Peneliti: Omnibus Law jangan hilangkan hak buruh selama ini
4 Februari 2020 20:03 WIB
Ketua Umum FSP RTMM, Sudarto, di sela Seminar RTMM "Menolak Omnibus Law yang merugikan Industri dan Pekerjanya" di Kota Bogor, Selasa (28/1/2020). (ANTARA/Riza Harahap)
Jakarta (ANTARA) - Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diharapkan mampu menjamin perlindungan bagi pekerja atau buruh dengan tidak menghilangkan hak yang selama ini melekat pada pekerja atau buruh, kata peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Nawawi.
"Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini nantinya diharapkan harus mampu menjamin kepastian hukum dan menjamin perlindungan bagi pekerja atau buruh dengan tidak menghilangkan hak yang selama ini melekat pada pekerja atau buruh," kata Nawawi dalam Seminar Indonesia Demographic Outlook 2020 di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa.
Beberapa perdebatan yang muncul terkait Omnibus Law antara lain penerapan upah minimum per jam bagi yang bekerja di bawah jam kerja normal 35 jam per minggu dikhawatirkan berdampak terhadap penurunan tingkat pendapatan pekerja; dan reformulasi penghitungan pesangon dianggap akan menyebabkan berkurangnya nilai pesangon yang akan diterima oleh pekerja.
Menurut Nawawi, proses pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di DPR RI harus mengedepankan asas keterbukaan sehingga dapat menjamin partisipasi dan kepercayaan publik dan efektivitas pelaksanaan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Baca juga: Airlangga: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja rampung, diproses di DPR
Baca juga: Anggota DPR: RUU Omnibus Law utamakan pendapat publik
Baca juga: Muhammadiyah khawatir pasal selundupan di Omnibus Law
Di sisi lain, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan sebuah terobosan dan menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tuntutan harmonisasi dan sinkronisasi berbagai perundang-undangan yang selama ini saling tumpang tindih, kontradiktif, menghambat kegiatan investasi serta seringkali menjadi sumber konflik industrial, khususnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut Nawawi, pembenahan berbagai regulasi yang tercakup dalam 11 klaster pembahasan dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diharapkan dapat meningkatkan kegiatan investasi, ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja, serta daya saing perekonomian Indonesia.
Dia juga mengatakan upaya perlindungan tenaga kerja juga harus mampu mengakomodasi seluruh tenaga kerja di Indonesia.
Hingga saat ini, baru 53 juta pekerja atau 42 persen dari 126 juta pekerja, terdaftar sebagai peserta Jaminan Sosial Nasional BPJS Ketenagakerjaan. Dari jumlah tersebut, 36 persen mencakup pekerja sektor formal, dan hanya 3,4 persen pada pekerja sektor informal.*
Baca juga: Muhammadiyah tolak Omnibus Law dengan catatan
Baca juga: Pekerja minta kepastian hak buruh dalam Omnibus Law
Baca juga: Pemerintah publikasikan draf RUU Cipta Lapangan Kerja minggu ini
"Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini nantinya diharapkan harus mampu menjamin kepastian hukum dan menjamin perlindungan bagi pekerja atau buruh dengan tidak menghilangkan hak yang selama ini melekat pada pekerja atau buruh," kata Nawawi dalam Seminar Indonesia Demographic Outlook 2020 di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa.
Beberapa perdebatan yang muncul terkait Omnibus Law antara lain penerapan upah minimum per jam bagi yang bekerja di bawah jam kerja normal 35 jam per minggu dikhawatirkan berdampak terhadap penurunan tingkat pendapatan pekerja; dan reformulasi penghitungan pesangon dianggap akan menyebabkan berkurangnya nilai pesangon yang akan diterima oleh pekerja.
Menurut Nawawi, proses pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di DPR RI harus mengedepankan asas keterbukaan sehingga dapat menjamin partisipasi dan kepercayaan publik dan efektivitas pelaksanaan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Baca juga: Airlangga: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja rampung, diproses di DPR
Baca juga: Anggota DPR: RUU Omnibus Law utamakan pendapat publik
Baca juga: Muhammadiyah khawatir pasal selundupan di Omnibus Law
Di sisi lain, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan sebuah terobosan dan menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tuntutan harmonisasi dan sinkronisasi berbagai perundang-undangan yang selama ini saling tumpang tindih, kontradiktif, menghambat kegiatan investasi serta seringkali menjadi sumber konflik industrial, khususnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut Nawawi, pembenahan berbagai regulasi yang tercakup dalam 11 klaster pembahasan dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diharapkan dapat meningkatkan kegiatan investasi, ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja, serta daya saing perekonomian Indonesia.
Dia juga mengatakan upaya perlindungan tenaga kerja juga harus mampu mengakomodasi seluruh tenaga kerja di Indonesia.
Hingga saat ini, baru 53 juta pekerja atau 42 persen dari 126 juta pekerja, terdaftar sebagai peserta Jaminan Sosial Nasional BPJS Ketenagakerjaan. Dari jumlah tersebut, 36 persen mencakup pekerja sektor formal, dan hanya 3,4 persen pada pekerja sektor informal.*
Baca juga: Muhammadiyah tolak Omnibus Law dengan catatan
Baca juga: Pekerja minta kepastian hak buruh dalam Omnibus Law
Baca juga: Pemerintah publikasikan draf RUU Cipta Lapangan Kerja minggu ini
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: