Widodo Muktiyo: Media menghadapi dilema
7 Februari 2020 22:01 WIB
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Widodo Muktiyo bersama anggota dewa penasehat PWI pusat Eduar Depari, anggota dewan pers Agus Sudibyo, Ketua dewan kehormatan PWI Kalsel Faturrahman, pimpres redaksi berita satu promus Dorimulu dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Widodo Muktiyo. ANTARA/ Imam
Banjarmasin (ANTARA) - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Widodo Muktiyo mengatakan pada awalnya media adalah institusi sosial, idealisme, dan perjuangan, namun seiring dengan perkembangan waktu, institusi pers tergesar oleh arus transformasi menjadi institusi korporasi bisnis.
"Tentunya membutuhkan penanganan yang profesional, membutuhkan sumber daya manusia yang unggul dan biaya yang tinggi. Pada saat itulah terjadi dilema," kata Widodo Muktiyo disela-sela kegiatan Hari Pers Nasional 2020 di Banjarmasin, Jumat.
Dikatakan bahwa akan ada 270 Pilkada yang digelar di sembilan provinsi, 244 kabupaten, dan 17 kota. Hari pers tahun ini sangat penting, bagaimana mendudukan diri sebagai insan pers.
Baca juga: Ketika setiap orang bisa jadi wartawan
"Saat inilah terjadi dilema, dilema itu akan kita songsong bersama sama, saya yakin, temen-temen pers atau media sudah mulai didekati oleh para calon-calon kepala daerah," ujarnya.
Entah sebagai tim komunikasi, tim sukses, atau bahkan tim yang membuatkan visi misi calon.
Di sinilah tantangan kualitas media, inilah tantangan seakan-akan memecah tubuh kita, satu sisi independen, obyektif.
Tapi pada sisi lain berada di dalam lingkungan yang harus menyukseskan salah satu calon, ini sesuatu fragmatis, yang akan ketemu dengan idealis.
Baca juga: ANTARA sebagai "corong" negara/publik pada era disrupsi
Satu pers perjuangan, satu pers korporasi, dan inilah yang akan kita bicarakan dengan tokoh tokoh pers, ujar Widodo dalam seminar Hari Pers Nasional (HPN) bertajuk "Media berkualitas untuk Pilkada Damai".
Ketua Dewan Pembina PWI Kalimantan Selatan Faturrahman, mengungkapkan, pers di Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin pernah mengalami trauma terjadi insiden "Jumat kelabu" yaitu terjadi kerusuhan menelan korban jiwa dan pembakaran mall menjelang pemilihan umum.
"Kejadian 1997 itu membuat kami trauma," terangnya.
Baca juga: Megawati minta media massa lebih beri ruang untuk isu perubahan iklim
Baca juga: 100 Hari Kabinet, Erick Thohir paling banyak diberitakan media
"Tentunya membutuhkan penanganan yang profesional, membutuhkan sumber daya manusia yang unggul dan biaya yang tinggi. Pada saat itulah terjadi dilema," kata Widodo Muktiyo disela-sela kegiatan Hari Pers Nasional 2020 di Banjarmasin, Jumat.
Dikatakan bahwa akan ada 270 Pilkada yang digelar di sembilan provinsi, 244 kabupaten, dan 17 kota. Hari pers tahun ini sangat penting, bagaimana mendudukan diri sebagai insan pers.
Baca juga: Ketika setiap orang bisa jadi wartawan
"Saat inilah terjadi dilema, dilema itu akan kita songsong bersama sama, saya yakin, temen-temen pers atau media sudah mulai didekati oleh para calon-calon kepala daerah," ujarnya.
Entah sebagai tim komunikasi, tim sukses, atau bahkan tim yang membuatkan visi misi calon.
Di sinilah tantangan kualitas media, inilah tantangan seakan-akan memecah tubuh kita, satu sisi independen, obyektif.
Tapi pada sisi lain berada di dalam lingkungan yang harus menyukseskan salah satu calon, ini sesuatu fragmatis, yang akan ketemu dengan idealis.
Baca juga: ANTARA sebagai "corong" negara/publik pada era disrupsi
Satu pers perjuangan, satu pers korporasi, dan inilah yang akan kita bicarakan dengan tokoh tokoh pers, ujar Widodo dalam seminar Hari Pers Nasional (HPN) bertajuk "Media berkualitas untuk Pilkada Damai".
Ketua Dewan Pembina PWI Kalimantan Selatan Faturrahman, mengungkapkan, pers di Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin pernah mengalami trauma terjadi insiden "Jumat kelabu" yaitu terjadi kerusuhan menelan korban jiwa dan pembakaran mall menjelang pemilihan umum.
"Kejadian 1997 itu membuat kami trauma," terangnya.
Baca juga: Megawati minta media massa lebih beri ruang untuk isu perubahan iklim
Baca juga: 100 Hari Kabinet, Erick Thohir paling banyak diberitakan media
Pewarta: Imam Hanafi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020
Tags: