Yogyakarta (ANTARA) - Dosen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Kuwat Triyana mengembangkan lidah elektronik (electronic tongue) atau "elto" sebagai alat autentikasi kehalalan dan keaslian sebuah produk makanan.

"Alat ini bisa digunakan sebagai metode untuk membuktikan keaslian produk-produk makanan, seperti kopi luwak dan zam-zam, deteksi kontaminasi produk dan kehalalannya, deteksi cepat narkotika dan lainnya," kata Kuwat di Laboratorium Fisika Material dan Insumentasi (Fismatel) Departemen Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Jumat.

Kuwat menjelaskan layaknya lidah manusia, elto juga mampu menganalisis berbagai macam rasa, seperti pahit, asin, asam, manis, dan gurih atau umami.

Selain mampu mendeteksi secara cepat, menurut dia, alat yang telah dikalibrasi dan diverifikasi di laboratorium sebuah universitas di Braganca Portugal itu juga memiliki akurasi tinggi, yakni lebih dari 98 persen.

Alat itu dibuat dengan komponen utama berupa larik sensor rasa sebagai elektroda kerja, elektroda referensi, sistem akuisisi data, dan sistem kecerdasan buatan (AI) yang dihubungkan ke komputer atau ponsel cerdas android secara nirkabel.

Elto diklaim sebagai lidah elektronik terkecil yang ada hingga saat ini. Untuk mendukung portabilitas, alat tersebut menggunakan sumber energi berupa satu baterai lithium 3.500 mAH yang bisa bertahan hingga 14 jam untuk penggunaan secara kontinu.

Pengoperasian perangkat itu, kata Kuwat, tergolong mudah. Sampel produk yang akan dideteksi cukup dilarutkan atau diseduh dengan air atau alkohol tergantung sifat sampelnya. Selanjutnya ujung larik sensor dicelupkan ke dalam larutan sampel tersebut selama 1-2 menit dan data diproses berbasis kecerdasan buatan.

"Hasilnya, tidak lebih dari 2 menit sudah bisa dilihat di layar komputer atau perangkat berbasis Android apakah produk tersebut asli atau tidak, halal atau tidak, serta tingkatan kualitas tertentu," kata Kuwat.

Dibandingkan alat serupa yang ada di pasaran, elto memiliki keunggulan karena bersifat portabel, serta dapat terhubung secara nirkabel dengan perangkat berbasis android dan komputer. Dengan demikian memungkinkan dibawa dan digunakan untuk melakukan tes di berbagai tempat secara langsung berbasis IoT.

"Alat lain yang ada di pasaran, produk luar negeri, memiliki dimensi yang besar seukuran meja sehingga tidak bisa dipindahtempatkan dengan mudah, sedangkan sistem akuisisi data dari elto memiliki dimensi hanya 105 x 73 x 35 mm," kata dia.

Bersama dengan tim mahasiswa dari program pascasarjana Fisika UGM, yakni Shidiq Nur Hidayat, Trsina Julian dan Aditya Rianjanu, ia mengembangkan elto sejak 2016 dengan menghabiskan biaya penelitian mencapai sekitar Rp200 juta.

Kuwat menargetkan alat itu dapat distandardisasi tahun ini sehingga pada 2021 bisa segera diluncurkan dan diproduksi secara massal untuk aplikasi tertentu.

"Nanti kalau sudah produksi massal bisa lebih murah lagi. Kalau produk impor itu dipasarkan per unitnya Rp2,5 miliar, maka elto hanya kurang Rp25 juta," kata peneliti di Institute of Halal Industry and System (IHIS) UGM ini.