Menteri PPPA : Bali masuk peringkat ke-26 perkawinan anak tertinggi
7 Februari 2020 17:29 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Gusti Ayu Bintang Darmawati (Bintang Puspayoga). (Antara/Ayu Khania Pranisitha/2019)
Denpasar (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Gusti Ayu Bintang Darmawati (Bintang Puspayoga) mengatakan bahwa Bali masuk dalam peringkat ke-26 nasional dengan perkawinan anak tertinggi.
"Kalau Bali ada di peringkat ke-26 perkawinan anak tertinggi di mana perkawinan anak di Bali kisarannya ada 8,55 persen, untuk Kota Denpasar perkawinan anak berada di 0,04 persen," kata Bintang Puspayoga, setelah membuka acara Sosialisasi Pendidikan Pranikah di Denpasar, Jumat.
Ia menjelaskan dalam sambutannya bahwa berdasarkan data secara nasional tercatat 11,21 persen perempuan dengan rentang usia 20-24 tahun yang telah melakukan pernikahan saat berusia di bawah 18 tahun. Data tersebut ditemukan pada 20 provinsi dengan jumlah di atas rata - rata.
Baca juga: Pendidikan kesehatan reproduksi dinilai mutlak cegah perkawinan anak
Menurutnya, praktik perkawinan anak memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat dan generasi selanjutnya. Apabila anak perempuan secara fisik belum siap mengandung dan melahirkan itu bisa meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, komplikasi kehamilan, keguguran dan kelahiran bayi dengan berat badan rendah.
"Untuk ke jenjang pernikahan itu kita harus menyiapkan fisik dan mental karena bisa berdampak negatif bagi sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan dampak negatif lainnya," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa Kementerian PPPA memiliki lima prioritas sesuai dengan yang diarahkan oleh Presiden, diantaranya pertama pemberdayaan perempuan di bidang kewirausahaan, kedua peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan, ketiga penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurunkan pekerja anak dan kelima pencegahan perkawinan anak.
"Pernikahan anak ini sangat rentan menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. Untuk jumlahnya itu tergantung melihat dari provinsi mana. Tertinggi ada di Sulawesi Barat sebanyak 19 persen," katanya.
Menurutnya, ketika membahas terkait perkawinan anak akan berkorelasi dengan daerah miskin. Pihak Kementerian PPPA ke depannya akan memberdayakan para perempuan di tingkat desa kondisi SDM dan ekonominya kuat.
Baca juga: Rumah Kitab: Isu perkawinan anak bukan hanya tanggung jawab KPPPA
Baca juga: KPPPA: Perlu kerja ekstra keras turunkan angka perkawinan anak
"Kalau Bali ada di peringkat ke-26 perkawinan anak tertinggi di mana perkawinan anak di Bali kisarannya ada 8,55 persen, untuk Kota Denpasar perkawinan anak berada di 0,04 persen," kata Bintang Puspayoga, setelah membuka acara Sosialisasi Pendidikan Pranikah di Denpasar, Jumat.
Ia menjelaskan dalam sambutannya bahwa berdasarkan data secara nasional tercatat 11,21 persen perempuan dengan rentang usia 20-24 tahun yang telah melakukan pernikahan saat berusia di bawah 18 tahun. Data tersebut ditemukan pada 20 provinsi dengan jumlah di atas rata - rata.
Baca juga: Pendidikan kesehatan reproduksi dinilai mutlak cegah perkawinan anak
Menurutnya, praktik perkawinan anak memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat dan generasi selanjutnya. Apabila anak perempuan secara fisik belum siap mengandung dan melahirkan itu bisa meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, komplikasi kehamilan, keguguran dan kelahiran bayi dengan berat badan rendah.
"Untuk ke jenjang pernikahan itu kita harus menyiapkan fisik dan mental karena bisa berdampak negatif bagi sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan dampak negatif lainnya," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa Kementerian PPPA memiliki lima prioritas sesuai dengan yang diarahkan oleh Presiden, diantaranya pertama pemberdayaan perempuan di bidang kewirausahaan, kedua peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan, ketiga penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurunkan pekerja anak dan kelima pencegahan perkawinan anak.
"Pernikahan anak ini sangat rentan menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. Untuk jumlahnya itu tergantung melihat dari provinsi mana. Tertinggi ada di Sulawesi Barat sebanyak 19 persen," katanya.
Menurutnya, ketika membahas terkait perkawinan anak akan berkorelasi dengan daerah miskin. Pihak Kementerian PPPA ke depannya akan memberdayakan para perempuan di tingkat desa kondisi SDM dan ekonominya kuat.
Baca juga: Rumah Kitab: Isu perkawinan anak bukan hanya tanggung jawab KPPPA
Baca juga: KPPPA: Perlu kerja ekstra keras turunkan angka perkawinan anak
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: