Jakarta (ANTARA) - Indonesia memiliki fasilitas laboratorium yang mampu mendeteksi virus corona atau 2019-novel coronavirus (WHO resmi menamai dengan Covid-19) yakni di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi.

Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes Vivi Setiawati mengatakan sebelum merebak wabah virus novel corona yang pertama kali muncul di Wuhan, China, Indonesia telah mampu melakukan deteksi virus corona seperti Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (Mers Corv) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), serta virus lain seperti virus flu burung, ebola, dan H1N1. Sejak 2005 laboratorium Balitbangkes terakreditasi untuk pemeriksaan flu burung dan itu sudah diakui oleh WHO.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 658 Tahun 2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New emerging dan Re-emerging, Balitbangkes berfungsi sebagai laboratorium pusat rujukan nasional dan pusat kerja sama laboratorium penyakit infeksi new emerging dan re-emerging dengan dunia internasional.

Dalam kunjungan wartawan ANTARA bersama media lain ke laboratorium Balitbangkes khusus bagian virology di lantai 4 di salah satu gedung di kawasan Balitbangkes di Jalan Percetakan Negara, Jakarta, Selasa, para awak media dibawa mengunjungi ruang ekstraksi dan ruang untuk melakukan PCR dalam rangka mengidentifikasi keberadaan virus corona pada RNA yang diperoleh dari spesimen suspect atau orang yang diduga terinfeksi virus itu. Di ruang tersebut, terdapat sejumlah PCR baik yang konvensional maupun real time yang digunakan untuk mendeteksi virus.

Sebelum memasuki laboratorium, para wartawan menggunakan alat pelindung diri seperti baju pelindung tipis berwarna hijau seumpama yang dipakai tenaga medis saat akan melakukan operasi di rumah sakit, masker, sarung tangan, penutup kepala serta sepatu putih khusus.

Dari balik pintu ruang ekstraksi, ada seorang pegawai laboratorium berjubah putih dengan mengenakan penutup kepala dan sarung tangan sedang melakukan proses ekstrasi dengan tingkat keselamatan atau biosafety level 2.

Baca juga: Lembaga Eijkman pastikan kemampuan deteksi virus corona di Indonesia

Dalam fasilitas tingkat keamanan 2, terdapat penggunaan kabinet keselamatan mikrobiologis yang diperlukan untuk penanganan spesimen yang diduga mengandung virus tertentu ketika melakukan ekstraksi RNA untuk PCR. Ini sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Penggunaan kabinet ini ditujukan agar pegawai laboratorium tidak bersentuhan langsung dengan spesimen suspect.

Untuk mengonfirmasi keberadaan virus novel corona 2019 dalam kasus yang diduga, maka dilakukan sejumlah tahapan yakni pengumpulan spesimen klinis yang sesuai untuk pengujian, pengepakan dan pengiriman spesimen ke laboratorium, pengujian virus di laboratorium dengan dua kali pemeriksaan sampel menggunakan mesin polymerase chain reaction (PCR), hingga akhirnya dapat diperoleh hasil uji lab untuk dilaporkan.

Spesimen saluran pernapasan bagian bawah yang dapat diambil meliputi nasofaring, orofaring, sputum (dahak), dan bronchial alveolar lavage.

Selain memiliki fasilitas biosafety level 2 dan 3, laboratorium Balibangkes juga mempunyai biorepository untuk penyimpanan materi genetik dan spesimen klinis dari pasien-pasien.

Fasilitas dan kemampuan untuk melakukan deteksi virus tersebut sudah terstandar WHO. Setiap tahun WHO melakukan proses akreditasi atau quality assurance laboratorium.

Fasilitas laboratorium rujukan nasional penyakit infeksi emerging Balitbangkes memiliki alat dan kemampuan untuk melakukan antara lain kultur, serologis, reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction), sekuensing sanger dan sekuensing next generation, flowcitometri dan mikroskop fluorescens.

Baca juga: WHO: Indonesia mampu deteksi virus novel corona 2019

Menentukan suspect

Di dalam menentukan suspect virus novel corona, WHO membagi empat kategori, pertama adalah pasien dalam pemantauan atau patient under investigation.

"Kalau patient under Investigation itu artinya dia berasal dari daerah terjangkit terus kemudian diduga ada riwayat kontak itu, dia tidak langsung diambil spesimennya tapi dipantau kemudian dikasih kartu kewaspadaan kesehatan," kata Kepala Balitbangkes Siswanto.

Kedua adalah suspect virus corona, yang diduga terinfeksi virus corona karena menunjukkan gejala terinfeksi virus itu seperti batuk, demam, sesak nafas atau kesulitan bernafas dan diketahui ada riwayat kontak ke daerah terinfeksi virus. Terhadap suspect virus corona ini, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengawasan di rumah sakit. Kemudian, dilakukan uji konfirmasi laboratorium terhadap spesimen dari suspect.

Ketiga, setelah spesimen dibawa ke laboratorium untuk uji keberadaan virus, dan didapati suspect dari spesimen tersebut positif virus corona. Tetapi begitu dicek suspect secara khusus untuk uji virus corona jenis novel corona, dia negatif maka masuk kategori "probable" untuk dipantau perkembangan ke depan.

Kategori yang terakhir adalah pasien yang sudah terkonfirmasi positif virus novel corona melalui pemeriksaan di laboratorium menggunakan mesin PCR.

Baca juga: Kemenkes: Indonesia punya kemampuan deteksi virus corona

Uji virus

Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu teknik melakukan uji tes untuk penyakit yang baru atau new emerging seperti virus novel corona 2019 (Covid-19).

Mesin PCR itu dapat melakukan 40 siklus penggandaan DNA atau RNA dengan jumlah untaian 1.100 miliar. Oleh mesin itu, materi genetik berupa RNA dari spesimen suspect virus novel corona dapat dibaca oleh spectrophotometer untuk mengetahui ada tidaknya keberadaan virus itu.

Adapun tahapan pengambilan spesimen hingga pemeriksaan untuk mendeteksi virus adalah menentukan suspect virus dengan benar, melakukan pengambilan spesimen dari suspect, pengepakan dan pengiriman spesimen dengan benar, hingga uji konfirmasi di laboratorium menggunakan PCR.

Untuk pengambilan spesimen virus novel corona 2019 atau Covid-19, harus ditentukan suspect yang benar yakni yang menunjukkan gejala terinfeksi virus seperti batuk, demam, sesak nafas atau kesulitan bernafas, dan diketahui melakukan riwayat kontak atau perjalanan ke daerah yang terdapat kasus positif virus novel corona. Suspect ini akan berada di ruang isolasi untul dipantau di rumah sakit. Pengambilan spesimen dilakukan pihak rumah sakit. Satu pasien minimal diambil untuk 5 spesimen. Spesimen yng diambil kemudian disimpan di dalam virus transport media (VTM).

Pada pengambilan spesimen nasofaring, tenaga medis menggunakan swab yang terbuat dari dacron/rayon steril dengan tangkai plastik. Swab dimasukkan perlahan dari lubang hidung sampai mentok ke nasofaring. Swab kemudian diputar secara perlahan untuk menarik lendir. Kemudian, spesimen dimasukkan ke dalam cryotube untuk disimpan dengan aman.

Spesimen satu dan lain harus diberikan label agar tidak tertukar. Cryotube kemudian dililit parafilm dan dimasukkan ke dalam plastik klip. Spesimen harus disimpan pada suhu 4-8 derajat Celcius sebelum dikirim dan tidak dibekukan di dalam pendingin (freezer). Spesimen dimasukkan ke dalam cool box dan dikirim ke laboratorium rujukan.

Proses pemeriksaan di laboratorium dimulai setelah spesimen diterima, dan hasil pengujian dapat keluar satu hari setelah spesimen diterima.

"Semua sudah kita lakukan sesuai pedoman dan jika ada kasus suspect langsung kita ambil spesimennya," tutur Vivi.

Setelah spesimen diterima oleh laboratorium Balitbangkes, lalu dilakukan pemeriksaan spesimen secara molekuler sesuai dengan pedoman WHO hingga proses pelaporan hasil uji lab.

"Kita semua bekerja sesuai dengan pedoman yang ada di WHO bahwa pengambilan spesimen tidak bisa dilakukan hanya satu kali. WHO menyarankan pengambilan spesimen multiple. Di hari pertama, kita ambil tiga spesimen dari satu pasien, lalu hari kedua kita ambil dua atau tiga spesimen lagi, jadi akan ada minimal 5 spesimen untuk satu pasien," ujarnya.

Di laboratorium, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan dan memastikan pelabelan yang benar terhadap semua spesimen. Kedua, lakukan ekstraksi untuk mengambil RNA dari spesimen itu. Ketiga, setelah RNA didapat maka dicampur dengan reagan atau pereaksi kimia untuk mendeteksi keberadaan virus. Setelah itu, dimasukkan ke dalam mesin real time PCR. PCR akan melakukan perbanyakan RNA agar bisa dibaca oleh spectrophotometer. Hasilnya akan muncul positif atau negatif virus novel corona.

Dari pemeriksaan terhadap 64 kasus yang spesimennya diperiksa untuk uji virus novel corona 2019 yang dilakukan di laboratorium Balitbangkes, didapati 62 kasus negatif virus novel corona 2019 dan dua kasus dalam proses pemeriksaan.

Siswanto menuturkan 64 kasus dalam pengawasan novel coronavirus tercatat per 10 Februari 2020 yang tersebar di 16 provinsi.

Ke-64 kasus tersebut terdiri atas 14 kasus di DKI Jakarta, 11 kasus di Bali, tujuh kasus di Jawa Tengah, enam kasus di Jawa Barat, enam kasus di Jawa Timur, empat kasus di Banten, empat kasus di Sulawesi Utara, tiga kasus di Yogyakarta, dua kasus di Kalimantan Timur, satu kasus di Jambi, satu kasus di Papua Barat, satu kasus di Nusa Tenggara Barat, satu kasus di Kepulauan Riau, satu kasus di Bengkulu, satu kasus di Kalimantan Barat dan satu kasus di Sulawesi Tenggara.

Baca juga: Presiden Jokowi: 62 "suspect" Virus Corona di RI, semuanya negatif
Baca juga: Kemenkes bantah 4 orang teridentifikasi corona di RS Persahabatan
Baca juga: Kemenkes: Enam WNI dari Singapura bukan suspect corona