Jakarta (ANTARA) - Yenny Wahid mengecam adanya oknum pembina Pramuka yang mengajarkan tepuk dan yel-yel yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kepada para siswa anggota pramuka salah satu SDN di Kota Yogyakarta.
"Ya, saya bukan hanya menyesalkan, tetapi juga mengecam kalau ada tepuk-tepuk semacam itu karena akan membuat perpecahan di tengah masyarakat," katanya, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Pemilik nama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh mengingatkan jika tindakan semacam itu yang sifatnya mengeksklusi warga negara lainnya dibiarkan saja, maka akhirnya akan tercipta sekat-sekat di masyarakat.
Baca juga: Yenny Wahid: Disrupsi teknologi harus berdampak positif bagi manusia
Tindakan semacam itu, kata putri Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, akan membuat sikap eksklusi, dengan memperlakukan berbeda terhadap orang-orang yang berbeda dengan dirinya.
Jadi, kata dia, tidak ada kesetaraan lagi di antara masyarakat, padahal konstitusi secara jelas menjamin kesetaraan hak, apa pun latar belakang ras, suku, ekonomi, dan sebagainya.
"Apa sih yang mau diajarkan sama anak-anak kita. Anak-anak itu kan belajar dari hal-hal yang sifatnya bukan cuma secara teoritis dari buku, tetapi juga perilaku sehari-hari," kata Yenny.
Diberitakan sebelumnya, salah seorang pembina Pramuka mengajarkan yel-yel berbau SARA kepada para siswa peserta kegiatan Pramuka di SDN Timuran, Kota Yogyakarta pada Jumat (10/1).
Baca juga: Yenny: Arab Pegon "Tetap Jokowi" bukan politik aliran
Yel-yel berbunyi "Islam yes, kafir no" yang disisipkan dalam tepuk pramuka itu diketahui oleh seorang wali murid berinisial K saat menjemput anaknya.
"Awalnya semua bernyanyi normal saja, lalu tiba-tiba ada salah satu pembina putri masuk dan mengajak anak-anak tepuk Islam. Saya kaget karena di akhir tepuk kok ada yel-yel 'Islam-Islam yes kafir-kafir no," kata orang tua murid itu pula.
Yenny Wahid kecam yel-yel SARA dalam kegiatan pramuka
16 Januari 2020 22:38 WIB
Yenny Wahid, putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: