Sarbumusi Jember demo kritisi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
12 Februari 2020 14:35 WIB
Aksi teatrikal aktivis Sarbumusi Jember dalam melakukan unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di halaman pendapa Wahyawibawagraha Jember, Rabu (12/02/2020) (ANTARA/ Zumrotun Solichah)
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Kabupaten Jember berdemonstrasi mengkritisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang dinilai merugikan kaum buruh dan keluarganya.
Sekitar 100 lebih aktivis Sarbumusi Jember membawa sejumlah poster yang berisi kritikan terhadap RUU Omnibus Law melakukan unjuk rasa di halaman pendapa Wahyawibawagraha dan DPRD Jember, Jawa Timur, Rabu.
"RUU Omnibus Law akan menghilangkan upah minimum pekerja yang selama ini menjadi jaring pengaman sosial bagi buruh dan keluarganya, sehingga para pekerja tidak akan menerima upah sesuai upah minimum kabupaten (UMK) yang diterapkan selama ini dan itu akan merugikan para pekerja," kara Ketua DPC Sarbumusi Jember Umar Faruk di Jember.
Selain itu, lanjut dia, rencana pemerintah atas penerapan sistem upah per jam akan berdampak pada tidak tercapainya jam kerja sebanyak 40 jam dalam seminggu atau tujuh jam dalam sehari dengan ketentuan enam hari kerja sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 pasal 77.
"Upah buruh atas penerapan upah per jam tersebut berdampak pada upah yang akan diterima di bawah UMK, sehingga hal itu akan merugikan kaum buruh," tuturnya.
Dalam RUU Omnibus Law juga menghilangkan hak pekerja atas pesangon dan hak-hak lain yang menyertai pekerja diganti dengan istilah tunjangan PHK yang nilai nominalnya lebih rendah dibandingkan pesangon yang diterima pekerja.
"Tidak ada kepastian dalam bekerja atas rencana penerapan sistem kerja kontrak dan outsourching pada semua usaha tanpa ada batasan, sehingga akan semakin merajalela kerja kontrak dan outsourching tanpa ada kepastian pekerja," katanya.
Dalam RUU tersebut juga berdampak pada hilangnya jaminan sosial ketenagakerjaan program tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua karena tidak ada batasan pada sistem kontrak kerja dan outsoursing.
"Untuk itu kami dengan tegas menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dinilai merugikan buruh, padahal sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 1 menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ujarnya.
Selain mengkritisi RUU Omnibus Law, Sarbumusi Jember juga menagih penyelesaian persoalan pemutusan hubungan kerja 22 buruh dan pemberangusan serikat buruh di perusahaan M-Point yang tidak menjalankan aturan karena membayar buruh di bawah upah minimum.
Di depan pendapa Wahyawibawagraha, para pengunjuk rasa ditemui Bupati Jember Faida dan berjanji akan menyelesaikan persoalan itu karena Pemkab Jember akan menindak tegas perusahaan yang tidak mematuhi aturan UU Ketenagakerjaan.
"Saya dukung Sarbumusi untuk menempuh jalur hukum terkait kasus itu karena negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga diharapkan akan mendapatkan keadilan melalui jalur hukum," katanya.
Sejumlah aktivis Sarbumusi juga menggelar teatrikal yang menggambarkan tentang nasib buruh ketika UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diterapkan akan semakin menyengsarakan nasib kaum buruh.
Baca juga: KSP: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja perhatikan hak buruh
Baca juga: Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diserahkan ke DPR pekan ini
Baca juga: Airlangga: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja rampung, diproses di DPR
Sekitar 100 lebih aktivis Sarbumusi Jember membawa sejumlah poster yang berisi kritikan terhadap RUU Omnibus Law melakukan unjuk rasa di halaman pendapa Wahyawibawagraha dan DPRD Jember, Jawa Timur, Rabu.
"RUU Omnibus Law akan menghilangkan upah minimum pekerja yang selama ini menjadi jaring pengaman sosial bagi buruh dan keluarganya, sehingga para pekerja tidak akan menerima upah sesuai upah minimum kabupaten (UMK) yang diterapkan selama ini dan itu akan merugikan para pekerja," kara Ketua DPC Sarbumusi Jember Umar Faruk di Jember.
Selain itu, lanjut dia, rencana pemerintah atas penerapan sistem upah per jam akan berdampak pada tidak tercapainya jam kerja sebanyak 40 jam dalam seminggu atau tujuh jam dalam sehari dengan ketentuan enam hari kerja sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 pasal 77.
"Upah buruh atas penerapan upah per jam tersebut berdampak pada upah yang akan diterima di bawah UMK, sehingga hal itu akan merugikan kaum buruh," tuturnya.
Dalam RUU Omnibus Law juga menghilangkan hak pekerja atas pesangon dan hak-hak lain yang menyertai pekerja diganti dengan istilah tunjangan PHK yang nilai nominalnya lebih rendah dibandingkan pesangon yang diterima pekerja.
"Tidak ada kepastian dalam bekerja atas rencana penerapan sistem kerja kontrak dan outsourching pada semua usaha tanpa ada batasan, sehingga akan semakin merajalela kerja kontrak dan outsourching tanpa ada kepastian pekerja," katanya.
Dalam RUU tersebut juga berdampak pada hilangnya jaminan sosial ketenagakerjaan program tunjangan pensiun dan tunjangan hari tua karena tidak ada batasan pada sistem kontrak kerja dan outsoursing.
"Untuk itu kami dengan tegas menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dinilai merugikan buruh, padahal sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 1 menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ujarnya.
Selain mengkritisi RUU Omnibus Law, Sarbumusi Jember juga menagih penyelesaian persoalan pemutusan hubungan kerja 22 buruh dan pemberangusan serikat buruh di perusahaan M-Point yang tidak menjalankan aturan karena membayar buruh di bawah upah minimum.
Di depan pendapa Wahyawibawagraha, para pengunjuk rasa ditemui Bupati Jember Faida dan berjanji akan menyelesaikan persoalan itu karena Pemkab Jember akan menindak tegas perusahaan yang tidak mematuhi aturan UU Ketenagakerjaan.
"Saya dukung Sarbumusi untuk menempuh jalur hukum terkait kasus itu karena negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga diharapkan akan mendapatkan keadilan melalui jalur hukum," katanya.
Sejumlah aktivis Sarbumusi juga menggelar teatrikal yang menggambarkan tentang nasib buruh ketika UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diterapkan akan semakin menyengsarakan nasib kaum buruh.
Baca juga: KSP: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja perhatikan hak buruh
Baca juga: Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diserahkan ke DPR pekan ini
Baca juga: Airlangga: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja rampung, diproses di DPR
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020
Tags: