"Kalau terlalu lama, bisa setop produksi teman-teman pengusaha yang bahan bakunya masih impor dari sana. Selain itu, kasihan juga pekerja yang kemudian harus dirumahkan karena tidak produksi," kata Ketua Apindo Jateng Frans Kongi di Semarang, Jumat.
Baca juga: Kemendag hentikan sementara impor dari China karena virus corona
Ia menjelaskan pengusaha di Jateng yang terdampak musibah penyebaran virus corona di Tiongkok adalah pengusaha farmasi, tekstil dan importir bawang putih, khususnya yang masih mengandalkan bahan baku dari Tiongkok.
Kendati penyebaran virus corona menyebabkan kerugian sebagian pengusaha di Jateng, namun dirinya menyebut dampaknya tidak terlalu banyak dan masih di kisaran lima persen.
"Secara umum memang pasti ada dampaknya, sekarang ini ada larangan pemerintah ke China, tidak tahu sampai kapan, tapi saya pikir tidak terlalu lama. Ya ini ada soal juga terkait bahan baku, di Jateng ada pabrik farmasi yang masih harus impor bahan baku dari China. Ada bawang putih, kain untuk industri tekstil dan pabrik baja juga, namun saya pikir, ini tidak terlalu banyak berdampak," ujarnya.
Baca juga: Mendag: Larangan impor hewan hidup dari China hanya sementara
Frans Kongi meminta Pemerintah Indonesia bisa memberikan berbagai keringanan bagi pengusaha di Jateng setelah dibukanya kembali impor dari China.
Sementara itu, penghentian impor bawang putih dari Tiongkok mengakibatkan harga komoditas itu di pasar-pasar tradisional mengalami kenaikan hingga mencapai 100 persen.
Berdasarkan pantauan di Pasar Karangayu Semarang, harga bawang putih impor mengalami kenaikan menjadi Rp60 ribu per kilogram, dari sebelumnya hanya Rp30 ribu per kg.
Baca juga: 30 persen bahan baku dari China, Menperin siapkan subtitusi impor
Seorang penjual bawang putih, Rohyati, mengatakan bahwa kenaikan harga tersebut karena tersendatnya pasokan akibat ada larangan impor dari Tiongkok.
"Akibat tingginya harga bawang dari China itu, dagangan saya menjadi kurang laku," katanya.
Baca juga: Selain bawang putih, ini komoditas yang banyak diimpor dari China