Ekspor dan impor tidak alami perubahan signifikan selama wabah corona
13 Februari 2020 15:32 WIB
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai R. Syarif Hidayat (kanan) di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (13-2-2020). ANTARA/Rangga Pandu
Jakarta (ANTARA) - Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai R. Syarif Hidayat menyebutkan data ekspor dan impor nasional tidak mengalami perubahan signifikan selama berkembangnya wabah corona (COVID-19).
"Mengenai data ekspor dan impor, jika melihat tren bulan ke bulan dari Januari hingga Desember tidak ada perubahan signifikan," kata Syarif dalam konferensi pers "Dampak Penyebaran COVID-19 terhadap Ekonomi Indonesia" di Pusat Informasi Terpadu Penanganan Virus Corona, Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis.
Jikapun ada penurunan ekspor dan impor, menurut Syarif, hal itu terjadi 2 pekan sebelum dan 2 pekan sesudah Imlek. Hal ini memang biasa terjadi setiap tahun.
Ia menegaskan bahwa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merupakan negara asal impor terbesar ke Indonesia.
Baca juga: Corona hambat pasokan komponen otomotif General Motors AS
Baca juga: Pameran teknologi terbesar MWC 2020 dibatalkan karena virus corona
Baca juga: Observasi WNI di Natuna berakhir Sabtu pekan ini
Data impor dari RRT pada bulan Desember 2018 sampai dengan Februari 2019 sebesar 28 persen dari total impor Indonesia. Namun, pada bulan Desember 2019—Februari 2020, justru meningkat menjadi 30 persen.
"Jadi, data yang ada belum menunjukkan adanya pengaruh wabah corona," katanya menegaskan.
Meskipun demikian, Ditjen Bea dan Cukai menyatakan pihaknya akan selalu memantau perkembangan ekspor dan impor.
Sejauh ini, kata dia, impor asal RRT masuk ke Indonesia dari enam pelabuhan besar di RRT. Empat pelabuan di antaranya ada penurunan tonase impor, sedangkan dua pelabuhan lain yang lebih dekat dari Wuhan justru mengalami peningkatan volume impor.
"Sebagian besar komoditas dari RRT memang mengalami penurunan sebelum dan setelah Imlek, bersamaan pengumuman kondisi darurat dari WHO. Kami lebih melihat hal ini siklus yang disebabkan Imlek," kata Syarif.
"Mengenai data ekspor dan impor, jika melihat tren bulan ke bulan dari Januari hingga Desember tidak ada perubahan signifikan," kata Syarif dalam konferensi pers "Dampak Penyebaran COVID-19 terhadap Ekonomi Indonesia" di Pusat Informasi Terpadu Penanganan Virus Corona, Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis.
Jikapun ada penurunan ekspor dan impor, menurut Syarif, hal itu terjadi 2 pekan sebelum dan 2 pekan sesudah Imlek. Hal ini memang biasa terjadi setiap tahun.
Ia menegaskan bahwa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merupakan negara asal impor terbesar ke Indonesia.
Baca juga: Corona hambat pasokan komponen otomotif General Motors AS
Baca juga: Pameran teknologi terbesar MWC 2020 dibatalkan karena virus corona
Baca juga: Observasi WNI di Natuna berakhir Sabtu pekan ini
Data impor dari RRT pada bulan Desember 2018 sampai dengan Februari 2019 sebesar 28 persen dari total impor Indonesia. Namun, pada bulan Desember 2019—Februari 2020, justru meningkat menjadi 30 persen.
"Jadi, data yang ada belum menunjukkan adanya pengaruh wabah corona," katanya menegaskan.
Meskipun demikian, Ditjen Bea dan Cukai menyatakan pihaknya akan selalu memantau perkembangan ekspor dan impor.
Sejauh ini, kata dia, impor asal RRT masuk ke Indonesia dari enam pelabuhan besar di RRT. Empat pelabuan di antaranya ada penurunan tonase impor, sedangkan dua pelabuhan lain yang lebih dekat dari Wuhan justru mengalami peningkatan volume impor.
"Sebagian besar komoditas dari RRT memang mengalami penurunan sebelum dan setelah Imlek, bersamaan pengumuman kondisi darurat dari WHO. Kami lebih melihat hal ini siklus yang disebabkan Imlek," kata Syarif.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: