Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengingatkan penerbitan peraturan daerah (perda) haruslah mempertimbangkan kepentingan publik mengingat perda itu lahir dari kebijakan publik.

"Termasuk dalam hal ini kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) seharusnya juga mempertimbangkan keadilan, transparansi, dan partisipasi publik di dalamnya," kata Trubus di Jakarta, Kamis, dalam diskusi bertajuk "Uji Materi Perda KTR Bogor dan Kepastian Investasi di Era Jokowi" di Jakarta, Kamis.

Trubus mengatakan adanya keberatan dan gugatan dari masyarakat menunjukkan bahwa Perda KTR Bogor belum memenuhi aspek partisipasi publik.

“Masalah pelarangan pemajangan rokok itu berat, apalagi kini display-nya dilarang sampai ke ritel-ritel, harus ditutup pakai gorden. Ini bertentangan dengan kepentingan publik,” kata Trubus.

Baca juga: Pedagang Kota Bogor tunggu proses hukum Perda KTR di MA

Sebelumnya, beberapa pihak juga mengritisi Perda KTR Bogor dari sisi hukum karena dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Dalam kajiannya, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Xaerah (KPPOD) menemukan bahwa Perda KTR Bogor bertentangan secara substantif dengan Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Makanya ini sekarang tergantung kemauan pejabat publiknya. Sekarang kan digugat pedagang karena jelas merugikan pedagang. Seharusnya kebijakan publik tidak boleh merugikan masyarakat kecil,” katanya.

Trubus mendorong masyarakat lebih aktif lagi dalam mengawal gugatan Perda KTR Bogor karena hal ini adalah persoalan publik. Selain persoalan sosial, Perda KTR Bogor juga menimbulkan problem secara ekonomi, yakni ketidakpastian usaha.

Baca juga: 20 kota dan kabupaten di Jabar dan Banten pelajari KTR di Kota Bogor

Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan, ketidakpastian usaha merupakan musuh terbesar yang menimbulkan risiko dalam hal kalkulasi biaya dan kegiatan usaha.

“Konteks Perda KTR Bogor ini paradigmanya antirokok, padahal harusnya diuji karena undang-undang sudah menetapkan rokok merupakan barang legal,” katanya.

Pejabat publik seharusnya merujuk pada peraturan yang lebih tinggi dan perundang-undangan sebelum menetapkan sebuah kebijakan publik.

“Intinya harus taat pada undang-undang, kepentingan umum, dan mempertimbangkan kehidupan sosial, norma, dan sebagainya,” katanya lagi.

Bagi Endi Jaweng, gugatan yang diajukan para pedagang tradisional merupakan langkah terhormat. “Judicial review merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh masyarakat untuk menguji keadilan dan kepastian hukum,” katanya.
Baca juga: Revisi Perda KTR Bogor atur area merokok
Baca juga: YLKI soroti hotel langgar KTR di Bogor