DP3 Sleman : Thailera bukan virus namun parasit darah pada sapi
17 Januari 2020 08:54 WIB
Salah satu peternak sedang merawat ternak sapi di Kelompok Ternak Mergo Andini Makmur, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan Sleman. ANTARA/Victorianus Sat Pranyoto/am.
Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menerangkan bahwa kematian sapi milik peternak di Dusun Bolu, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan karena terjangkit Theileria atau parasit pada darah ternak.
"Jadi Thailera ini bukan virus, tetapi merupakan jenis klasifikasi dari penyakit yang bernama parasit darah," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DP3 Kabupaten Sleman Harjanto di Sleman, Jumat.
Menurut dia, ada banyak klasifikasi parasit darah yang menyerang hewan ternak, terutama sapi dan salah satunya Theileria.
"Kami juga belum bisa memastikan jika temuan sapi mati beberapa bulan lalu itu karena parasit darah," katanya.
Ia mengatakan, meskipun Theileria merupakan jenis penyakit yang tergolong lama, namun baru pertama kali ada di wilayah Kabupaten Sleman.
"Theileria baru ada di sana, jadi sapi mati belum tentu dari Theileria. Kami juga belum pernah dapat laporan adanya sapi mati karena Theileria," katanya.
Harjanto mengatakan, belum ada temuan sapi mati karena parasit darah, dari data BP3 Sleman saat ini sudah ada 56 sapi yang terjangkit penyakit parasit darah yang tersebar di Kecamatan Tempel dan Seyegan.
"Dari sampel yang kami terima dari BBVect ada 56 sapi yang terjangkit, ada di Kecamatan Tempel dan Seyegan. Saat ini ada 70 sampel lagi yang kita uji, dan belum keluar hasilnya," katanya.
Ia mengatakan, parasit darah dapat menular antartubuh sapi melalui perantara caplak. Hal ini membuat penyakit satu ini tidak bisa dilihat secara kasat mata dan harus melalui pengambilan sampel darah.
"Penularannya melalui caplak. Caplak beranak dan menular ke yang lain. Karena berdekatan caplaknya berpindah. Tidak ada bukti penyakit parasit darah dari padi rusak atau kotoran tikus," katanya.
Menurut dia, DP3 Sleman saat ini memang tidak mempunyai ketersediaan obat untuk jenis penyakit tersebut, sehingga dinas hanya bisa membantu masyarakat melalui tenaga medis di setiap puskeswan yang ada di setiap wilayah.
"Kalau dinas punya obat, obat nanti gratis. Karena tidak punya, maka kami yang bergerak lewat petugas puskeswan yang ada, nanti mereka juga memberikan resep-resepnya dan peternak yang beli obatnya," katanya.
Ia mengatakan, meski sudah ada 56 sapi yang terjangkit kondisi tersebut tidak terlalu berbahaya. Hanya saja peternak tetap harus melakukan upaya pemberantasan caplak dengan membersihkan kandang secara bersama-sama.
"Selain itu, jika melakukan transaksi jual beli sapi harus waspada jika terdapat penyakit. Karena kandang di Sleman ini kan kebanyakan komunal, jadi bisa dimulai dengan membersihkan kandang secara bersama-sama," katanya.
Baca juga: Virus Thailera diduga serang ternak sapi di Sleman
Baca juga: Mentan Syahrul petakan pengembangan sapi ternak sesuai kondisi daerah
"Jadi Thailera ini bukan virus, tetapi merupakan jenis klasifikasi dari penyakit yang bernama parasit darah," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DP3 Kabupaten Sleman Harjanto di Sleman, Jumat.
Menurut dia, ada banyak klasifikasi parasit darah yang menyerang hewan ternak, terutama sapi dan salah satunya Theileria.
"Kami juga belum bisa memastikan jika temuan sapi mati beberapa bulan lalu itu karena parasit darah," katanya.
Ia mengatakan, meskipun Theileria merupakan jenis penyakit yang tergolong lama, namun baru pertama kali ada di wilayah Kabupaten Sleman.
"Theileria baru ada di sana, jadi sapi mati belum tentu dari Theileria. Kami juga belum pernah dapat laporan adanya sapi mati karena Theileria," katanya.
Harjanto mengatakan, belum ada temuan sapi mati karena parasit darah, dari data BP3 Sleman saat ini sudah ada 56 sapi yang terjangkit penyakit parasit darah yang tersebar di Kecamatan Tempel dan Seyegan.
"Dari sampel yang kami terima dari BBVect ada 56 sapi yang terjangkit, ada di Kecamatan Tempel dan Seyegan. Saat ini ada 70 sampel lagi yang kita uji, dan belum keluar hasilnya," katanya.
Ia mengatakan, parasit darah dapat menular antartubuh sapi melalui perantara caplak. Hal ini membuat penyakit satu ini tidak bisa dilihat secara kasat mata dan harus melalui pengambilan sampel darah.
"Penularannya melalui caplak. Caplak beranak dan menular ke yang lain. Karena berdekatan caplaknya berpindah. Tidak ada bukti penyakit parasit darah dari padi rusak atau kotoran tikus," katanya.
Menurut dia, DP3 Sleman saat ini memang tidak mempunyai ketersediaan obat untuk jenis penyakit tersebut, sehingga dinas hanya bisa membantu masyarakat melalui tenaga medis di setiap puskeswan yang ada di setiap wilayah.
"Kalau dinas punya obat, obat nanti gratis. Karena tidak punya, maka kami yang bergerak lewat petugas puskeswan yang ada, nanti mereka juga memberikan resep-resepnya dan peternak yang beli obatnya," katanya.
Ia mengatakan, meski sudah ada 56 sapi yang terjangkit kondisi tersebut tidak terlalu berbahaya. Hanya saja peternak tetap harus melakukan upaya pemberantasan caplak dengan membersihkan kandang secara bersama-sama.
"Selain itu, jika melakukan transaksi jual beli sapi harus waspada jika terdapat penyakit. Karena kandang di Sleman ini kan kebanyakan komunal, jadi bisa dimulai dengan membersihkan kandang secara bersama-sama," katanya.
Baca juga: Virus Thailera diduga serang ternak sapi di Sleman
Baca juga: Mentan Syahrul petakan pengembangan sapi ternak sesuai kondisi daerah
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: