Pekanbaru (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Riau disebut kehilangan potensi pendapatan hingga Rp107 triliun per tahun akibat hamparan perkebunan sawit tanpa izin yang mencapai 1,4 juta hektare di Bumi Lancang Kuning tersebut.

"Potensi penerimaan pajak yang hilang itu Rp107 triliun setiap tahun dari 1,4 juta hektare perkebunan sawit ilegal," kata mantan Ketua Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau, Suhardiman Amby kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Pada 2016, Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau menemukan sedikitnya 1,4 juta hektare hutan yang disulap menjadi perkebunan sawit oleh beragam korporasi di sejumlah daerah di Riau.

Hingga kini, dia mengatakan terdapat tujuh perusahaan telah diseret ke ranah hukum dan diputus bersalah, termasuk PT Peputra Supra Jaya di Kabupaten Pelalawan, isanya masih dalam tahap banding di pengadilan tingkat pertama.

Baca juga: Permintaan sawit dunia melemah picu turunnya harga sawit Riau

Suhardiman mengakui pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk menertibkan keberadaan perkebunan sawit ilegal di Riau. Namun, ia memastikan bahwa pihaknya akan terus melakukan pengawasan termasuk melaporkan temuan sendiri itu ke penegak hukum.

"Semuanya akan dilakukan secara bertahap. Tiap bulan kami masukkan gugatan hampir 18.000 hektare. Di akhir 2020 ini kami berharap berjalan 200 ribu hektare," jelasnya.

Suhardiman juga menyinggung eksekusi 3.323 hektare lahan sawit PT Peputra Supra Jaya di Desa Gondai, Pelalawan. Dia mengatakan perusahaan itu merupakan salah satu perusahaan yang menjadi temuan Pansus pada 2016 lalu.

Dia mendukung langkah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang tengah melaksanakan penertiban perkebunan sawit yang berdiri tanpa izin usaha perkebunan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan negara itu.

"Lahan yang sudah putus kemarin (PT PSJ) bagian dari Pansus Monitoring 1,4 juta hektare itu. Bagian dari beberapa grup yang kita lakukan monitoring dulu 2016, itu yang kami minta eksekusi. Sudah taat hukum saja, kalau mau berusaha ya lakukan secara legal," tegasnya.

Selain berdiri di atas lahan tanpa izin, Suhardiman turut menyinggung bahwa PT PSJ diduga telah melakukan pengemplangan pajak. Hal itu didasari temuan Pansus saat itu bahwa perusahaan tersebut hanya mengantongi izin 1.500 hektare sementara areal yang digarap ternyata jauh dari izin, dengan 3.323 hektare di antaranya dinyatakan ilegal oleh pengadilan tertinggi.

Baca juga: Produksi sawit 2020 diproyeksi berkurang dampak kekeringan

Suhardiman berharap langkah eksekusi lahan sawit tanpa izin PT PSJ menjadi langkah awal yang baik dalam menertibkan perkebunan ilegal di Riau.

Sementara itu, berdasarkan catatan Antara, Gubernur Riau Syamsuar juga sempat mengeluhkan tunggakan pajak satu juta hektare lahan perkebunan sawit dari total luas 2,4 juta hektare yang terhampar di Bumi Lancang Kuning ini.

"Data kita ada 2,4 juta hektare lebih kebun sawit di Riau. Tapi kenyataannya yang bayar pajak 1,19 juta. Satu juta hektare lagi ke mana?," kata Syamsuar usai melantik pengurus DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau awal Desember 2019 .

Dia mengatakan bahwa fakta tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan juga asosiasi yang menaungi petani kelapa sawit di Riau.

Menurut dia, pajak menjadi sektor yang diperhatikan untuk pembangunan negara dan daerah.