Jakarta (ANTARA) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengingatkan aturan terkait komoditas lobster yang dibuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak hanya menguntungkan pengusaha besar tetapi juga harus memerhatikan beragam aspek lain yang esensial.
Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Kamis, mengutarakan harapannya agar pemerintah dapat membangun sistem budidaya lobster atau penangkapan lobster yang berbasis masyarakat, keberlanjutan lingkungan dan juga menguntungkan.
"Masuknya modal besar dipastikan akan menutup kemungkinan pembudidaya dari masyarakat yang umumnya bermodal kecil akan tumbang. Harusnya mereka yang mendapat dukungan dan perlindungan dari pemerintah," ucap Susan.
Baca juga: DFW tolak wacana membuka kembali ekspor benih lobster
Ia berpendapat bahwa orientasi tata kelola perikanan, khususnya, lobster, kepiting dan rajungan yang disiapkan pada saat ini dianggap hanya menguntungkan pengusaha.
Sementara itu, Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menolak adanya wacana membuka kembali ekspor benih lobster dalam rangka meningkatkan nilai ekspor guna meningkatkan devisa.
"DFW tetap menolak kebijakan ekspor benih lobster dengan alasan lobster adalah salah satu sumber plasma nutfah Indonesia yang mesti dijaga," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan.
Menurut Abdi Suhufan, para penangkap benih lobster yang ada saat ini bisa dialihkan menjadi pembudidaya lobster dengan pendampingan intensif oleh KKP.
Selain itu, ujar dia, guna mengatasi penyelundupan lobster, maka KKP juga perlu lebih mengoptimalkan kerja sama dengan Kepolisian RI.
Ia berpendapat bila benih tetap diekspor maka KKP ke depannya perlu memberlakukan sistem kuota dan menerapkan kuota tersebut dengan transparan dan kriteria ketat kepada eksportir.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan bahwa regulasi sektor kelautan dan perikanan yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus didasarkan kepada kajian ilmiah.
Baca juga: Menteri Edhy tegaskan regulasi perikanan harus didasari kajian ilmiah
"Intinya, semua yang kami keluarkan harus berdasarkan hasil riset dan kajian, bukan kepentingan satu dua orang saja," kata Menteri Edhy dalam acara FGD Konsultasi Publik yang digelar di KKP, Jakarta, Rabu (5/2).
Konsultasi Publik dengan tema "Bergerak Cepat untuk Kesejahteraan Keadilan dan Keberlanjutan" diikuti oleh perwakilan nelayan, pembudidaya, pelaku usaha, asosiasi dan pemangku kepentingan kelautan dan perikanan lainnya.
Salah satu masukan yang disampaikan adalah terkait dengan larangan penangkapan benih lobster sesuai Permen KP Nomor 56/Permen-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari Indonesia.
Berdasarkan data di KKP, benih lobster di perairan Indonesia memang sangat melimpah, di mana jumlahnya mencapai sekitar 12,35 miliar benih per tahun.
Wakil Ketua Bidang Riset dan Pengembangan KP2 KKP, Bayu Priambodo mengaku potensi hidup benih lobster di alam memang sangat kecil, yakni 1:10.000. Artinya, dari 10.000 benih yang punya potensi hidup hingga besar adalah satu ekor saja.
"Begitu induk-induk lobster menetaskan telur di laut, dia dititipkan pada mekanisme alam, mekanisme arus dan mekanisme alam regional," ucap Bayu.
Baca juga: Petugas Bakamla TWNC lepaskan lobster terjebak jaring nelayan
Kiara ingatkan aturan terkait lobster tidak hanya untungkan pengusaha
13 Februari 2020 11:35 WIB
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati. ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi/pri.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: