Tekan angka kekerdilan-kemiskinan, pemerintah perbaiki data
11 Februari 2020 13:12 WIB
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy (kiri) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto usai mengikuti rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Grand Kebon Sirih Jakarta, Selasa (11/2/2020). ANTARA/Fransiska Ninditya/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengakui data secara rinci terkait dengan masyarakat miskin yang kurang rinci menjadi kendala utama pemerintah mengatasi kekerdilan anak dan masalah kemiskinan.
"Kendala utama data, karena itu tadi ada kesepakatan kita akan segera mempercepat pembangunan Satu Data Indonesia. Nanti di Satu Data Indonesia, data kemiskinan dan data 'stunting' (kekerdilan) itu bisa jadi satu, maka kita akan bisa menyelesaikan masalah lebih sistemik, targetnya juga lebih terukur," kata dia usai mengikuti rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta, Selasa.
Pemerintah akan mempercepat implementasi Satu Data Indonesia, sebagai program pusat data nasional, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019, supaya sasaran anak dengan kasus kekerdilan dan masyarakat miskin lebih terukur.
Menurut dia, data masyarakat miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama ini belum rinci sehingga kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait penanggulangan kemiskinan perlu memiliki data yang lebih detail.
"Data BPS itu kan sifatnya general dan itu harus di-breakdown menjadi lebih detail. BPS kan hanya data statistik, (sementara, red.) kita perlu data yang merupakan perpaduan komplit antara data statistik dan geospasial," kata dia.
Baca juga: Wapres pimpin rakor penurunan angka "stunting" dan kemiskinan
Angka prevalensi kekerdilan secara nasional pada 2019 mencapai 27,6 persen, turun dari angka 30,8 persen pada 2018, sedangkan terkait dengan angka kemiskinan, pemerintah menargetkan penurunan menjadi tujuh hingga 6,5 persen pada akhir 2024.
Target tersebut diharapkan bersamaan dengan turunnya jumlah penduduk miskin menjadi 18,34 hingga 19,75 juta orang.
Selain kendala data, Muhadjir mengakui, kurangnya koordinasi antara K/L dan pemerintah di daerah juga menjadi persoalan belum tercapainya sasaran penanggulangan kekerdilan dan masyarakat miskin.
"Kalau sudah di lapangan, masalahnya itu teknis, (seperti, red.) koordinasi antarkementerian bagaimana supaya terpadu. Semua kementerian itu satu sasaran yang simultan untuk menyelesaikan masalah itu," ujarnya.
Baca juga: Penurunan angka stunting Indonesia perlu dukungan regulasi
Baca juga: Kemenkes:Indonesia butuh inovasi turunkan kekerdilan hingga 19 persen
"Kendala utama data, karena itu tadi ada kesepakatan kita akan segera mempercepat pembangunan Satu Data Indonesia. Nanti di Satu Data Indonesia, data kemiskinan dan data 'stunting' (kekerdilan) itu bisa jadi satu, maka kita akan bisa menyelesaikan masalah lebih sistemik, targetnya juga lebih terukur," kata dia usai mengikuti rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta, Selasa.
Pemerintah akan mempercepat implementasi Satu Data Indonesia, sebagai program pusat data nasional, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019, supaya sasaran anak dengan kasus kekerdilan dan masyarakat miskin lebih terukur.
Menurut dia, data masyarakat miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama ini belum rinci sehingga kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait penanggulangan kemiskinan perlu memiliki data yang lebih detail.
"Data BPS itu kan sifatnya general dan itu harus di-breakdown menjadi lebih detail. BPS kan hanya data statistik, (sementara, red.) kita perlu data yang merupakan perpaduan komplit antara data statistik dan geospasial," kata dia.
Baca juga: Wapres pimpin rakor penurunan angka "stunting" dan kemiskinan
Angka prevalensi kekerdilan secara nasional pada 2019 mencapai 27,6 persen, turun dari angka 30,8 persen pada 2018, sedangkan terkait dengan angka kemiskinan, pemerintah menargetkan penurunan menjadi tujuh hingga 6,5 persen pada akhir 2024.
Target tersebut diharapkan bersamaan dengan turunnya jumlah penduduk miskin menjadi 18,34 hingga 19,75 juta orang.
Selain kendala data, Muhadjir mengakui, kurangnya koordinasi antara K/L dan pemerintah di daerah juga menjadi persoalan belum tercapainya sasaran penanggulangan kekerdilan dan masyarakat miskin.
"Kalau sudah di lapangan, masalahnya itu teknis, (seperti, red.) koordinasi antarkementerian bagaimana supaya terpadu. Semua kementerian itu satu sasaran yang simultan untuk menyelesaikan masalah itu," ujarnya.
Baca juga: Penurunan angka stunting Indonesia perlu dukungan regulasi
Baca juga: Kemenkes:Indonesia butuh inovasi turunkan kekerdilan hingga 19 persen
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: