Washington (ANTARA) - Amerika Serikat, Jumat (14/2) kembali menekan China untuk bergabung dalam perundingan pengendalian senjata nuklir bersama Washington dan Moskow.
AS berusaha mengatasi keengganan Beijing selama ini untuk ikut serta dalam pembicaraan tersebut.
"China telah sekian lama mengatakan tidak akan memasuki perlombaan senjata dengan AS dan Rusia. Sekarang adalah waktunya bagi China untuk menaruh kekayaannya di tempat yang tepat, dan membuktikan bahwa negara itu merupakan pemain internasional yang bertanggung jawab," kata seorang pejabat tinggi pemerintahan Trump.
Senjata nuklir Amerika Serikat dan Rusia jauh lebih besar daripada China. Namun, peningkatan militer Beijing di kawasan Asia-Pasifik telah membuat khawatir para sekutu dan pembuat kebijakan AS.
Presiden Donald Trump telah berusaha membujuk China bergabung dengan Amerika Serikat dan Rusia dalam pembicaraan mengenai perjanjian pengendalian senjata pengganti perjanjian New START 2010 antara Washington dan Moskow, yang akan berakhir Februari mendatang.
China selama ini menolak proposal Trump tersebut dengan alasan bahwa kekuatan nuklirnya yang lebih kecil bersifat defensif dan tidak menimbulkan ancaman.
"Sikap China yang terus diam menciptakan ketidakpastian tentang niat mereka dan menimbulkan kepentingan untuk membuat fokus baru pada pencegahan dan kesiapan militer bagi Amerika Serikat," kata seorang pejabat pemerintah.
New START mempertahankan satu-satunya batasan yang tersisa pada pengerahan nuklir AS dan Rusia.
Beberapa ahli dan anggota parlemen menyebut proposal Trump untuk memasukkan Beijing dalam perjanjian baru sebagai strategi "pil racun" dengan tujuan untuk membunuh START Baru dan mengakhiri pembatasan pada pengerahan nuklir AS.
New START melarang Amerika Serikat dan Rusia mengerahkan lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir, jumlah terendah dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Perjanjian itu juga membatasi rudal berbasis darat dan kapal selam serta perangkat bom yang mengirimnya.
Perjanjian tersebut dapat diperpanjang hingga lima tahun jika kedua belah pihak setuju.
Moskow telah menawarkan untuk segera memperpanjang perjanjian itu tapi Washington belum memutuskan.
Sumber: Reuters
Baca juga: BATAN bersihkan daerah terpapar radiasi nuklir di Serpong
Baca juga: Indonesia menegaskan keamanan nuklir harus komprehensif
AS kembali tekan China untuk gabung perundingan nuklir
15 Februari 2020 12:35 WIB
Presiden AS Ronald Reagan (kanan) dan Presiden Soviet Mikhail Gorbachev menandatangani perjanjian Kekuatan Nuklir Jangka Menengah (INF) di Gedung Putih 8 Desember 1987. ANTARA/REUTERS//File Photo/aa
Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020
Tags: