Pekanbaru (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau bersama sejumlah lembaga konservasi sukses memasang kalung GPS (Global Positioning System) pada gajah sumatera liar.

"Semoga langkah ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sehingga permasalahan konflik antara manusia dan satwa liar dapat diminimalkan di Provinsi Riau," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono di Pekanbaru, Kamis.

Ia mengatakan pemasangan kalung GPS dilakukan terhadap seekor gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) yang merupakan kelompok gajah Petapahan. Kawanan gajah tersebut memiliki wilayah jelajah atau "homerange" di sekitar daerah Minas dan sekitarnya.

Baca juga: Frekuensi konflik gajah-manusia meningkat, dan 38 ekor gajah mati

Tim yang memasang kalung kepada gajah bongsor tersebut terdiri dari BBKSDA Riau, KPH Tahura Minas, Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN), Forum Konservasi Leuser (drh. Anhar) dan sukarelawan.

"Seperti diketahui, kelompok ini wilayah jelajahnya sering bersinggungan dengan pemukiman penduduk terutama di Desa Bencah Kelubi, Karya Indah dan sekitarnya," ujar Suharyono.

Untuk memantau pergerakan Gajah agar tidak mendekati perkampungan, maka perlu dicari cara untuk melakukan pencegahan. Dengan melakukan pemasangan kalung GPS tersebut, lanjutnya, pergerakan gajah liar bersama kelompoknya dapat terpantau sehingga meminimalisir konflik dan kerugian material di pemukiman penduduk.

Sebelum kelompok Gajah tersebut mendekati pemukiman, personel BBKSDA Riau dengan dibantu Tim pencegahan dan penanggulangan konflik Satwa liar tingkat masyarakat yang telah dibentuk, akan segera menggiringnya menjauh dari pemukiman penduduk untuk masuk kembali ke hutan.

Pemasangan kalung GPS tersebut merupakan pemasangan awal yang akan diikuti dengan pemasangan lainnya terhadap kelompok gajah yang lain.

"Sehingga seluruh kelompok gajah dapat dipasang 'GPS Collar' untuk memudahkan kita melakukan pemantauan," demikian Suharyono.

Baca juga: Nasib gajah sumatera yang berkonflik dengan manusia