KLHK dorong 3,7 juta pemulung ke sektor formal pengolahan sampah
13 Februari 2020 17:27 WIB
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar (kanan) dalam acara Dukungan Standardisasi untuk Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Sampah di KLHK, Jakarta, Kamis (13/2/2020). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah berupaya melibatkan 3,7 juta pemulung yang ada di Indonesia saat ini untuk masuk ke dalam sektor formal pengolahan sampah guna mengurangi bahaya ketika berada di hilir.
"Jadi kita punya 3,7 juta orang di sektor informal atau kita sebut pemulung. Selama ini mereka bekerja di hilir, mungut sampah. Bisa enggak kita formalkan mereka," kata Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar dalam Acara Dukungan Standardisasi untuk Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Sampah di KLHK, Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan para pengemudi sepeda motor yang dahulu bekerja di sektor informal, tetapi sekarang banyak beralih ke industri jasa transportasi berbasis aplikasi dengan sistem yang lebih terjamin.
"Bisa jadi mereka ini nantinya bisa bergabung dengan industri start-up misalnya. Seperti pengalaman ojek jadi Gojek," katanya, mencontohkan salah satu perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi ternama di Indonesia.
Baca juga: KLHK dukung penuh pertumbuhan industri dan jasa pengelolaan sampah
Baca juga: KLHK akan telusuri sumber sampah plastik di laut Indonesia
Baca juga: KLHK yakin capai target kelola sampah untuk dukung pencapaian SDGs
"Jadi nanti kita di rumah sudah milah sampah. Tinggal buka aplikasi, 'Saya punya 10 kilo sampah kertas, 5 kilo sampah botol, 5 kilo sampah kemasan (packaging). Datang itu pelaku sektor formal dengan gerobaknya, dengan identitasnya, dengan rompinya. Datang lalu mereka timbang, mereka kasih voucher, dan sebagainya. Bukan enggak mungkin itu terjadi ke depan," katanya lebih lanjut.
KLHK, katanya, ingin orang-orang yang bekerja di sektor informal itu bisa menjadi bagian dari sistem yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dinas kebersihan dalam hal pengolahan sampah.
Langkah tersebut, menurut dia, perlu diupayakan guna mengurangi risiko atau bahaya yang dapat ditimbulkan saat mereka bekerja memungut sampah di bagian hilir.
"Jadi bukan lagi mereka menunggu di (Tempat Pembuangan Akhir) TPA yang penuh dengan risiko, racun, bahaya dan sebagainya. Sehingga yang di koleksi itu lebih bersih dan risiko mereka terkena bahaya saat memungut sampah juga akan semakin turun," ujarnya.
Dalam memberdayakan pelaku sektor informal ke dalam sektor formal pengolahan sampah itu juga Novrizal mengharapkan perhatian dari Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan (Pustanling) untuk standardisasi sistem pengumpulannya.
"Jadi bagaimana misalnya lapaknya itu juga harus standar. Sehingga tidak menimbulkan persoalan baru. Mungkin itu perlu juga dikembangkan standar-standar sistem pengumpulannya," katanya.
KLHK saat ini juga telah meminta pemerintah daerah untuk meregistrasi para pelaku tersebut sehingga menjadi bagian dari sistem pengolahan sampah daerah.*
Baca juga: KLHK targetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2025
Baca juga: KLHK rancang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen
Baca juga: Siti Nurbaya: wujudkan kesamaan langkah dalam pengelolaan sampah
"Jadi kita punya 3,7 juta orang di sektor informal atau kita sebut pemulung. Selama ini mereka bekerja di hilir, mungut sampah. Bisa enggak kita formalkan mereka," kata Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar dalam Acara Dukungan Standardisasi untuk Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Sampah di KLHK, Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan para pengemudi sepeda motor yang dahulu bekerja di sektor informal, tetapi sekarang banyak beralih ke industri jasa transportasi berbasis aplikasi dengan sistem yang lebih terjamin.
"Bisa jadi mereka ini nantinya bisa bergabung dengan industri start-up misalnya. Seperti pengalaman ojek jadi Gojek," katanya, mencontohkan salah satu perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi ternama di Indonesia.
Baca juga: KLHK dukung penuh pertumbuhan industri dan jasa pengelolaan sampah
Baca juga: KLHK akan telusuri sumber sampah plastik di laut Indonesia
Baca juga: KLHK yakin capai target kelola sampah untuk dukung pencapaian SDGs
"Jadi nanti kita di rumah sudah milah sampah. Tinggal buka aplikasi, 'Saya punya 10 kilo sampah kertas, 5 kilo sampah botol, 5 kilo sampah kemasan (packaging). Datang itu pelaku sektor formal dengan gerobaknya, dengan identitasnya, dengan rompinya. Datang lalu mereka timbang, mereka kasih voucher, dan sebagainya. Bukan enggak mungkin itu terjadi ke depan," katanya lebih lanjut.
KLHK, katanya, ingin orang-orang yang bekerja di sektor informal itu bisa menjadi bagian dari sistem yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dinas kebersihan dalam hal pengolahan sampah.
Langkah tersebut, menurut dia, perlu diupayakan guna mengurangi risiko atau bahaya yang dapat ditimbulkan saat mereka bekerja memungut sampah di bagian hilir.
"Jadi bukan lagi mereka menunggu di (Tempat Pembuangan Akhir) TPA yang penuh dengan risiko, racun, bahaya dan sebagainya. Sehingga yang di koleksi itu lebih bersih dan risiko mereka terkena bahaya saat memungut sampah juga akan semakin turun," ujarnya.
Dalam memberdayakan pelaku sektor informal ke dalam sektor formal pengolahan sampah itu juga Novrizal mengharapkan perhatian dari Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan (Pustanling) untuk standardisasi sistem pengumpulannya.
"Jadi bagaimana misalnya lapaknya itu juga harus standar. Sehingga tidak menimbulkan persoalan baru. Mungkin itu perlu juga dikembangkan standar-standar sistem pengumpulannya," katanya.
KLHK saat ini juga telah meminta pemerintah daerah untuk meregistrasi para pelaku tersebut sehingga menjadi bagian dari sistem pengolahan sampah daerah.*
Baca juga: KLHK targetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2025
Baca juga: KLHK rancang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen
Baca juga: Siti Nurbaya: wujudkan kesamaan langkah dalam pengelolaan sampah
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: