Tanggapi riset Harvard,Menkes: Kita sudah sesuai standar internasional
11 Februari 2020 15:05 WIB
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto usai mengikuti rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Gedung Grand Kebon Sirih Jakarta, Selasa (11/2/2020). ANTARA/Fransiska Ninditya/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto menanggapi hasil riset Harvard University terkait dugaan virus Corona yang tidak terdeteksi di negara-negara dengan penerbangan langsung dari dan ke Wuhan, yakni Indonesia dan Kamboja.
Terawan membantah dugaan adanya kasus virus Corona yang tidak terdeteksi. Menurut dia, Kementerian Kesehatan sudah melakukan berbagai tes dan deteksi sesuai standar internasional.
"Apa yang sudah kita kerjakan itu sesuai standar internasional, semua sudah dicek. Peralatan kita kemarin sudah di-fixed-kan dengan Kedutaan Besar AS, kita menggunakan kit (peralatan) dari Amerika," kata Terawan usai mengikuti rapat koordinasi bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Grand Kebon Sirih Jakarta, Selasa.
Dokter militer itu mempersilakan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) dan pihak-pihak lain yang ingin mengetahui prosedur Kemenkes dalam mendeteksi keberadaan virus Corona di Indonesia.
Baca juga: Pelaku pasar yakini virus corona tidak berdampak jangka panjang
"Silakan dari WHO, pun dari Amerika juga kita persilakan untuk ikut melihat prosesnya dengan alat yang mereka punya. Kalau kita terbuka kok, tidak ada yang ditutup-tutupi," tambahnya.
Penelitian terhadap virus Corona dilakukan Kemenkes di Laboratorium BSL 3 (Biosafety Level 3). Laboratorium tersebut juga pernah digunakan untuk meneliti virus MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang disebabkan oleh virus Corona.
"Prinsipnya kita sangat transparan, silakan yang mau memeriksa Laboratorium BSL 3 kita. Wong negara lain sudah mengakui, WHO juga sudah mengakui; kalau ada yang mau survei, riset dan menduga ya silakan saja, tapi jangan mendiskreditkan suatu negara," tegasnya.
Lima peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, Harvard University melakukan riset terhadap penyebaran the 2019 Novel Coronavirus (2019-nCov) yang awalnya ditemukan pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kasus penyakit akibat virus Corona itu meningkat drastis hingga mencapai lebih dari 75.000 kasus pada 25 Januari 2020 dan menyebabkan Kota Wuhan diisolasi. Pada 4 Februari 2020, kasus tersebut menjadi internasional dengan laporan telah terjadi di 28 negara.
Baca juga: Presiden Jokowi: 62 "suspect" Virus Corona di RI, semuanya negatif
Penelitian tersebut menggunakan model Poisson, dengan menghitung jumlah kasus 2019-nCoV yang terkonfirmasi di luar daratan China terhadap jumlah penumpang penerbangan internasional langsung dari Bandara Wuhan ke negara lain.
Diskusi hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi positif antara jumlah penumpang yang melakukan perjalanan udara dari Wuhan terhadap meningkatnya kasus Corona di negara lain. Negara-negara yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan diperkirakan terdapat kasus Corona dengan lebih dari penghitungan 95 persen interval prediksi (PI).
"Di Indonesia dan Kamboja, yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan selama wabah Corona merebak, jumlah kasusnya berada di bawah batas 95 persen PI dan dilaporkan satu sampai nol kasus hingga kini," demikian ditulis dalam hasil riset tersebut.
Penelitian tersebut merekomendasikan Indonesia dan Kamboja untuk memperketat pengawasan dan pengendalian, untuk memastikan kasus Corona terdeteksi.
Baca juga: Menyingkap peran Tim Lima di sarang corona
Terawan membantah dugaan adanya kasus virus Corona yang tidak terdeteksi. Menurut dia, Kementerian Kesehatan sudah melakukan berbagai tes dan deteksi sesuai standar internasional.
"Apa yang sudah kita kerjakan itu sesuai standar internasional, semua sudah dicek. Peralatan kita kemarin sudah di-fixed-kan dengan Kedutaan Besar AS, kita menggunakan kit (peralatan) dari Amerika," kata Terawan usai mengikuti rapat koordinasi bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Grand Kebon Sirih Jakarta, Selasa.
Dokter militer itu mempersilakan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) dan pihak-pihak lain yang ingin mengetahui prosedur Kemenkes dalam mendeteksi keberadaan virus Corona di Indonesia.
Baca juga: Pelaku pasar yakini virus corona tidak berdampak jangka panjang
"Silakan dari WHO, pun dari Amerika juga kita persilakan untuk ikut melihat prosesnya dengan alat yang mereka punya. Kalau kita terbuka kok, tidak ada yang ditutup-tutupi," tambahnya.
Penelitian terhadap virus Corona dilakukan Kemenkes di Laboratorium BSL 3 (Biosafety Level 3). Laboratorium tersebut juga pernah digunakan untuk meneliti virus MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang disebabkan oleh virus Corona.
"Prinsipnya kita sangat transparan, silakan yang mau memeriksa Laboratorium BSL 3 kita. Wong negara lain sudah mengakui, WHO juga sudah mengakui; kalau ada yang mau survei, riset dan menduga ya silakan saja, tapi jangan mendiskreditkan suatu negara," tegasnya.
Lima peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, Harvard University melakukan riset terhadap penyebaran the 2019 Novel Coronavirus (2019-nCov) yang awalnya ditemukan pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kasus penyakit akibat virus Corona itu meningkat drastis hingga mencapai lebih dari 75.000 kasus pada 25 Januari 2020 dan menyebabkan Kota Wuhan diisolasi. Pada 4 Februari 2020, kasus tersebut menjadi internasional dengan laporan telah terjadi di 28 negara.
Baca juga: Presiden Jokowi: 62 "suspect" Virus Corona di RI, semuanya negatif
Penelitian tersebut menggunakan model Poisson, dengan menghitung jumlah kasus 2019-nCoV yang terkonfirmasi di luar daratan China terhadap jumlah penumpang penerbangan internasional langsung dari Bandara Wuhan ke negara lain.
Diskusi hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi positif antara jumlah penumpang yang melakukan perjalanan udara dari Wuhan terhadap meningkatnya kasus Corona di negara lain. Negara-negara yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan diperkirakan terdapat kasus Corona dengan lebih dari penghitungan 95 persen interval prediksi (PI).
"Di Indonesia dan Kamboja, yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan selama wabah Corona merebak, jumlah kasusnya berada di bawah batas 95 persen PI dan dilaporkan satu sampai nol kasus hingga kini," demikian ditulis dalam hasil riset tersebut.
Penelitian tersebut merekomendasikan Indonesia dan Kamboja untuk memperketat pengawasan dan pengendalian, untuk memastikan kasus Corona terdeteksi.
Baca juga: Menyingkap peran Tim Lima di sarang corona
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020
Tags: