam narkotika golongan I, dengan kandungannya yaitu psilocybin dan psilocina," kata Kabid Pemberantasan BNNP Bali, AKBP Nyoman Sebudi, saat dijumpai di Denpasar, Sabtu.
Ia menegaskan, tidak semua mushroom itu mengandung psilocybin dan psilocina. Meskipun menurut informasi yang diterimanya, mushroom memiliki efek dua kali lebih cepat untuk halusinasinya dibandingkan dengan jenis narkoba lainnya.
"Jadi begini mushroom itu ketika belum diolah atau digabungkan dengan faktor lain, ya belum muncul kandungan psilocybin dan psilocina-nya. Kalau masih berupa jamur ya tidak semua jamur mengandung psilocybin. Jadi sah-sah saja budidaya jamur. Maka sekali lagi, yang berperan utama adalah jamurnya, nach jamur itu mengandung zat psilocybin dan psilocina atau tidak," katanya.
Baca juga: Metilon dan "mushroom" masuk kategori narkoba
Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada yang melakukan rehabilitasi karena mushroom. Mushroom memiliki efek ketergantungan rendah, namun daya halusinasinya tinggi.
Pihaknya mengatakan kalau sebelumnya telah melakukan tindakan persuasif baik ke lingkungan masyarakatnya, dan penjual jamur terkait dengan keberadaan mushroom itu sendiri.
"Tindakan persuasif itu dilakukan karena ketidaktahuan penjualnya tentang apa itu mushroom. Kemudian kita sempat mengamankan beberapa blender dan selanjutnya kita musnahkan. Walaupun setelah dibawa ke labfor tidak semuanya mengandung narkotika golongan I," katanya.
Baca juga: BNN : tersangka kripik jamur divonis tujuh tahun
Sebudi mengatakan tetap memberi imbauan terkait efek dari mushroom dan melakukan pencegahan melalui peran desa adat. Untuk desa dinas masih dilakukan tahap sosialisasi karena melalui kegiatan itu pihaknya dapat mengetahui sejauh mana masyarakat memandang itu sebagai suatu ancaman.
"Melalui desa adat dan desa dinas ini sekaligus mengimbau agar para penjual tidak memasarkan mushroom, di antaranya di Kabupaten Karangasem itu ada tapi sekarang sudah tutup karena setelah kami sosialisasi mulai mengerti," katanya.
Ia mengatakan jika ada ditemukan sumber yang memproduksi mushroom akan diberikan penindakan kemudian menunggu hasil laboratorium forensik. "Karena tidak semua mushroom masuk narkotika golongan I dan tidak semuanya bisa ditindak," katanya.
"Untuk mushroom kita belum pernah melakukan penindakan karena psikotropikanya memang lebih kuat. Mushroom masuk dalam narkotika golongan I, dengan kandungannya yaitu psilocybin dan psilocina," kata Kabid Pemberantasan BNNP Bali, AKBP Nyoman Sebudi, saat dijumpai di Denpasar, Sabtu.
Ia menegaskan, tidak semua mushroom itu mengandung psilocybin dan psilocina. Meskipun menurut informasi yang diterimanya, mushroom memiliki efek dua kali lebih cepat untuk halusinasinya dibandingkan dengan jenis narkoba lainnya.
"Jadi begini mushroom itu ketika belum diolah atau digabungkan dengan faktor lain, ya belum muncul kandungan psilocybin dan psilocina-nya. Kalau masih berupa jamur ya tidak semua jamur mengandung psilocybin. Jadi sah-sah saja budidaya jamur. Maka sekali lagi, yang berperan utama adalah jamurnya, nach jamur itu mengandung zat psilocybin dan psilocina atau tidak," katanya.
Baca juga: Metilon dan "mushroom" masuk kategori narkoba
Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada yang melakukan rehabilitasi karena mushroom. Mushroom memiliki efek ketergantungan rendah, namun daya halusinasinya tinggi.
Pihaknya mengatakan kalau sebelumnya telah melakukan tindakan persuasif baik ke lingkungan masyarakatnya, dan penjual jamur terkait dengan keberadaan mushroom itu sendiri.
"Tindakan persuasif itu dilakukan karena ketidaktahuan penjualnya tentang apa itu mushroom. Kemudian kita sempat mengamankan beberapa blender dan selanjutnya kita musnahkan. Walaupun setelah dibawa ke labfor tidak semuanya mengandung narkotika golongan I," katanya.
Baca juga: BNN : tersangka kripik jamur divonis tujuh tahun
Sebudi mengatakan tetap memberi imbauan terkait efek dari mushroom dan melakukan pencegahan melalui peran desa adat. Untuk desa dinas masih dilakukan tahap sosialisasi karena melalui kegiatan itu pihaknya dapat mengetahui sejauh mana masyarakat memandang itu sebagai suatu ancaman.
"Melalui desa adat dan desa dinas ini sekaligus mengimbau agar para penjual tidak memasarkan mushroom, di antaranya di Kabupaten Karangasem itu ada tapi sekarang sudah tutup karena setelah kami sosialisasi mulai mengerti," katanya.
Ia mengatakan jika ada ditemukan sumber yang memproduksi mushroom akan diberikan penindakan kemudian menunggu hasil laboratorium forensik. "Karena tidak semua mushroom masuk narkotika golongan I dan tidak semuanya bisa ditindak," katanya.
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020
Tags: