Tata ruang Ibu Kota Negara harus menguatkan fungsi hutan
11 Februari 2020 18:44 WIB
Tangkapan layar Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Laksmi Wijayanti saat menjelaskan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Ibu Kota Negara baru dalam Dialog Nasional VI Ibu Kota Negara Menuju Ibu Kota Negara Lestari yang Berkelanjutan di Bappenas, Jakarta, Selasa (11/2/2020). (ANTARA/Virna P Setyorini)
Jakarta (ANTARA) - Seorang pakar mengemukakan tata ruang Ibu Kota Negara (IKN) baru harus mampu menguatkan fungsi hutan demi menjaga kondisi lingkungan hidup dan mengembalikan ekosistem kawasan tersebut.
"Yang menarik, seperti HPT, tapi sawit semua isinya di Meranti. Saya ingatkan saja proses yang harus dilalui bukan tidak mungkin isi kawasan (fungsi hutan) berubah. Ketegasan penting sekali," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor Prof Bambang Hero Saharjo seraya mencontohkan kondisi hutan produksi terbatas (HPT) di Riau dalam Dialog Nasional VI Ibu Kota Negara Menuju Ibu Kota Negara Lestari yang Berkelanjutan di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa.
Karena itu ia menegaskan tata ruang tidak boleh melegalkan hal seperti itu, tapi justru memperkuat fungsi hutan di Ibu Kota Negara baru.
Terkait dengan pemberian izin, menurut dia, kepala daerah harus tahu betul posisi lokasi yang diberikan izin. Kalau itu kawasan hutan jangan sekali-kali itu dialihkan, apalagi lokasinya dekat dengan IKN, jangan sekali-kali memalsukan atau manipulasi fakta.
Misalkan, kata dia, lahan gambut jika kedalamannya lebih dari tiga meter berarti berstatus konservasi yang tidak boleh lagi ada izin di sana. Tidak ada pembiaran terhadap upaya pelaksanaan yang ilegal di lapangan.
Menurut dia, jangan sampai timbul konflik. “Syukur sudah dikawal sejak awal. Kalau tidak, bisa jadi masalah baru karena banyak yang mau ambil kesempatan. Perlu ketegasan demi Merah Putih,” ujar dia.
Baca juga: Pindah ibu kota negara, Pemkab Penajam himpun data permasalahan
Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi mengatakan status kawasan hutan menjadi perhatian Walhi, karena berkaitan dengan lingkungan hidup, regulasi dan kondisi di IKN baru.
Jika kawasan hutan tidak digunakan untuk dibangun, lebih baik tetap berstatus kawasan hutan, jangan dilepaskan. "Kalau dilepas banyak tambang yang menanti," katanya.
Baca juga: Presiden wacanakan bangun tol sambungkan Kalsel dan Ibu kota Negara
Karenanya ia mengatakan sikap pemerintah harus jelas, karena status hutan akan melindungi IKN baru.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan lahan yang akan digunakan sebagian besar Hak Guna Usaha (HGU), maka akan ditata ulang tata ruangnya.
Menurut dia, tidak hanya di kawasan IKN, tetapi juga kabupaten/kota di sekitarnya hingga ke provinsi, bahkan nasional.
Baca juga: Menteri PPN: Pusat akan kelola pemerintahan di IKN
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Laksmi Wijayanti mengatakan jika berbicara hutan tentu tidak sekadar bicara statusnya, tetapi juga fungsinya. Maka Sejak awal pembuatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menekankan ruang hijau.
Ia mengatakan bahwa Taman Hutan Raya Bukit Soeharto kondisinya sudah rusak, tapi masih ada potensi seed bank di bawahnya, yang artinya masih ada kemampuan pulih. "Kita tidak ingin jika terbuka maka fungsi dihilangkan saja. Kami tidak mau itu," katanya.
"Yang menarik, seperti HPT, tapi sawit semua isinya di Meranti. Saya ingatkan saja proses yang harus dilalui bukan tidak mungkin isi kawasan (fungsi hutan) berubah. Ketegasan penting sekali," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor Prof Bambang Hero Saharjo seraya mencontohkan kondisi hutan produksi terbatas (HPT) di Riau dalam Dialog Nasional VI Ibu Kota Negara Menuju Ibu Kota Negara Lestari yang Berkelanjutan di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa.
Karena itu ia menegaskan tata ruang tidak boleh melegalkan hal seperti itu, tapi justru memperkuat fungsi hutan di Ibu Kota Negara baru.
Terkait dengan pemberian izin, menurut dia, kepala daerah harus tahu betul posisi lokasi yang diberikan izin. Kalau itu kawasan hutan jangan sekali-kali itu dialihkan, apalagi lokasinya dekat dengan IKN, jangan sekali-kali memalsukan atau manipulasi fakta.
Misalkan, kata dia, lahan gambut jika kedalamannya lebih dari tiga meter berarti berstatus konservasi yang tidak boleh lagi ada izin di sana. Tidak ada pembiaran terhadap upaya pelaksanaan yang ilegal di lapangan.
Menurut dia, jangan sampai timbul konflik. “Syukur sudah dikawal sejak awal. Kalau tidak, bisa jadi masalah baru karena banyak yang mau ambil kesempatan. Perlu ketegasan demi Merah Putih,” ujar dia.
Baca juga: Pindah ibu kota negara, Pemkab Penajam himpun data permasalahan
Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi mengatakan status kawasan hutan menjadi perhatian Walhi, karena berkaitan dengan lingkungan hidup, regulasi dan kondisi di IKN baru.
Jika kawasan hutan tidak digunakan untuk dibangun, lebih baik tetap berstatus kawasan hutan, jangan dilepaskan. "Kalau dilepas banyak tambang yang menanti," katanya.
Baca juga: Presiden wacanakan bangun tol sambungkan Kalsel dan Ibu kota Negara
Karenanya ia mengatakan sikap pemerintah harus jelas, karena status hutan akan melindungi IKN baru.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan lahan yang akan digunakan sebagian besar Hak Guna Usaha (HGU), maka akan ditata ulang tata ruangnya.
Menurut dia, tidak hanya di kawasan IKN, tetapi juga kabupaten/kota di sekitarnya hingga ke provinsi, bahkan nasional.
Baca juga: Menteri PPN: Pusat akan kelola pemerintahan di IKN
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Laksmi Wijayanti mengatakan jika berbicara hutan tentu tidak sekadar bicara statusnya, tetapi juga fungsinya. Maka Sejak awal pembuatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menekankan ruang hijau.
Ia mengatakan bahwa Taman Hutan Raya Bukit Soeharto kondisinya sudah rusak, tapi masih ada potensi seed bank di bawahnya, yang artinya masih ada kemampuan pulih. "Kita tidak ingin jika terbuka maka fungsi dihilangkan saja. Kami tidak mau itu," katanya.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: