Meulaboh (ANTARA) - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pusat memastikan akan melakukan upaya banding terkait vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh Barat yang menghukum dua orang perawat dengan dua tahun kurungan penjara.

Ada pun perawat honorer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh, Aceh Barat yang divonis tersebut masing-masing Erwanty Amd Kep dan Desri Amelia Amd.Kep.

"Pada intinya kami sangat kecewa dengan vonis Majelis Hakim PN Meulaboh yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun kepada terdakwa Desri Amelia perawat RSUD Meulaboh, kami mengambil sikap untuk melakukan upaya banding," kata penasihat hukum Jasmen Nadeak S Kep SH, di Meulaboh, Jumat.

Sebelumnya, kedua perawat tersebut dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh terkait perkara salah suntik yang melanggar pasal 359 KUHP jo pasal 84 ayat (2) UU RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dengan pidana penjara masing-masing selama 2 tahun, dalam sidang pamungkas pada Kamis (30/1) lalu.

Majelis hakim dalam perkara tersebut adalah Zulfadly SH MH, M Qudri SH, dan Irwanto SH serta Penuntut Umum masing-masing Badrunsyah SH, Baron Sidik SH MKn, dan Yusni Febriansyah SH.

Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupa pidana penjara selama dua tahun enam bulan, sedangkan putusan majelis hakim selama dua tahun.

Dalam keterangannya kepada wartawan di Meulaboh, Jasmen Nadeak S Kep SH mengatakan PPNI sudah mengungkap fakta-fakta baru di persidangan dan menyimpulkan di dalam pleidoi (pembelaan) bahwa kasus dugaan malapraktik ini tidak bisa serta merta dipersalahkan kepada perawat Desri semata.

Namun Desri adalah korban sebuah sistem yang tidak tepat dari RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Diketahui saat terjadi kasus, perawat Desri posisinya adalah sebagai staf administrasi bukanlah sebagai perawat pelaksana.
Baca juga: Tiga perawat RSUD Tarakan diberi sanksi karena candaan virus corona

Dalam pembelaannya, PPNI juga sudah berupaya maksimal dengan mendatangkan ahli hukum kesehatan khusus manajemen rumah sakit, yaitu Dr dr Beni Satria S Ked MHKes MKes, dan ahli manajemen keperawatan Ns Muhammad S Kep dari RSUD Zainal Abidin Banda Aceh.

Keterangan kedua ahli yang dihadirkan di dalam persidangan penasihat hukum terdakwa menyimpulkan di dalam pleidoi bahwa perlu pertimbangan hakim yang komprehensif, agar pertanggungjawaban pidana tidak serta merta dibebankan kepada perawat Desri.

Selain hal tersebut, tidak adanya proses autopsi juga menjadi bahan pleidoi yang disampaikan penasihat hukum terdakwa, sehingga scientific evidence tidak didapatkan atas kematian pasien.

Dalam pleidoinya penasihat hukum terdakwa menyerahkan Surat Perjanjian (Perdamaian) dengan keluarga korban sebagai bahan pertimbangan sebagaimana diatur dalam pasal 78 UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu "Dalam dugaan kelalaian Tenaga Kesehatan maka penyelesaiannya harus diselesaikan melalui upaya Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan".

"Namun vonis Majelis Hakim PN Meulaboh sepertinya tidak mempertimbangkan dalil-dalil dalam pembelaan penasihat hukum terdakwa," kata Jasmen Nadeak.
Baca juga: RSUD pecat perawat dan sopir ambulans terkait pesta sabu-sabu

Pihaknya juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dari Ketua Umum PPNI Pusat Harif Fadillah S Kep, Ketua DPW PPNI Aceh Abdurahman S Kep dan Ketua DPD Aceh Barat Yuliandi,S Kep yang telah memberi atensi khusus untuk pendampingan kasus ini.

Kepala Seksi Intelijen/Humas Kejaksaan Negeri Aceh Barat Abdi menegaskan atas putusan tersebut, pihaknya juga melakukan upaya banding karena tuntutan JPU terhadap terdakwa selama dua tahun enam bulan, lebih rendah dari putusan majelis hakim yang memvonis dua perawat RSUD Meulaboh selama dua tahun kurungan, katanya secara terpisah di Meulaboh.