Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Azyumardi Azra mengatakan sejumlah unsur masyarakat mudah percaya dengan adanya kerajaan baru di masa kini karena tidak kritis terhadap fenomena di sekitarnya.

"Masyarakat kita itu tidak kritis dengan iming-iming yang nggak masuk seperti itu. Karena masyarakat kita masih punya kecenderungan kuat mau serba mudah, serba instan, serba cepat, serba menerabas," katanya di sela Rapat Pleno ke-48 Wantim MUI di Jakarta, Rabu.

Dia mencontohkan sikap tidak kritis masyarakat seperti tampak pada kasus penipuan umrah.

"Masak sih dengan Rp20 juta kita pergi dengan paket umrah dalam satu minggu sampai 10 hari, 'kan ga mungkin," katanya.

Menurut dia, meski masyarakat kini sudah banyak yang melek teknologi tapi kadang justru terkena dampak negatifnya seperti menjadi sasaran kejahatan dan penipuan.

Untuk itu, dia mengajak masyarakat lebih berhati-hati dengan tawaran menggiurkan dan mudah tapi justru itu adalah modus penipuan.

"Saya kira adanya disorientasi karena perubahan yang begitu cepat melalui komunikasi yang instan, medsos dan macam-macam. Nah itu, jadi, informasi itu dengan cepat, menyebar dan kemudian orang kadang tidak memiliki pengetahuan yang terkena itu," kata dia.

Dia mencontohkan terdapat banyak iming-iming bagi masyarakat sehingga bisa cepat kaya dan mereka mudah tergoda karena kurang kritis

"Iming-iming program yang bisa mendatangkan kekayaan, top up, kan ga jelas tapi mereka tergoda. Dan ditambah lagi kemudian orang yang melakukan seperti itu yang mengakui sebagai raja keraton yang bisa memberi keuntungan itu orang-orang yang didukung oleh media dan bahkan juga didukung oleh selebriti," katanya.

Intinya, kata Azyu, dengan mudahnya tergoda masyarakat akan iming-iming itu kuat kecenderungan mereka untuk menempuh segala sesuatu secara jalan pintas.

"Jalan pintas itu cepat kaya, atau misalnya cepat umrah tapi biayanya tidak masuk akal, misalnya Rp10 juta-15 juta yang gak masuk akal. Orang kita itu masih mudah percaya dengan iming-iming yang terlalu bagus untuk kita percayai, 'too good to be true', terlalu bagus untuk bisa masuk akal," katanya.