NSHE sebut PLTA Batang Toru wujud pengembangan energi hijau
22 Januari 2020 21:04 WIB
Pembangkit Listrik Kerakyatan Tri Mumpuni (kedua kanan), Peneliti Tambang dan Energi Auriga Iqbal Damanik (kiri), Direktur Srikandi Lestari Sumatera Utara Mimi Surbakti (kedua kiri) dan Principal Brown Brothers Energy and Environment (B2E2) David Brown dalam diskusi mengenai Analisis Kebutuhan Energi di Sumatra Utara dan dampak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Jakarta, Rabu (22/1/2020). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Manajemen PT North Sumatera Hydro Energy, perusahaan produsen listrik swasta (IPP) yang membangun proyek PLTA Batang Toru, Tapanuli Selatan membantah pernyataan David W Brown yang menyebutkan bahwa proyek tersebut tidak dibutuhkan, padahal PLTA ini wujud implementasi Indonesia mengembangkan energi hijau.
"David Brown (ahli sektor sumber daya alami dan ekstraktif Indonesia) itu bukan bagian dari pemerintah yang bertanggung jawab soal pembangunan industri kelistrikan di Indonesia," kata Communication & External Affairs Director PT North Sumatera Hydro Energy Firman Taufick, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut Firman, yang paling paham dan bertanggungjawab soal pembangunan sektor kelistrikan di Indonesia adalah PT PLN (Persero) dan Direktorat Jenderal Listrik, Kementerian ESDM.
"David E Brown juga bukan ahli kelistrikan di Indonesia. Dia hanya yang diminta menyarankan pendapat kliennya Mighty Earth (LSM asing bidang lingkungan hidup)," tegasnya.
Ia menambahkan, bahwa program kampanye Mighty Earth tidak memiliki kepentingan untuk Indonesia.
Baca juga: Pengembang PLTA Batang Toru tegaskan komitmen untuk lindungi orangutan
Sebelumnya, David W Brown mengatakan bahwa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, akan mengancam keberadaan spesies Orangutan Tapanuli.
"Kera besar terancam punah di dunia," kata dia pada diskusi bertajuk analisis kebutuhan energi dan dampak PLTA Batang Toru, di Jakarta.
Para advokat lingkungan dan ahli fauna menyatakan bahwa konstruksi dam di Sungai Batang Toru akan memisahkan habitat orangutan tersebut secara permanen.
Sementara itu, penggiat pembangkit listrik kerakyatan Tri Mumpuni menilai bahwa langkah pemerintah yang gencar melakukan pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) merupakan salah satu langkah positif dalam membangun negara.
"Kita punya langkah yang baik untuk membangun negeri ini," ujar Tri Mumpuni.
Baca juga: Tokoh adat serukan merdeka dari intervensi LSM asing soal Batang Toru
Tri menambahkan pemerintah juga fokus pada pembangunan pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), salah satunya PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan Sumatera Utara sebagai wujud implementasi Indonesia mengembangkan energi hijau.
"Saya senang pembangkit listrik yang sustainable, environmentally friendly, dan polutant free. Mikrohidro dan minihidro, run off type adalah jawabannya, sebab Indonesia memiliki banyak sungai," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat lingkungan hidup Emmy Hafild mengatakan bahwa pembangunan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan jangan dibenturkan dengan habitat orangutan karena kedua hal tersebut bisa saling berjalan secara harmoni.
"Kegiatan ekonomi masih dapat dilakukan dengan dampak minimal terhadap orang utan, bukan dengan melarang kegiatan ekonominya," ujar Emmy Hafild.
Baca juga: Masyarakat adat dukung keberadaan PLTA Batang Toru
Baca juga: NSHE: Pembangunan PLTA Batang Toru capai 11 persen
"David Brown (ahli sektor sumber daya alami dan ekstraktif Indonesia) itu bukan bagian dari pemerintah yang bertanggung jawab soal pembangunan industri kelistrikan di Indonesia," kata Communication & External Affairs Director PT North Sumatera Hydro Energy Firman Taufick, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut Firman, yang paling paham dan bertanggungjawab soal pembangunan sektor kelistrikan di Indonesia adalah PT PLN (Persero) dan Direktorat Jenderal Listrik, Kementerian ESDM.
"David E Brown juga bukan ahli kelistrikan di Indonesia. Dia hanya yang diminta menyarankan pendapat kliennya Mighty Earth (LSM asing bidang lingkungan hidup)," tegasnya.
Ia menambahkan, bahwa program kampanye Mighty Earth tidak memiliki kepentingan untuk Indonesia.
Baca juga: Pengembang PLTA Batang Toru tegaskan komitmen untuk lindungi orangutan
Sebelumnya, David W Brown mengatakan bahwa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, akan mengancam keberadaan spesies Orangutan Tapanuli.
"Kera besar terancam punah di dunia," kata dia pada diskusi bertajuk analisis kebutuhan energi dan dampak PLTA Batang Toru, di Jakarta.
Para advokat lingkungan dan ahli fauna menyatakan bahwa konstruksi dam di Sungai Batang Toru akan memisahkan habitat orangutan tersebut secara permanen.
Sementara itu, penggiat pembangkit listrik kerakyatan Tri Mumpuni menilai bahwa langkah pemerintah yang gencar melakukan pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) merupakan salah satu langkah positif dalam membangun negara.
"Kita punya langkah yang baik untuk membangun negeri ini," ujar Tri Mumpuni.
Baca juga: Tokoh adat serukan merdeka dari intervensi LSM asing soal Batang Toru
Tri menambahkan pemerintah juga fokus pada pembangunan pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), salah satunya PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan Sumatera Utara sebagai wujud implementasi Indonesia mengembangkan energi hijau.
"Saya senang pembangkit listrik yang sustainable, environmentally friendly, dan polutant free. Mikrohidro dan minihidro, run off type adalah jawabannya, sebab Indonesia memiliki banyak sungai," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat lingkungan hidup Emmy Hafild mengatakan bahwa pembangunan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan jangan dibenturkan dengan habitat orangutan karena kedua hal tersebut bisa saling berjalan secara harmoni.
"Kegiatan ekonomi masih dapat dilakukan dengan dampak minimal terhadap orang utan, bukan dengan melarang kegiatan ekonominya," ujar Emmy Hafild.
Baca juga: Masyarakat adat dukung keberadaan PLTA Batang Toru
Baca juga: NSHE: Pembangunan PLTA Batang Toru capai 11 persen
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: