Legislator: Harus ada pencegahan guru honorer bodong
10 Februari 2020 20:33 WIB
Dokumentasi - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian pada diskusi "Evaluasi Pemilu Serentak, Bisakah Pileg dan Pilpres Dipisah Lagi?" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (26/6/2019). ANTARA/Riza Harahap.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah untuk melakukan pencegahan agar dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak disalahgunakan dengan adanya guru honorer bodong.
"Pada dasarnya, saya mendukung dengan kenaikan batas maksimum penggunaan dana BOS hingga 50 persen, untuk gaji guru honorer. Namun harus ada mekanisme pencegahan agar hal tersebut tidak disalahgunakan, misalnya dengan adanya honorer bodong," ujar Hetifah di Jakarta, Senin.
Pada tahun sebelumnya, dana BOS hanya boleh digunakan maksimum 15 persen (untuk sekolah negeri) dan maksimum 30 persen (untuk sekolah swasta) untuk gaji guru honorer. Namun mulai tahun ini, pemerintah memberikan keleluasaan hingga 50 persen untuk gaji guru honorer.
Baca juga: JPPI: Gaji guru honorer seharusnya bukan dari dana BOS
Baca juga: Nadiem perbolehkan separuh dana BOS digunakan untuk gaji guru
Dia menambahkan keleluasaan tersebut, membuat sekolah lebih fleksibel dalam membelanjakan anggaran sesuai kebutuhannya, termasuk juga jika kebutuhannya tersebut adalah tambahan tenaga pengajar honorer.
"Transparansi harus dikedepankan, data penggunaan harus ditayangkan sehingga siswa, orang tua murid, dan masyarakat bisa memantau. Kemudian sediakan layanan yang bisa dihubungi jika ada penyalahgunaan dana BOS," terang dia.
Baca juga: Penyaluran dana BOS lebih cepat, kata Mendikbud
Baca juga: Nadiem luncurkan Merdeka Belajar terkait mekanisme dana BOS
Selain itu, menurut dia, keleluasaan itu juga jangan sampai membuat manajemen guru tidak efektif. Misalnya jika sebenarnya cukup dengan guru PNS, namun karena adanya ketersediaan dana diadakan guru honorer.
Hetifah meminta pemerintah mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dan disiapkan solusinya.
"Jangan pula sampai menomorduakan hal-hal yang lebih prioritas, misalnya pembangunan sarana dan prasarana," imbuh dia.
Baca juga: Menkeu: Dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah
Baca juga: Pemprov Kalbar alokasi BOS Afirmasi untuk daerah terpencil
"Pada dasarnya, saya mendukung dengan kenaikan batas maksimum penggunaan dana BOS hingga 50 persen, untuk gaji guru honorer. Namun harus ada mekanisme pencegahan agar hal tersebut tidak disalahgunakan, misalnya dengan adanya honorer bodong," ujar Hetifah di Jakarta, Senin.
Pada tahun sebelumnya, dana BOS hanya boleh digunakan maksimum 15 persen (untuk sekolah negeri) dan maksimum 30 persen (untuk sekolah swasta) untuk gaji guru honorer. Namun mulai tahun ini, pemerintah memberikan keleluasaan hingga 50 persen untuk gaji guru honorer.
Baca juga: JPPI: Gaji guru honorer seharusnya bukan dari dana BOS
Baca juga: Nadiem perbolehkan separuh dana BOS digunakan untuk gaji guru
Dia menambahkan keleluasaan tersebut, membuat sekolah lebih fleksibel dalam membelanjakan anggaran sesuai kebutuhannya, termasuk juga jika kebutuhannya tersebut adalah tambahan tenaga pengajar honorer.
"Transparansi harus dikedepankan, data penggunaan harus ditayangkan sehingga siswa, orang tua murid, dan masyarakat bisa memantau. Kemudian sediakan layanan yang bisa dihubungi jika ada penyalahgunaan dana BOS," terang dia.
Baca juga: Penyaluran dana BOS lebih cepat, kata Mendikbud
Baca juga: Nadiem luncurkan Merdeka Belajar terkait mekanisme dana BOS
Selain itu, menurut dia, keleluasaan itu juga jangan sampai membuat manajemen guru tidak efektif. Misalnya jika sebenarnya cukup dengan guru PNS, namun karena adanya ketersediaan dana diadakan guru honorer.
Hetifah meminta pemerintah mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dan disiapkan solusinya.
"Jangan pula sampai menomorduakan hal-hal yang lebih prioritas, misalnya pembangunan sarana dan prasarana," imbuh dia.
Baca juga: Menkeu: Dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah
Baca juga: Pemprov Kalbar alokasi BOS Afirmasi untuk daerah terpencil
Pewarta: Indriani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: