Jakarta (ANTARA) - Perusahaan swasta yang ingin membantu mengalirkan listrik untuk masyarakat kurang mampu masih terganjal kebijakan dari pemerintah, kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulayan.
"Kami membuka seluas-luasnya, hingga melibatkan swasta untuk mengalirkan listrik di daerah 3T, namun masih ada aturan yang mengganjal," kata Rida saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII di Senayan, Jakarta, Rabu.
Salah satu aturan yang mengganjal adalah mengenai subsidi listrik, di mana yang boleh mengelola biaya subsidi listrik adalah perusahaan BUMN atau PLN.
Kategori masyarakat tidak mampu, kapasitas kemampuannya kurang dari 450 VA, sedangkan subsidi diberikan kepada golongan tersebut (kurang dari 450 VA). Masalah utama kadang hanya pada distribusi jaringan, di mana ada daerah yang belum ada jaringan listrik menuju rumah mereka, padahal dilewati transmisi.
Baca juga: Anggota DPR: Perjelas definisi elektrifikasi untuk akurasi data
Untuk memberikan sambungan listrik gratis tersebut, biaya yang diperlukan paling tidak adalah Rp11 triliun sedangkan kemampuan PLN hanya Rp2,1 triliun. Oleh karena itu mau tidak mau pemerintah akan melibatkan pihak swasta di mana sudah terdapat Permen ESDM yang mengatur hal tersebut.
"Mengenai pengelolaan subsidi yang berbenturan dengan swasta, kami coba melalui PLN, agar perusahaan BUMN tersebut menggandeng swasta secara 'b to b' atau bagaimana nanti bentuknya bisa menyesuaikan," kata Rida.
Berdasarkan data dari BPS, sebanyak 800 ribu rumah tangga di Indonesia belum menikmati listrik di rumah mereka. Namun, angka tersebut merupakan catatan pada 2010 sehingga erlu peninjauan ulang agar lebih tepat sasaran antara APBN, PLN dan pihak swasta dalam mengalirkan listrik di wilayah 3T.
Baca juga: Kemendagri sebut 14 ribu desa belum menikmati listrik
Swasta terganjal aturan bantu listriki masyarakat tidak mampu
5 Februari 2020 14:38 WIB
Ditjen Ketenagalistrikan paparkan capaian elektrifikasi dihadapan Komisi VII, DPR. ANTARA/Afut Syafril/pri.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: