Jakarta (ANTARA) - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mengatakan kepolisian harus menyelidiki pelaku pengeroyokan jurnalis di Kabupaten Aceh Barat dengan pasal di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Hal itu, kata Ade Wahyudin, apabila motif pengeroyokan jurnalis tersebut karena pemberitaan yang dikerjakannya.
"Kalau misalkan ditemukan pelanggaran atau penghalangan kerja jurnalistik, polisi harus juga menggunakan UU Pers dalam melakukan penyidikan di samping menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," kata Ade lewat pesan singkat yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Ade mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan verifikasi terkait dengan kasus tersebut sehingga belum bisa berkomentar banyak.
Baca juga: Soal pengeroyokan jurnalis, Dewan Pers: Langsung saja lapor ke polisi
Baca juga: AJI kecam pelaku pengeroyokan Jurnalis di Aceh Barat
Namun, secara sekilas dapat diduga tindakan pelaku merupakan tindak pidana.
Ade mengatakan bahwa polisi harus menyelidiki apakah kasus itu juga berhubungan dengan pemberitaan yang dilakukan korban sebelumnya.
"Dengan menyelidiki itu, motif pelaku yang sebenarnya bisa terungkap," kata Ade.
Dalam UU Pers, disebutkan bahwa siapa saja yang sengaja menghambat kemerdekaan pers bisa dipidanakan paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp500 juta.
Pada Pasal 170 KUHP tentang tindak kekerasan, pelaku bisa diancam pidana paling lama 5 tahun 6 bulan penjara.
LBH Pers: Utamakan UU Pers untuk usut pengeroyokan jurnalis di Aceh
20 Januari 2020 23:00 WIB
Ilustrasi - Aksi solidaritas kecam tindakan kekerasan terhadap jurnalis. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/wdy
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: