Menristek: hasil riset harus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi
30 Januari 2020 20:31 WIB
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan kepada wartawan, Jakarta, Senin (27/01/2019). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA) -
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan hasil riset dan inovasi ke depan didorong untuk lebih banyak berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi.
"Pemerintah telah membuat target pertumbuhan ekonomi pada range 5,4 sampai 6 persen per tahun kita harus memastikan bahwa hasil-hasil riset dan pengembangan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi," kata Menristek Bambang dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kemristek/BRIN 2020 Integrasi Riset dan Inovasi Indonesia di Puspiptek Tangerang Selatan, Banten, Kamis.
Dia mengatakan pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan menjadi penghela pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk itu, Bambang mendorong peningkatan efektivitas pemanfaatan dana iptek dan inovasi.
Pendanaan penelitian dan pengembangan nasional masih sekitar 0,25 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang mana 84 persen diantaranya berasal dari anggaran pemerintah dan hanya 8 persen dari industri.
Namun anggaran pemerintah tersebut tersebar pada berbagai unit penelitian dan pengembangan kementerian dan lembaga sehingga memungkinkan terjadinya duplikasi dan inefisiensi.
Bambang mengatakan salah satu isu strategis yang dihadapi terkait pengembangan iptek adalah kapasitas adopsi iptek dan penciptaan inovasi Indonesia yang masih rendah.
Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara dengan skor Global Innovation Index 2019 sebesar 29,8.
Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya belanja penelitian dan pengembangan terhadap PDB, rendahnya jumlah paten serta rendahnya publikasi sains dan teknik di tingkat global.
Selain itu, infrastruktur penelitian dan pengembangan masih terbatas. Jumlah sumber daya manusia di bidang iptek hanya sekitar 14,08 persen diantaranya yang berkualifikasi doktor atau S3.
Isu lain yang dihadapi saat ini adalah ekosistem inovasi belum sepenuhnya tercipta sehingga proses hilirisasi dan komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan masih terhambat.
Kolaborasi triple helix antara pemerintah, dunia penelitian dan dunia usaha belum didukung oleh kapasitas lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi yang memadai sebagai sumber inovasi dan teknologi.
Untuk itu, BRIN akan mengkonsolidasikan dan mengintegrasikan seluruh penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan di seluruh kementerian dan lembaga sehingga bisa lebih efisien dan efektif.
Kerangka pengelolaan iptek yang didorong ke depan adalah peningkatan kapasitas iptek dan penciptaan inovasi.
Kerangka tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut yakni pertama, pemanfaatan iptek dan inovasi bidang fokus Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 untuk pembangunan berkelanjutan yang mencakup integrasi pelaksanaan riset dengan skema prioritas riset nasional untuk menghasilkan produk riset dan produk inovasi strategis.
Prioritas riset nasional tersebut di antaranya pembangkit listrik tenaga nuklir skala industri, bahan bakar alternatif dari kelapa sawit, kendaraan listrik termasuk baterai lithium ion dan sistem fast charging, kereta cepat, pesawat amfibi, bahan baku obat dan pabrik garam industri.
Kedua, pengembangan riset "power house" yang mencakup peningkatan kuantitas dan kapabilitas dari sumber daya manusia iptek pengembangan dan penguatan infrastruktur penelitian dan pengembangan yang strategis, penguatan pusat unggulan iptek, pengelolaan data kekayaan hayati, dan data kekayaan intelektual serta pengembangan jaringan kerja sama riset dalam dan luar negeri.
Ketiga, penciptaan ekosistem inovasi yang mencakup penguatan kerja sama triple helix, perbaikan tata kelola paten atau kekayaan intelektual, penguatan science techno park utama, perintisan fungsi technology commercialization office dalam kerangka manajemen inovasi di perguruan tinggi, perintisan transfer technology office di kawasan sains dan teknologi, dan pembinaan perusahaan pemula berbasis teknologi atau startup.
Keempat, peningkatan kualitas belanja penelitian dan pengembangan (litbang) melalui integrasi Badan Riset Inovasi Nasional yang ditunjang oleh peningkatan belanja litbang dari hasil pengembangan dana abadi penelitian, pengembangan dan pengkajian dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi, penguatan pendataan dan fasilitasi pendanaan alternatif dari luar pemerintah serta pemberian insentif fiskal untuk penelitian dan pengembangan iptek inovasi.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan hasil riset dan inovasi ke depan didorong untuk lebih banyak berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi.
"Pemerintah telah membuat target pertumbuhan ekonomi pada range 5,4 sampai 6 persen per tahun kita harus memastikan bahwa hasil-hasil riset dan pengembangan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi," kata Menristek Bambang dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kemristek/BRIN 2020 Integrasi Riset dan Inovasi Indonesia di Puspiptek Tangerang Selatan, Banten, Kamis.
Dia mengatakan pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan menjadi penghela pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk itu, Bambang mendorong peningkatan efektivitas pemanfaatan dana iptek dan inovasi.
Pendanaan penelitian dan pengembangan nasional masih sekitar 0,25 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang mana 84 persen diantaranya berasal dari anggaran pemerintah dan hanya 8 persen dari industri.
Namun anggaran pemerintah tersebut tersebar pada berbagai unit penelitian dan pengembangan kementerian dan lembaga sehingga memungkinkan terjadinya duplikasi dan inefisiensi.
Bambang mengatakan salah satu isu strategis yang dihadapi terkait pengembangan iptek adalah kapasitas adopsi iptek dan penciptaan inovasi Indonesia yang masih rendah.
Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara dengan skor Global Innovation Index 2019 sebesar 29,8.
Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya belanja penelitian dan pengembangan terhadap PDB, rendahnya jumlah paten serta rendahnya publikasi sains dan teknik di tingkat global.
Selain itu, infrastruktur penelitian dan pengembangan masih terbatas. Jumlah sumber daya manusia di bidang iptek hanya sekitar 14,08 persen diantaranya yang berkualifikasi doktor atau S3.
Isu lain yang dihadapi saat ini adalah ekosistem inovasi belum sepenuhnya tercipta sehingga proses hilirisasi dan komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan masih terhambat.
Kolaborasi triple helix antara pemerintah, dunia penelitian dan dunia usaha belum didukung oleh kapasitas lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi yang memadai sebagai sumber inovasi dan teknologi.
Untuk itu, BRIN akan mengkonsolidasikan dan mengintegrasikan seluruh penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan di seluruh kementerian dan lembaga sehingga bisa lebih efisien dan efektif.
Kerangka pengelolaan iptek yang didorong ke depan adalah peningkatan kapasitas iptek dan penciptaan inovasi.
Kerangka tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut yakni pertama, pemanfaatan iptek dan inovasi bidang fokus Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 untuk pembangunan berkelanjutan yang mencakup integrasi pelaksanaan riset dengan skema prioritas riset nasional untuk menghasilkan produk riset dan produk inovasi strategis.
Prioritas riset nasional tersebut di antaranya pembangkit listrik tenaga nuklir skala industri, bahan bakar alternatif dari kelapa sawit, kendaraan listrik termasuk baterai lithium ion dan sistem fast charging, kereta cepat, pesawat amfibi, bahan baku obat dan pabrik garam industri.
Kedua, pengembangan riset "power house" yang mencakup peningkatan kuantitas dan kapabilitas dari sumber daya manusia iptek pengembangan dan penguatan infrastruktur penelitian dan pengembangan yang strategis, penguatan pusat unggulan iptek, pengelolaan data kekayaan hayati, dan data kekayaan intelektual serta pengembangan jaringan kerja sama riset dalam dan luar negeri.
Ketiga, penciptaan ekosistem inovasi yang mencakup penguatan kerja sama triple helix, perbaikan tata kelola paten atau kekayaan intelektual, penguatan science techno park utama, perintisan fungsi technology commercialization office dalam kerangka manajemen inovasi di perguruan tinggi, perintisan transfer technology office di kawasan sains dan teknologi, dan pembinaan perusahaan pemula berbasis teknologi atau startup.
Keempat, peningkatan kualitas belanja penelitian dan pengembangan (litbang) melalui integrasi Badan Riset Inovasi Nasional yang ditunjang oleh peningkatan belanja litbang dari hasil pengembangan dana abadi penelitian, pengembangan dan pengkajian dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi, penguatan pendataan dan fasilitasi pendanaan alternatif dari luar pemerintah serta pemberian insentif fiskal untuk penelitian dan pengembangan iptek inovasi.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: