Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengakui dampak merebaknya wabah virus corona novel terhadap sektor pariwisata dan perdagangan di Indonesia.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani ditemui seusai rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Senin, mengatakan penurunan kunjungan wisatawan asal China serta menurunnya kegiatan ekspor-impor ke China menjadi dampak merebaknya virus tersebut.

"Seperti Bali, sekarang sudah drop sekali. Sekarang turis China itu 1,7 juta orang, kalau tidak ada penerbangan dari China ya hilang. Belum lagi kegiatan ekspor impor kita juga sekarang mulai menurun," katanya.

Baca juga: IHSG ditutup 55,88 poin, investor masih khawatir dampak Virus Corona

Kendati tidak menjelaskan secara rinci, Hariyadi yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu menyebut penurunan kunjungan turis China begitu terasa di sejumlah wilayah, seperti Manado dan Bali.

Di Manado, di hari biasa total kunjungan wisatawan asal negeri panda bisa mencapai 70 persen, namun saat ini menurun hanya di kisaran 30 persen saja.

Sementara di Bali, di periode low season seperti saat ini sedianya pengusaha hotel bintang tiga masih mendapatkan kunjungan wisawatan hingga 40 persen. Akan tetapi, karena mewabahnya virus corona, kunjungan wisatawan disebutnya tidak melebihi 30 persen.

Baca juga: Cegah corona, IPC dukung penghentian sementara impor makanan China

"Saya belum bisa konfirmasi angkanya, tapi kalau dengar laporan teman-teman, di sana (Bali) itu dampaknya bukan hanya dari turis China saja tapi juga turis yang lain juga batal, seperti dari Eropa. Ini yang kami khawatirkan," imbuhnya.

Ada pun terhadap kegiatan ekspor impor, Hariyadi menuturkan selain terkendala masalah administrasi, banyak pula pabrik yang ditutup karena dampak virus corona dan diperpanjangnya masa liburan imlek.

"Itu otomatis dari segi produksi juga bermasalah. Lalu kita mau ekspor ke sana juga bermasalah karena tidak ada pesawat," imbuhnya.

Meski Indonesia masih lebih banyak mengimpor dari China, Hariyadi mengakui pengusaha dalam negeri kelimpungan untuk mencari pasokan suku cadang, terutama untuk kegiatan produksi.

Dengan demikian, pengusaha harus mencari alternatif pemasok lain meski harganya lebih mahal.

Neraca perdagangan Indonesia masih defisit dengan China karena lebih banyak mengimpor dari negeri tirai bambu. Indonesia banyak mengekspor komoditas seperti barang mineral hingga minyak kelapa sawit. Sementara China banyak mengekspor barang konsumsi rumah tangga hingga manufaktur.

"Kalau dilihat, kondisi kita tidak sebegitu terdampak ketimbang China (soal ekspor impor). Kita impor lebih banyak, jadi defisit. Tapi tetap saja untuk dapat sparepart yang lebih murah kita kelimpungan juga, repot juga pasti," katanya.