Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil atau Emil menyatakan Pemprov Jabar telah memberi solusi terkait polemik yang terjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensori Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung, Jawa Barat.

"Kami sudah mediasi dan pemprov sebagai bukan pihak berperkara mencoba memberikan solusi dan sudah diberikan solusi. Ada tempat pengganti di Cibabat, transportasi kita urus lewat dishub, makanan dijamin. Dari pihaknya (sana) menolak ingin menegosiasikan ini langsung dengan kementerian sosial," kata Ridwan Kamil ketika dimintai tanggapannya soal polemik Wyata Guna, di Kota Bandung, Kamis.

Orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat ini mengatakan komunikasi dengan sejumlah pihak terkait terus dilakukan, termasuk dengan Kementerian Sosial.

"Jadi komunikasi terus dilakukan, termasuk Pak Menteri Sosial juga nelpon, ya, nanti kita lihat. Karena posisi utamanya kami tidak bisa mengambil keputusan," kata dia.

Sementara itu, Kementerian Sosial telah melakukan koordinasi dengan Pemprov Jawa Barat untuk menyelesaikan masalah 30 penyandang disabilitas netra yang telah selesai masa rehabilitasi.

Menteri Sosial Juliari P Batubara dalam siaran persnya mengaku telah berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Tadi saya telepon langsung Pak Gubernur membahas masalah ini. Pak Gubernur menyatakan telah menyiapkan panti di Cimahi untuk menampung 30 penerima manfaat Wyata Guna," kata Mensos.

Baca juga: Mahasiswa tunanetra tak diusir dari Wyata Guna Bandung, sebut Mensos


Bukan mengusir

Dirjen Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menyatakan balai Wyata Guna Bandung tidak melakukan pengusiran terhadap ke 30 penerima manfaat, melainkan masa pelayanan rehabilitasi terhadap mereka telah berakhir.

"Mereka yang masa tinggalnya berakhir akan diganti dengan penerima manfaat baru. Jadi ada azas keadilan," kata Edi Suharto.

Edi Suharto menjelaskan saat ini balai dalam proses revitalisasi fungsional yang merupakan program nasional untuk mengoptimalkan peran balai-balai rehabilitasi sosial milik pemerintah.

Tujuannya, masyarakat disabilitas diharapkan dapat diberdayakan dan berkiprah setelah mendapat pelayanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di Balai Rehabilitasi Sosial.

"Kita ada program transformasi, perubahan status panti menjadi balai. Kita ingin balai rehabilitasi sosial ini berkontribusi secara progresif. Jadi pijakan bagi saudara-saudara kita kaum disabilitas agar dapat mengembangkan keberfungsian dan kapabilitas sosial mereka," ujar Edi.

"Salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut, adanya batas waktu bagi para penerima manfaat sesuai dengan yang ketentuan yang ada. Hal ini ditujukan agar mereka dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, mandiri serta berkiprah di masyarakat. Ini yang kita sebut Inklusi," kata Edi.

Kendati demikian, pemberlakuan ketentuan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarga atau ke masyarakat, tidak dilakukan seketika. Selama di balai, mereka diberikan pelatihan dan layanan yang holistik, sistematis dan terstandar. Sehingga ketika kembali ke masyarakat mereka bisa mandiri.

Direktorat Rehabilitasi Sosial mempertanyakan kenapa ke 30 penerima manfaat tidak mau menerima pemindahan ke panti milik pemerintah provinsi.

Baca juga: Pemerintah janji fasilitasi penyandang disabilitas alumni Wyata Guna


Polemik

Sementara itu Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono menjelaskan polemik yang terjadi di Wyata Guna, sebetulnya sudah diproses secara bijaksana sejak tahun 2019.

Pengelola balai bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli, di mana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019.

"Kami sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas Sensorik Netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan," kata Sudarsono.

Selain itu, pada tanggal 12 Agustus 2019, Kementerian Sosial dan Pemprov Jawa Barat juga telah melakukan rapat untuk mencari solusi bersama.

Salah satu keputusannya adalah, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus, dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama.

Dinas Sosial Provinsi Jabar juga sudah merencanakan pembangunan panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas termasuk sensorik netra. Pengembangan layanan terpadu nasional ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas.

Namun Sudarsono menyayangkan, di tengah proses peralihan kepada Panti milik Pemprov Jabar, mencuat isu-isu yang justru kontraproduktif dengan langkah-langkah perbaikan dari pemerintah.

"Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkinlah saling menegasi," katanya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berjanji memfasilitasi penyandang disabilitas netra alumni Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung.

Baca juga: Disabilitas di Bandung terlantar setelah perubahan status panti


Demonstrasi

Pada Rabu pagi, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menemui mahasiswa penyandang disabilitas yang menolak terminasi atau pengakhiran manfaat Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPSDN) Wyata Guna, yang lebih dikenal dengan sebutan Panti Wyata Guna.

Wakil Gubernur menampung aspirasi penyandang disabilitas yang berdemonstrasi di trotoar depan Balai Wiyata Guna, Jalan Pajajaran, Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.

Dia menekankan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat siap memenuhi segala kebutuhan para penyandang disabilitas, termasuk menyediakan program vokasi sebagaimana yang mereka dapat di Balai Wyata Guna.

Wakil Gubernur membujuk para penyandang disabilitas untuk menempati UPTD Panti Sosial Rehabilitasi milik Dinas Sosial di Cibabat, Kota Cimahi, tempat empat siswa penyandang disabilitas sejak tahun lalu tinggal.

"Adik-adik, sekarang hayu kita ke sana, sementara fasilitas- fasilitas lain nanti kita penuhi, bertahap, kalau ada kekurangan bertahap kita penuhi sesuai kemampuan yang ada," kata Uu kepada para demonstran.

Namun penyandang disabilitas yang berdemonstrasi bersikukuh ingin tinggal di Wyata Guna.

"Dari pada kekeuh-kekeuh, kemudian malah terjadi hal yang tidak diinginkan, dimanfaatkan oleh pihak- pihak tertentu, lebih baik kita ke Cibabat, sambil ditempuh proses yang diusahakan," kata Wakil Gubernur.

Uu mengatakan sosialisasi mengenai perubahan status Wyata Guna dari panti menjadi balai sudah dilakukan sejak setahun lalu.*