BI sebut pertumbuhan ekonomi 2019 sedikit di bawah 5,1 persen
23 Januari 2020 16:45 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kiri) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kiri) beserta dua Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kedua kanan) dan Rosmaya Hadi (kanan) memberikan keterangan pers hasil rapat Dewan Gubernur BI bulan Januari 2020 di Jakarta, Kamis (23/1/2020). Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan tingkat bunga acuan BI "7-Day Reverse Repo Rate" (BI7DRR) sebesar lima persen. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2019 akan sedikit di bawah 5,1 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau melambat dibandingkan realisasi 2018, yang sebesar 5,17 persen (yoy).
Menurut dia, di Jakarta, Jumat, pada kuartal terakhir 2019, sebenarnya laju kegiatan ekonomi membaik dibanding kuartal sebelumnya.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,08 persen tahun ini
Baca juga: BI: Kebijakan akomodatif, ruang penurunan suku bunga terbuka
Namun, jika dilihat dalam keseluruhan tahun, BI menyimpulkan perkiraan pertumbuhan ekonomi sedikit di bawah 5,1 persen.
"Kami mencermati perkembangan bulan Oktober, November dan Desember 2019 ada kenaikan. Perkiraan kami pertumbuhan ekonomi memang sedikit di bawah 5,1 persen tapi masih di atas lima persen," ujar dia.
Proyeksi BI tersebut tidak jauh berbeda dengan pemerintah yang mengestimasikan pertumbuhan ekonomi 2019 akan sebesar 5,1 persen.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan secara resmi realisasi pertumbuhan ekonomi keseluruhan 2019 pada awal Februari 2020.
Di paruh terakhir 2019, BI melihat perbaikan ekonomi dipengaruhi kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga yang lebih baik dibanding kuartal sebelumnya.
Perry mengatakan perbaikan ekspor didorong kenaikan permintaan mitra dagang dan harga beberapa komoditas ekspor utama.
Produk ekspor seperti batubara, kendaraan bermotor, besi dan baja, serta bijih logam dan sisa logam, kata Perry, mencatat pertumbuhan positif pada kuartal IV 2019.
"Secara spasial, ekspor bijih nikel dari Sulawesi dan ekspor tembaga dari Nusa Tenggara Barat juga meningkat. Konsumsi rumah tangga tetap terjaga, ditopang keyakinan konsumen yang mulai meningkat dan faktor musiman jelang akhir tahun," ujarnya.
Selain itu, dari sektor investasi di Indonesia juga terus membaik yang salah satunya didorong investasi terkait hilirisasi nikel di Sulawesi.
Beberapa indikasi kenaikan investasi tercermin pada peningkatan Purchasing Manager Index Manufactur dan indikator dini lain terkait penjualan ekspor dan penjualan domestik.
Meskipun pada 2019 secara keseluruhan ekonomi melambat, bank sentral melihat pergerakan ekonomi di 2020 akan jauh lebih baik.
Secara moderat, BI memasang proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 di kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen.
Perry menyebut Undang-Undang Omnibus Law yang disiapkan pemerintah akan mengerek investasi langsung, sehingga akan memacu konsumsi domestik.
"Peningkatan investasi diprakirakan berlanjut didorong pembangunan infrastruktur serta kenaikan keyakinan pelaku usaha sebagai dampak peningkatan ekspor dan kemudahan iklim berusaha sejalan dengan kebijakan pemerintah termasuk implementasi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," ujar Perry.
Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan lima persen
Menurut dia, di Jakarta, Jumat, pada kuartal terakhir 2019, sebenarnya laju kegiatan ekonomi membaik dibanding kuartal sebelumnya.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,08 persen tahun ini
Baca juga: BI: Kebijakan akomodatif, ruang penurunan suku bunga terbuka
Namun, jika dilihat dalam keseluruhan tahun, BI menyimpulkan perkiraan pertumbuhan ekonomi sedikit di bawah 5,1 persen.
"Kami mencermati perkembangan bulan Oktober, November dan Desember 2019 ada kenaikan. Perkiraan kami pertumbuhan ekonomi memang sedikit di bawah 5,1 persen tapi masih di atas lima persen," ujar dia.
Proyeksi BI tersebut tidak jauh berbeda dengan pemerintah yang mengestimasikan pertumbuhan ekonomi 2019 akan sebesar 5,1 persen.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan secara resmi realisasi pertumbuhan ekonomi keseluruhan 2019 pada awal Februari 2020.
Di paruh terakhir 2019, BI melihat perbaikan ekonomi dipengaruhi kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga yang lebih baik dibanding kuartal sebelumnya.
Perry mengatakan perbaikan ekspor didorong kenaikan permintaan mitra dagang dan harga beberapa komoditas ekspor utama.
Produk ekspor seperti batubara, kendaraan bermotor, besi dan baja, serta bijih logam dan sisa logam, kata Perry, mencatat pertumbuhan positif pada kuartal IV 2019.
"Secara spasial, ekspor bijih nikel dari Sulawesi dan ekspor tembaga dari Nusa Tenggara Barat juga meningkat. Konsumsi rumah tangga tetap terjaga, ditopang keyakinan konsumen yang mulai meningkat dan faktor musiman jelang akhir tahun," ujarnya.
Selain itu, dari sektor investasi di Indonesia juga terus membaik yang salah satunya didorong investasi terkait hilirisasi nikel di Sulawesi.
Beberapa indikasi kenaikan investasi tercermin pada peningkatan Purchasing Manager Index Manufactur dan indikator dini lain terkait penjualan ekspor dan penjualan domestik.
Meskipun pada 2019 secara keseluruhan ekonomi melambat, bank sentral melihat pergerakan ekonomi di 2020 akan jauh lebih baik.
Secara moderat, BI memasang proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 di kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen.
Perry menyebut Undang-Undang Omnibus Law yang disiapkan pemerintah akan mengerek investasi langsung, sehingga akan memacu konsumsi domestik.
"Peningkatan investasi diprakirakan berlanjut didorong pembangunan infrastruktur serta kenaikan keyakinan pelaku usaha sebagai dampak peningkatan ekspor dan kemudahan iklim berusaha sejalan dengan kebijakan pemerintah termasuk implementasi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," ujar Perry.
Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan lima persen
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: