Saksi ahli sebut pasal dakwaan kasus pelajar bunuh begal tidak sesuai
20 Januari 2020 18:35 WIB
Saksi ahli hukum pidana Universitas Brawijaya Malang Lucky Endrawati saat memberikan keterangan kepada media di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (20-1-2020). ANTARA/Vicki Febrianto
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Saksi ahli hukum pidana Universitas Brawijaya Malang Lucky Endrawati menyatakan bahwa pasal dakwaan yang disangkakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) terhadap pelajar yang membunuh begal di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tidak sesuai.
Lucky menjelaskan bahwa pasal yang disangkakan kepada ZA adalah Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dengan pembunuhan berencana. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan kronologi kejadian.
"Pasal-pasal yang disangkakan tidak sesuai dengan kronologi, peristiwa. Kalau merumuskan pasal itu harus sesuai konteks dan peristiwa harus dilihat secara utuh," kata Lucky di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Senin.
ZA yang berusia 17 tahun merupakan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Malang yang diduga membunuh begal. Dua begal sempat merampas sepeda motor dan telepon seluler ZA dan kekasihnya.
Baca juga: Sidang pelajar bunuh begal di Kabupaten Malang hadirkan saksi ahli
Jaksa penuntut umum anak mendakwa ZA dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 tentang pembunuhan dan subsider Pasal 351 Ayat (3) tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Selain itu, juga Undang-Undang Darurat tentang membawa senjata tajam.
"Satu pasal menganiaya, dan lainnya membunuh, itu tidak pas," kata Lucky.
Selain itu, lanjut Lucky, juga ada kejanggalan dalam pendakwaan ZA pada kasus tersebut. Pasal-pasal yang didakwakan oleh JPU, tidak menggunakan juncto sistem peradilan pidana anak (SPPA) yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.
"Apalagi ini aneh, dakwaan tidak memakai SPPA. Makanya, saya tadi kaget, sidang dilakukan tertutup, padahal dalam dakwaan JPU, tidak juncto SPPA," kata Lucky.
Kasus tersebut bermula dari penemuan mayat di kebun tebu, Desa Gondanglegi, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, 9 September 2019. Korban yang ditemukan warga itu bernama Misnan berusia 35 tahun, yang juga diduga pelaku perampasan atau begal.
Baca juga: Polisi tembak mati penodong kuli panggul di Jembatan Ampera
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Misnan dan rekannya diduga menghadang ZA yang saat itu bersama kekasihnya. Dua orang pelaku perampasan itu mencoba merampas sepeda motor dan telepon seluler ZA dan kekasihnya.
Selain mencoba merampas sepeda motor dan telepon seluler tersebut, dua begal itu juga mengancam akan memerkosa kekasih ZA. Namun, ZA melakukan perlawanan dan menusukkan pisau ke salah satu begal, yang diambil dari jok motor ZA.
Lucky menjelaskan bahwa pasal yang disangkakan kepada ZA adalah Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dengan pembunuhan berencana. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan kronologi kejadian.
"Pasal-pasal yang disangkakan tidak sesuai dengan kronologi, peristiwa. Kalau merumuskan pasal itu harus sesuai konteks dan peristiwa harus dilihat secara utuh," kata Lucky di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Senin.
ZA yang berusia 17 tahun merupakan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Malang yang diduga membunuh begal. Dua begal sempat merampas sepeda motor dan telepon seluler ZA dan kekasihnya.
Baca juga: Sidang pelajar bunuh begal di Kabupaten Malang hadirkan saksi ahli
Jaksa penuntut umum anak mendakwa ZA dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 tentang pembunuhan dan subsider Pasal 351 Ayat (3) tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Selain itu, juga Undang-Undang Darurat tentang membawa senjata tajam.
"Satu pasal menganiaya, dan lainnya membunuh, itu tidak pas," kata Lucky.
Selain itu, lanjut Lucky, juga ada kejanggalan dalam pendakwaan ZA pada kasus tersebut. Pasal-pasal yang didakwakan oleh JPU, tidak menggunakan juncto sistem peradilan pidana anak (SPPA) yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.
"Apalagi ini aneh, dakwaan tidak memakai SPPA. Makanya, saya tadi kaget, sidang dilakukan tertutup, padahal dalam dakwaan JPU, tidak juncto SPPA," kata Lucky.
Kasus tersebut bermula dari penemuan mayat di kebun tebu, Desa Gondanglegi, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, 9 September 2019. Korban yang ditemukan warga itu bernama Misnan berusia 35 tahun, yang juga diduga pelaku perampasan atau begal.
Baca juga: Polisi tembak mati penodong kuli panggul di Jembatan Ampera
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Misnan dan rekannya diduga menghadang ZA yang saat itu bersama kekasihnya. Dua orang pelaku perampasan itu mencoba merampas sepeda motor dan telepon seluler ZA dan kekasihnya.
Selain mencoba merampas sepeda motor dan telepon seluler tersebut, dua begal itu juga mengancam akan memerkosa kekasih ZA. Namun, ZA melakukan perlawanan dan menusukkan pisau ke salah satu begal, yang diambil dari jok motor ZA.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: