Peneliti: Pembangunan ketenagakerjaan hadapi masalah pengangguran
4 Februari 2020 12:46 WIB
Pencari kerja memadati stan pada Job Market Fair 2019 di JX International Expo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (10/9/2019). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Nawawi mengatakan secara keseluruhan pembangunan ketenagakerjaan Indonesia ke depan masih dihadapkan pada tantangan berat mengatasi masalah pengangguran dan setengah pengangguran yang masih tinggi.
"Angka pengangguran yang masih tinggi, ditambah dengan meningkatnya jumlah pencari kerja baru sekitar dua juta orang setiap tahunnya, merupakan masalah yang dihadapi saat ini," kata Nawawi dalam Seminar Indonesia Demographic Outlook 2020 di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa.
Seminar itu diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, dan Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI).
Baca juga: Sektor UMKM diharapkan mampu tampung dua juta pengangguran
Baca juga: Kemnaker petakan kebutuhan pasar kerja untuk program Kartu Pra-Kerja
Masalah lain yang dihadapi dalam pembangunan ketenagakerjaan Indonesia adalah masalah tambahan pencari kerja baru sekitar 2 juta orang setiap tahunnya, dan dominasi sektor informal dalam struktur pasar kerja Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang bersifat terobosan baru khususnya program penyiapan bagi tenaga kerja yang akan masuk pasar kerja melalui peningkatan kualitas dan keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja.
Saat ini, penduduk usia kerja dengan usia di atas 15 tahun berjumlah 197,91 juta orang, yang mana 133,56 juta orang masuk angkatan kerja dan 64,35 juta orang masuk kategori bukan angkatan kerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Agustus 2019, 133,56 juta orang yang masuk angkatan kerja terdiri atas pengangguran dengan jumlah 7,05 juta orang dan yang bekerja sebanyak 126,51 juta orang.
Jumlah 126,51 juta orang yang bekerja itu terdiri atas tiga golongan yaitu setengah pengangguran 8,13 juta orang, pekerja paruh waktu 28,41 juta orang, dan pekerja penuh 89,97 juta orang.
Baca juga: Pemerintah targetkan 2.000 BLK komunitas pada 2020
Baca juga: Startup ini siap bantu pemerintah tekan angka pengangguran
Sementara selama 5 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen, dan kontribusi industri pengolahan terhadap penciptaan Produk Domestik Bruto dan penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan. Sementara, berdasarkan Global competitiveness Index (GCI) 2019, Indonesia menempati peringkat 50 dari 140 negara yang turun dari sebelumnya di peringkat 45, dan tertinggal jauh dari Thailand di peringkat 40 dan Malaysia di peringkat 27.
Selain itu, untuk kemudahan berbisnis Indonesia menempati peringkat 73 dari 190 negara, yang mana hanya naik satu tingkat dari tahun 2018, sementara Thailand naik 6 tingkat menjadi peringkat 21, Malaysia naik 3 tingkat jadi peringkat 12 dan Filipina naik 29 tingkat menjadi peringkat 95.
Untuk itu, prioritas pembangunan manusia berkualitas, produktif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi menjadi tepat, dan itu merupakan modal besar dalam pemanfaatan bonus demografi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia.
Hal itu juga harus didukung dengan penataan regulasi. Melalui Omnibus Law, pemerintah berupaya untuk menata regulasi untuk harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang menghambat peningkatan kegiatan investasi dan penciptaan lapangan kerja baik dengan dipangkas, disederhanakan maupun diselaraskan.
Baca juga: Kemenaker: Pengangguran turun 5,02 persen terendah sejak reformasi
Baca juga: BPS sebut tingkat pengangguran Agustus 2019 turun jadi 5,28 persen
"Angka pengangguran yang masih tinggi, ditambah dengan meningkatnya jumlah pencari kerja baru sekitar dua juta orang setiap tahunnya, merupakan masalah yang dihadapi saat ini," kata Nawawi dalam Seminar Indonesia Demographic Outlook 2020 di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa.
Seminar itu diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, dan Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI).
Baca juga: Sektor UMKM diharapkan mampu tampung dua juta pengangguran
Baca juga: Kemnaker petakan kebutuhan pasar kerja untuk program Kartu Pra-Kerja
Masalah lain yang dihadapi dalam pembangunan ketenagakerjaan Indonesia adalah masalah tambahan pencari kerja baru sekitar 2 juta orang setiap tahunnya, dan dominasi sektor informal dalam struktur pasar kerja Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang bersifat terobosan baru khususnya program penyiapan bagi tenaga kerja yang akan masuk pasar kerja melalui peningkatan kualitas dan keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja.
Saat ini, penduduk usia kerja dengan usia di atas 15 tahun berjumlah 197,91 juta orang, yang mana 133,56 juta orang masuk angkatan kerja dan 64,35 juta orang masuk kategori bukan angkatan kerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Agustus 2019, 133,56 juta orang yang masuk angkatan kerja terdiri atas pengangguran dengan jumlah 7,05 juta orang dan yang bekerja sebanyak 126,51 juta orang.
Jumlah 126,51 juta orang yang bekerja itu terdiri atas tiga golongan yaitu setengah pengangguran 8,13 juta orang, pekerja paruh waktu 28,41 juta orang, dan pekerja penuh 89,97 juta orang.
Baca juga: Pemerintah targetkan 2.000 BLK komunitas pada 2020
Baca juga: Startup ini siap bantu pemerintah tekan angka pengangguran
Sementara selama 5 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen, dan kontribusi industri pengolahan terhadap penciptaan Produk Domestik Bruto dan penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan. Sementara, berdasarkan Global competitiveness Index (GCI) 2019, Indonesia menempati peringkat 50 dari 140 negara yang turun dari sebelumnya di peringkat 45, dan tertinggal jauh dari Thailand di peringkat 40 dan Malaysia di peringkat 27.
Selain itu, untuk kemudahan berbisnis Indonesia menempati peringkat 73 dari 190 negara, yang mana hanya naik satu tingkat dari tahun 2018, sementara Thailand naik 6 tingkat menjadi peringkat 21, Malaysia naik 3 tingkat jadi peringkat 12 dan Filipina naik 29 tingkat menjadi peringkat 95.
Untuk itu, prioritas pembangunan manusia berkualitas, produktif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi menjadi tepat, dan itu merupakan modal besar dalam pemanfaatan bonus demografi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia.
Hal itu juga harus didukung dengan penataan regulasi. Melalui Omnibus Law, pemerintah berupaya untuk menata regulasi untuk harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang menghambat peningkatan kegiatan investasi dan penciptaan lapangan kerja baik dengan dipangkas, disederhanakan maupun diselaraskan.
Baca juga: Kemenaker: Pengangguran turun 5,02 persen terendah sejak reformasi
Baca juga: BPS sebut tingkat pengangguran Agustus 2019 turun jadi 5,28 persen
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: