Artikel
Proyek bantaran Kali Krendang tidak kesampingkan RTH?
Oleh Ricky Prayoga
4 Februari 2020 21:30 WIB
Kanan ke kiri, Kepala Departemen Manajemen Aset dan Properti Jakarta Utilitas Propertindo (JUP) Hafidh Fathoni; Ketua RW 15 Jalan Pluit Kali Karang Indah Timur, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Hartono Liu; dan Ketua Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) Kelurahan Pluit, Purwanto, saat meninjau lahan di bantaran Kali Krendang, Selasa (4/2/2020). (Antara/Ricky Prayoga)
Jakarta (ANTARA) - Lahan di bantaran kali Krendang, Jalan Pluit Kali Karang Indah Timur, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, sempat jadi polemik lantaran diduga ada alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Bahkan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta sempat melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Senin (3/2) ke lokasi yang disebut oleh ketua RW 12 di sana, proyek itu mendapatkan penolakan warga karena menghilangkan fungsi RTH yang dipelihara warga di sana dengan dibuatkan taman secara swadaya.
Namun kini, proyek di lahan seluas 2,3 hektar di bantaran Kali Krendang, Jalan Pluit Kali Karang Indah Timur, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, yang salah satunya akan dijadikan pusat UKM itu, diklaim tidak mengesampingkan fungsi RTH.
"Soal perizinan sudah lengkap, termasuk RTH, kami tidak akan melangkah tanpa izin Pemprov DKI. Kami gak kesampingkan fungsi RTH. Dari lahan itu, yang boleh dibangun atau dimanfaatkan sarana bangunan itu 11 persen, jadi selebihnya 89 persen itu RTH yang sudah melalui pertimbangan DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu) DKI," kata Kepala Departemen Manajemen Aset dan Properti Jakarta Utilitas Propertindo (JUP) Hafidh Fathoni di Pluit, Selasa.
Baca juga: Ketua RW sebut ada protes terkait pembangunan bantaran Kali Krendang
RTH itu, kata Hafidh, akan tetap ada, karena tujuan dari proyek yang digarap oleh mitra kerjanya, PT Prada Dika Niaga (sempat terhenti pada 2018, yang diklaim JUP karena kurang administrasi) untuk menata kawasan RTH supaya lebih bermanfaat daripada saat ini yang kosong hingga menimbulkan kekhawatiran meningkatnya kriminalitas yang sebelumnya pernah ada di sana.
Di lahan yang bagiannya terbagi tiga RW di kawasan tersebut, RW 12, 14 dan 15, dan berada di bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), selain akan dibangun pusat kuliner, pelaksana proyek juga akan membangun taman dengan berbagai jenis tanaman serta lahan parkir kendaraan yang menampung 170-200 mobil kategori kecil dan 350 sepeda motor.
"Fungsinya kenapa kita tata, nanti untuk antisipasi parkir liar, taman akan dibentuk hingga ada interaksi sosial masyarakat misal untuk olahraga dengan adakan lintasan lari dan terutama kita fasilitasi UKM binaan dari kecamatan agar ada kesempatan cari rezeki. Jadi kami tidak hilangkan RTH untuk interaksi masyarakat," ucapnya.
Koordinasi PLN
Terkait dengan lokasi lahan yang di atasnya ada SUTT, dalam membangun kawasan kuliner itu, pihak JUP meminta mitra mereka untuk berkoordinasi dengan PLN yang disebut Hafidh telah berjalan lancar.
PLN, kata dia, selama ini tak mempersoalkan bila pembangunan fasilitas UKM dibangun di bawah SUTT. Namun, dia tidak mengetahui sejauhmana kajian yang dilakukan oleh PLN mengenai dampak kesehatan bila ada aktivitas warga di bawah SUTT.
"Mengenai kajian atau tidak, secara detail kami tidak tahu. Tapi kami minta mitra menggandeng PLN untuk lebih mengerti mana yang boleh atau tidak boleh," ujar Hafidh.
Selain memastikan lahan itu aman digunakan untuk beraktivitas, Hafidh juga menjamin proyek tersebut tidak mengganggu resapan air karena selain bangunannya nanti bukan jenis permanen, lahan parkir (kemungkinan 11 persen dari RTH) yang ada juga tidak menggunakan landasan beton untuk perkerasannya.
"Lalu di atasnya kita gak pakai konblok, tapi grassblok yang bolong di tengahnya sehingga fungsi resapan masih ada," ujar Hafidh.
Sedangkan untuk atap yang digunakan, diklaim oleh mereka ramah lingkungan dan mampu meredam radiasi sinar ultra violet (UV) karena memakai atap onduline.
Baca juga: Fraksi PDIP DPRD DKI sidak RTH beralih fungsi di Pluit
Meski diklaim tetap mempertahankan RTH, namun dia tidak menampik bahwa lahan di sana merupakan jalur hijau. Namun demikian, hingga saat ini lembaganya belum mendapat instruksi untuk mengganti 11 persen lahan yang digunakan sebagai kawasan kuliner di tempat lain.
