Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan ada gelagat Rancangan Undang-undang tentang Omnibus Law menabrak UUD 1945.

"Jangan sampai demi investasi dan penyederhanaan, lalu melabrak nila-nilai dasar yang ada di UUD. Kami bukan pada posisi su'udzon, menolak, menghalangi, tidak, tapi hanya mengingatkan. Menurut informasi ini sudah mulai ada gelagat, ada gejala yang melabrak ketentuan-ketentuan yang sudah ada," kata Din di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Rabu.

RUU tentang Omnibus Law sendiri sedang digodok pemerintah dan legislatif dengan tujuan memudahkan pertumbuhan investasi. Atas hal itu, Din mengingatkan investasi yang diakomodasi Omnibus Law nanti harus bermanfaat untuk kepentingan masyarakat banyak bukan segelintir individu atau golongan tertentu.

Omnibus Law, menurut Wikipedia, adalah rancangan undang-undang yang diusulkan mencakup sejumlah topik yang beragam atau tidak terkait. Omnibus berasal dari bahasa Latin dan berarti "untuk segalanya".

Baca juga: Anggota DPR: Omnibus Law harus proteksi pengusaha UMKM

Baca juga: Wapres Ma'ruf harap RUU "omnibus law" segera disahkan

Baca juga: BPJPH: Omnibus Law tak hapus kewajiban sertifikasi halal


MUI, kata Din, sudah bersuara keras sebagaimana Omnibus Law juga menyasar perbaikan Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH). Jika, tidak berhati-hati dalam revisi dan harmonisasi UU JPH dengan unsur lainnya maka aturan sertifikasi halal bisa bermasalah.

"MUI sudah bersuara keras karena itu akan mengulang prinsip sertifikasi halal. Umpamanya atau dan lain-lain sebagainya atau demi investasi memberi karpet merah kepada investor asing tapi mematikan pengusaha domestik," kata dia.

Dia juga mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam meloloskan rancangan undang-undang tentang omnibus law karena berpotensi dapat berlawanan dengan konstitusi.

"Kami hanya ingin mengingatkan agar tetap pada komitmen untuk kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat. Jangan sampai bertentangan menyimpang apalagi menyeleweng dari UUD," kata dia.

Dia menyebut terdapat 115 undang-undang yang muncul setelah era reformasi tetapi isinya justru bertentangan dengan konstitusi. Hal itu yang memicu terjadinya gelombang jihad konstitusi yaitu melakukan peninjauan kembali terhadap regulasi yang tidak sejalan dengan konstitusi.

"Dan tentu masyarakat termasuk umat Islam akan protes nanti jika ada ketentuan-ketentuan yang sudah baku kemudian ditabrak," katanya.*

Baca juga: RUU Omnibus Law, FPKS tolak penghapusan kewajiban sertifikasi halal

Baca juga: Mahfud tegaskan "omnibus law" hanya cabut pasal tumpang tindih

Baca juga: UU "omnibus law" didemo, Mahfud: Masih ada salah persepsi