Palembang (ANTARA) - Perekonomian Sumatera Selatan rentan risiko global karena struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pertumbuhan ekonominya masih didominasi sektor pertambangan dan penggalian yakni sebesar 20,55 persen.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Harry Widodo mengatakan hingga kini Sumatera Selatan masih bertumpu pada kinerja ekspor tiga komoditas utama yakni batu bara, karet, dan sawit.

“Harga komoditas ditentukan pasar global, kondisi ini yang membuat ekonomi Sumatera Selatan sangat rentan risiko,” kata Harry yang dijumpai setelah acara rilis Badan Pusat Statistik di Palembang, Rabu.

Baca juga: BPS catat ekonomi Indonesia pada 2019 tumbuh 5,02 persen

Ia mengatakan seperti rilis BPS disebutkan sektor pertambangan dan penggalian pada 2019 hanya tumbuh 8,27 persen karena dipengaruhi penurunan harga komoditas.

Kondisi ini tentunya sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada 2019 yang hanya 5,71 persen atau lebih rendah jika dibandingkan 2018 yang mencapai 6,04 persen.

Menurut Harry, Provinsi Sumatera Selatan harus menemukan sumber ekonomi baru untuk meminimalisasi resiko ekonomi global, seperti pelemahan ekonomi dunia akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Bank Indonesia menilai langkah pemerintah daerah yang mendorong realisasi Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api merupakan pilihan tepat. Jika ini terwujud maka diversifikasi ekonomi berupa hilirisasi yang selama ini diinginkan akan terwujud,” kata dia.

Kendati demikian Bank Indonesia menilai Sumatera Selatan harus mengembangkan sektor pariwisata. Sektor tersebut, kata dia, sangat menjanjikan pada masa mendatang seiring dengan perubahan perilaku konsumsi masyarakat yang mengutamakan kegiatan rekreasi.

Baca juga: Presiden bersyukur pertumbuhan ekonomi 5,02 persen meski melambat