"Sejauh ini belum ada informasi ke kami, tapi kalaupun ada instruksi kami sudah siap menggantinya di tempat lain," ucap dia.
Dukungan
Meski sebelumnya disebut ada penolakan alih fungsi lahan jalur hijau itu di RW 12 Jalan Pluit Kali Karang Indah Timur, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, lain halnya yang terjadi di RW 15.
Ketua RW 15 Hartono Liu mengklaim hingga saat ini belum ada warganya yang protes, bahkan arah warga yang dipimpinnya mendukung proyek tersebut mengingat di sana dulunya adalah tempat para pemulung dan ada aktifitas kejahatan, serta menjadi tidak terawat setelah dilakukan penggusuran.
"Warga sini dukung. Kalau menurut saya kalau ada yang mau tata saya setuju, selama ada izinnya dan tanah itu bukan milik warga. Koordinasi juga berjalan baik, sosialisasi dilakukan terus, bahkan di rapat RW kami selalu bahas. Kami malah usulkan agar gambar desainnya dipampang di pagar biar warga juga tahu," kata Hartono.
Sementara, Ketua Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) Kelurahan Pluit, Purwanto, berharap dengan adanya proyek tersebut dapat lebih memanusiakan pedagang.
"Kami sepakat mendukung agar ini cepat selesai. Agar perut kami bisa terisi, keluarga kami ada jaminan untuk usaha yang lebih baik," ucapnya.
Ia mengungkapkan, para pedagang sudah capek berdagang yang "tidak jelas". Karena di samping dagang tidak jelas, pasti akan berdampak pada kamtibmas yang tidak baik serta lingkungan yang tidak baik.
Baca juga: Jakarta Utara janji tindaklanjuti sidak FPDIP pada lahan Pluit
"Harapan kami karena proyek ini konsepnya bagus, memanusiakan manusia sesuai dengan programnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ya kan, maju kotanya bahagia warganya. Nah inilah saatnya, kami sangat dukung," ujar Purwanto.
Belum diketahui dengan pasti apakah proyek ini ke depannya bakal terhenti seperti 2018 atau tidak, karena dalam waktu dekat Wali Kota Jakarta Utara Sigit Purnomo berjanji akan menindaklanjuti sidak FPDIP dengan berkoordinasi bersama Jakarta Utilitas Propertindo sebagai pemegang hak pengelolaan di kawasan Pluit itu.
Akan tetapi yang pasti, selain masyarakat membutuhkan tempat usaha yang nyaman dan menjanjikan, kondisi geografis alam juga harus diperhatikan dengan pengelolaan kawasan RTH yang baik.
Pertanyaannya, seberapa pedulikah pemangku kebijakan terhadap persoalan yang harus seimbang ini?
Bahkan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta sempat melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Senin (3/2) ke lokasi yang disebut oleh ketua RW 12 di sana, proyek itu mendapatkan penolakan warga karena menghilangkan fungsi RTH yang dipelihara warga di sana dengan dibuatkan taman secara swadaya.
Namun kini, proyek di lahan seluas 2,3 hektar di bantaran Kali Krendang, Jalan Pluit Kali Karang Indah Timur, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, yang salah satunya akan dijadikan pusat UKM itu, diklaim tidak mengesampingkan fungsi RTH.
"Soal perizinan sudah lengkap, termasuk RTH, kami tidak akan melangkah tanpa izin Pemprov DKI. Kami gak kesampingkan fungsi RTH. Dari lahan itu, yang boleh dibangun atau dimanfaatkan sarana bangunan itu 11 persen, jadi selebihnya 89 persen itu RTH yang sudah melalui pertimbangan DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu) DKI," kata Kepala Departemen Manajemen Aset dan Properti Jakarta Utilitas Propertindo (JUP) Hafidh Fathoni di Pluit, Selasa.
Baca juga: Ketua RW sebut ada protes terkait pembangunan bantaran Kali Krendang
RTH itu, kata Hafidh, akan tetap ada, karena tujuan dari proyek yang digarap oleh mitra kerjanya, PT Prada Dika Niaga (sempat terhenti pada 2018, yang diklaim JUP karena kurang administrasi) untuk menata kawasan RTH supaya lebih bermanfaat daripada saat ini yang kosong hingga menimbulkan kekhawatiran meningkatnya kriminalitas yang sebelumnya pernah ada di sana.
Di lahan yang bagiannya terbagi tiga RW di kawasan tersebut, RW 12, 14 dan 15, dan berada di bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), selain akan dibangun pusat kuliner, pelaksana proyek juga akan membangun taman dengan berbagai jenis tanaman serta lahan parkir kendaraan yang menampung 170-200 mobil kategori kecil dan 350 sepeda motor.
"Fungsinya kenapa kita tata, nanti untuk antisipasi parkir liar, taman akan dibentuk hingga ada interaksi sosial masyarakat misal untuk olahraga dengan adakan lintasan lari dan terutama kita fasilitasi UKM binaan dari kecamatan agar ada kesempatan cari rezeki. Jadi kami tidak hilangkan RTH untuk interaksi masyarakat," ucapnya.
Koordinasi PLN
Terkait dengan lokasi lahan yang di atasnya ada SUTT, dalam membangun kawasan kuliner itu, pihak JUP meminta mitra mereka untuk berkoordinasi dengan PLN yang disebut Hafidh telah berjalan lancar.
PLN, kata dia, selama ini tak mempersoalkan bila pembangunan fasilitas UKM dibangun di bawah SUTT. Namun, dia tidak mengetahui sejauhmana kajian yang dilakukan oleh PLN mengenai dampak kesehatan bila ada aktivitas warga di bawah SUTT.
"Mengenai kajian atau tidak, secara detail kami tidak tahu. Tapi kami minta mitra menggandeng PLN untuk lebih mengerti mana yang boleh atau tidak boleh," ujar Hafidh.
Selain memastikan lahan itu aman digunakan untuk beraktivitas, Hafidh juga menjamin proyek tersebut tidak mengganggu resapan air karena selain bangunannya nanti bukan jenis permanen, lahan parkir (kemungkinan 11 persen dari RTH) yang ada juga tidak menggunakan landasan beton untuk perkerasannya.
"Lalu di atasnya kita gak pakai konblok, tapi grassblok yang bolong di tengahnya sehingga fungsi resapan masih ada," ujar Hafidh.
Sedangkan untuk atap yang digunakan, diklaim oleh mereka ramah lingkungan dan mampu meredam radiasi sinar ultra violet (UV) karena memakai atap onduline.
Baca juga: Fraksi PDIP DPRD DKI sidak RTH beralih fungsi di Pluit
Meski diklaim tetap mempertahankan RTH, namun dia tidak menampik bahwa lahan di sana merupakan jalur hijau. Namun demikian, hingga saat ini lembaganya belum mendapat instruksi untuk mengganti 11 persen lahan yang digunakan sebagai kawasan kuliner di tempat lain.
"Sejauh ini belum ada informasi ke kami, tapi kalaupun ada instruksi kami sudah siap menggantinya di tempat lain," ucap dia.
Dukungan
Meski sebelumnya disebut ada penolakan alih fungsi lahan jalur hijau itu di RW 12 Jalan Pluit Kali Karang Indah Timur, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, lain halnya yang terjadi di RW 15.
Ketua RW 15 Hartono Liu mengklaim hingga saat ini belum ada warganya yang protes, bahkan arah warga yang dipimpinnya mendukung proyek tersebut mengingat di sana dulunya adalah tempat para pemulung dan ada aktifitas kejahatan, serta menjadi tidak terawat setelah dilakukan penggusuran.
"Warga sini dukung. Kalau menurut saya kalau ada yang mau tata saya setuju, selama ada izinnya dan tanah itu bukan milik warga. Koordinasi juga berjalan baik, sosialisasi dilakukan terus, bahkan di rapat RW kami selalu bahas. Kami malah usulkan agar gambar desainnya dipampang di pagar biar warga juga tahu," kata Hartono.
Sementara, Ketua Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) Kelurahan Pluit, Purwanto, berharap dengan adanya proyek tersebut dapat lebih memanusiakan pedagang.
"Kami sepakat mendukung agar ini cepat selesai. Agar perut kami bisa terisi, keluarga kami ada jaminan untuk usaha yang lebih baik," ucapnya.
Ia mengungkapkan, para pedagang sudah capek berdagang yang "tidak jelas". Karena di samping dagang tidak jelas, pasti akan berdampak pada kamtibmas yang tidak baik serta lingkungan yang tidak baik.
Baca juga: Jakarta Utara janji tindaklanjuti sidak FPDIP pada lahan Pluit
"Harapan kami karena proyek ini konsepnya bagus, memanusiakan manusia sesuai dengan programnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ya kan, maju kotanya bahagia warganya. Nah inilah saatnya, kami sangat dukung," ujar Purwanto.
Belum diketahui dengan pasti apakah proyek ini ke depannya bakal terhenti seperti 2018 atau tidak, karena dalam waktu dekat Wali Kota Jakarta Utara Sigit Purnomo berjanji akan menindaklanjuti sidak FPDIP dengan berkoordinasi bersama Jakarta Utilitas Propertindo sebagai pemegang hak pengelolaan di kawasan Pluit itu.
Akan tetapi yang pasti, selain masyarakat membutuhkan tempat usaha yang nyaman dan menjanjikan, kondisi geografis alam juga harus diperhatikan dengan pengelolaan kawasan RTH yang baik.
Pertanyaannya, seberapa pedulikah pemangku kebijakan terhadap persoalan yang harus seimbang ini?
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: