Melemahnya perlawanan korupsi pengaruhi usaha pelestarian lingkungan
29 Januari 2020 21:14 WIB
Aktivis antikorupsi Transparency International Indonesia Natalia Soebagjo (kedua kanan) dalam diskusi di Jakarta pada Rabu (29/1) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Melemahnya perlawanan terhadap korupsi dapat mempengaruhi usaha pelestarian lingkungan hidup untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam, kata aktivis antikorupsi Natalia Soebagjo.
"Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, oleh karenanya harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan, keadilan, kepastian hukum. Kalau kita melemah dalam upaya memperbaiki ruang gerak koruptor, prinsip itu sulit dipertahankan," kata aktivis dari Transparency International Indonesia itu dalam diskusi di Jakarta, Rabu.
Dalam diskusi yang membahas tantangan restorasi yang diadakan WWF Indonesia itu, Natalia mengatakan peraturan yang mengatur perihal sumber daya alam banyak yang tumpang tindih.
Karena itu pemerintah Presiden Joko Widodo ingin mengesahkan Omnibus Law, suatu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa UU secara bersamaan untuk tujuan mengurai berbelitnya beberapa aturan.
Pembuatan Omnibus Law, kata mantan anggota Pansel Pimpinan KPK 2015 tersebut, memiliki niat yang baik untuk memperbaiki iklim investasi yang dapat membantu menyejahterakan rakyat.
"Tapi harus diingat juga pembangunan ekonomi itu untuk siapa. Bukan untuk pengusaha semata, pembangunan ekonomi seharusnya untuk masyarakat kita, untuk rakyat," kata dia.
Dalam pengelolaan sumber daya alam, ujar Natalia, kita harus memiliki pandangan jangka panjang yang berkelanjutan, bukan yang didorong terfokus desakan saat ini dan kebutuhan yang dialami sekarang dengan pendekatan pragmatis.
Pandangan jangka panjang diperlukan apalagi ketika akan mengubah UU yang akan memiliki implikasi yang besar. Oleh karena itu saat melakukan revisi UU para pemangku kepentingan harus mengingat tujuan dari langkah itu, yaitu menyejahterakan rakyat.
"Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, oleh karenanya harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan, keadilan, kepastian hukum. Kalau kita melemah dalam upaya memperbaiki ruang gerak koruptor, prinsip itu sulit dipertahankan," kata aktivis dari Transparency International Indonesia itu dalam diskusi di Jakarta, Rabu.
Dalam diskusi yang membahas tantangan restorasi yang diadakan WWF Indonesia itu, Natalia mengatakan peraturan yang mengatur perihal sumber daya alam banyak yang tumpang tindih.
Karena itu pemerintah Presiden Joko Widodo ingin mengesahkan Omnibus Law, suatu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa UU secara bersamaan untuk tujuan mengurai berbelitnya beberapa aturan.
Pembuatan Omnibus Law, kata mantan anggota Pansel Pimpinan KPK 2015 tersebut, memiliki niat yang baik untuk memperbaiki iklim investasi yang dapat membantu menyejahterakan rakyat.
"Tapi harus diingat juga pembangunan ekonomi itu untuk siapa. Bukan untuk pengusaha semata, pembangunan ekonomi seharusnya untuk masyarakat kita, untuk rakyat," kata dia.
Dalam pengelolaan sumber daya alam, ujar Natalia, kita harus memiliki pandangan jangka panjang yang berkelanjutan, bukan yang didorong terfokus desakan saat ini dan kebutuhan yang dialami sekarang dengan pendekatan pragmatis.
Pandangan jangka panjang diperlukan apalagi ketika akan mengubah UU yang akan memiliki implikasi yang besar. Oleh karena itu saat melakukan revisi UU para pemangku kepentingan harus mengingat tujuan dari langkah itu, yaitu menyejahterakan rakyat.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: