Saksi sebut pengadaan pesawat CRJ 1000 NG belum untungkan Garuda
23 Januari 2020 13:22 WIB
Terdakwa suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16-1-2020). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Jakarta (ANTARA) - VP SBU Garuda Indonesia Cargo Rajendra Kartawiria menyebutkan sejak pengadaan pesawat Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG hingga sekarang belum pernah memberikan keuntungan PT Garuda Indonesia.
"Sebagai SBU kargo saya suka ikut di rapat paripurna, 'kan ada laporannya. Nah, dari laporan itu, saya lihat CRJ masih belum untung," ujar Rajendra dalam kesaksiannya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.
Rajendra bersaksi untuk dua terdakwa, yaitu Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005—2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. Mereka didakwa dalam kasus dugaan suap-menyuap yang mencapai sekitar Rp46,3 miliar dari Airbus, ATR, dan Bombardier Canada, serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
Baca juga: Pemerintah ingin manajemen baru bereskan masalah internal Garuda
Baca juga: Dirut Garuda Indonesia tolak kartel di industri penerbangan
Rajendra sendiri merupakan salah satu anggota tim yang terlibat dalam proses mendatangkan pesawat CRJ 1000 NG dari perusahaan Bombardier Canada.
Dalam kesaksiannya, Rajendra mengatakan bahwa kerugian yang dialami Garuda Indonesia pascapengadaan pesawat tersebut lantaran adanya kesalahan strategi.
Awalnya, kata dia, PT Garuda Indonesia mendatangkan CRJ 1000 NG sebagai pesawat untuk rute jarak jauh.
"Pada saat kami mencari pesawat itu, kami tujuannya hub bypass strateginya, jadi hub bypass itu yang tadinya lewat Jakarta jadi langsung. Surabaya-Medan, misalnya," ujar Rajendra.
Namun, ketika strategi itu tengah berjalan, perusahaan kompetitor memesan pesawat kecil untuk rute terbang jarak pendek.
"Ketika kami mengusulkan seperti itu, kami masih ada Merpati. Akhirnya pesawat itu digunakan rute pendek yang tidak sesuai dengan rencana awal. Itu yang membuat rugi," ucap Rajendra.
Dalam perkara ini, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005—2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar, 884.200 dolar AS, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.
Baca juga: Siwi Widi dicecar 42 pertanyaan saat diperiksa penyidik kepolisian
Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolll-Royce Plc, dan Avions de Transport regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte. Ltd. dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa miliki Soetikno Soedardjo serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd. Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.
Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG, serta pengadaan dan perawatan mesin Roll-Royc Trent 700.
Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya Rp87.464.189.911,16.
Soetikno didakwa menjadi pihak yang menyuap Emirsyah Satar hinggga mencapai Rp46,3 miliar karena Emirsyah telah membantu Soektino untuk merealisasikan kegiatan: (1) Total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Tren 700; (2) pengadaan pesawat Airbus A330-300/200; (3) pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; (4) pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000; dan (5) pengadaan pesawat ATR 72-600.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Soetikno adalah penasihat bisnis Airbus dan Rolls-Royce.
Baca juga: Eks Direktur Garuda akui dicopot pascabahas harga mesin Rolls-Royce
Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menitipkan dana sejumlah 1,458 juta dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788), melunasi utang kredit di UOB Indonesia senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50) dan apartemen di Melbourne senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77), dan satu unit apartemen di Singapura senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30.277.820.114,29).
"Sebagai SBU kargo saya suka ikut di rapat paripurna, 'kan ada laporannya. Nah, dari laporan itu, saya lihat CRJ masih belum untung," ujar Rajendra dalam kesaksiannya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.
Rajendra bersaksi untuk dua terdakwa, yaitu Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005—2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. Mereka didakwa dalam kasus dugaan suap-menyuap yang mencapai sekitar Rp46,3 miliar dari Airbus, ATR, dan Bombardier Canada, serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
Baca juga: Pemerintah ingin manajemen baru bereskan masalah internal Garuda
Baca juga: Dirut Garuda Indonesia tolak kartel di industri penerbangan
Rajendra sendiri merupakan salah satu anggota tim yang terlibat dalam proses mendatangkan pesawat CRJ 1000 NG dari perusahaan Bombardier Canada.
Dalam kesaksiannya, Rajendra mengatakan bahwa kerugian yang dialami Garuda Indonesia pascapengadaan pesawat tersebut lantaran adanya kesalahan strategi.
Awalnya, kata dia, PT Garuda Indonesia mendatangkan CRJ 1000 NG sebagai pesawat untuk rute jarak jauh.
"Pada saat kami mencari pesawat itu, kami tujuannya hub bypass strateginya, jadi hub bypass itu yang tadinya lewat Jakarta jadi langsung. Surabaya-Medan, misalnya," ujar Rajendra.
Namun, ketika strategi itu tengah berjalan, perusahaan kompetitor memesan pesawat kecil untuk rute terbang jarak pendek.
"Ketika kami mengusulkan seperti itu, kami masih ada Merpati. Akhirnya pesawat itu digunakan rute pendek yang tidak sesuai dengan rencana awal. Itu yang membuat rugi," ucap Rajendra.
Dalam perkara ini, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005—2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar, 884.200 dolar AS, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.
Baca juga: Siwi Widi dicecar 42 pertanyaan saat diperiksa penyidik kepolisian
Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolll-Royce Plc, dan Avions de Transport regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte. Ltd. dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa miliki Soetikno Soedardjo serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd. Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.
Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG, serta pengadaan dan perawatan mesin Roll-Royc Trent 700.
Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya Rp87.464.189.911,16.
Soetikno didakwa menjadi pihak yang menyuap Emirsyah Satar hinggga mencapai Rp46,3 miliar karena Emirsyah telah membantu Soektino untuk merealisasikan kegiatan: (1) Total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Tren 700; (2) pengadaan pesawat Airbus A330-300/200; (3) pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; (4) pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000; dan (5) pengadaan pesawat ATR 72-600.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Soetikno adalah penasihat bisnis Airbus dan Rolls-Royce.
Baca juga: Eks Direktur Garuda akui dicopot pascabahas harga mesin Rolls-Royce
Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menitipkan dana sejumlah 1,458 juta dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788), melunasi utang kredit di UOB Indonesia senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50) dan apartemen di Melbourne senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77), dan satu unit apartemen di Singapura senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30.277.820.114,29).
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: